Jejak Langkah (novel): Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanashimi (bicara | kontrib)
Alur: fix link
Riiiv (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
 
Baris 16:
| english_pub_date=1990}}
 
'''''Footsteps''''' ([[Bahasa Indonesia|Indonesia]]: '''''Jejak Langkah''''') adalah [[novel]] ketiga dari [[Tetralogi buru]] oleh penulis Indonesia, [[Pramoedya Ananta Toer]]. Dalam tetralogi ini, dibahas tentang kehidupan tokoh fiksi [[Tirto Adhi Soerjo]], seorang bangsawan Indonesia dan wartawan perintis. Buku ini bercerita tentang kehidupan Minke – narator orang pertama dan protagonis, berdasarkan tokoh Tirto Adhi Soerjo – setelah pindah dari [[Kota Surabaya|Surabaya]] ke [[Batavia]], ibu kota [[Hindia Belanda]]. Edisi asli dalam bahasa Indonesia diterbitkan pada tahun 1985 dan terjemahan [[Bahasa Inggris|bahasa inggris]] oleh Max Lane diterbitkan pada tahun 1990.
 
== Alur ==
Novel ini, seperti tetralogi, didasarkan pada kehidupan wartawan Indonesia [[Tirto Adhi Soerjo]] (1880-1918).{{Sfn|Coppola|1996}}{{Sfn|Publishers Weekly|1994}} Novel Ini – Edisi ketiga dari tetralogi – mencakup periode 1901 sampai tahun 1912 dan terletak di pulau [[Jawa]], [[Hindia Belanda|Hindia belanda]] (sekarang Indonesia).{{Sfn|Publishers Weekly|1994}} Sang protagonis, juga narator, Minke (pemfiksian dari Tirto) meninggalkan Surabaya, tempat ia belajar di sekolah tinggi bergengsi, untuk pergi ke Betawi (atau [[Batavia]]), ibu kota Hindia Belanda, untuk melanjutkan pendidikan.{{Sfn|Coppola|1996}} Di sana ia masuk sekolah [[School tot Opleiding van Indische Artsen|STOVIA]], sebuah sekolah dokter untuk pribumi, satu-satunya jalan pendidikan lebih tinggi yang tersedia untuk pribumi di Hindia Belanda masa itu.{{Sfn|Lane|1990}} Ia terus mengalami kebijakan kolonial yang rasis; misalnya, ia tidak diperbolehkan untuk memakai gaun Eropa, melainkan harus memakai baju adat.{{Sfn|Kirkus Reviews|1994}} Saat belajar di sana, ia bertemu dengan Mei, aktivis Cina yang bekerja membentuk sebuah organisasi untuk [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa di Hindia belanda]].{{Sfn|Kirkus Reviews|1994}} Mereka kemudian menikah tetapi Mei segera meninggal karena [[malaria]].{{Sfn|Kirkus Reviews|1994}}
 
Setelah kematian Mei, Minke terus ditarik ke politik dan berbagai bentuk akar rumput organisasi politik untuk pribumi Hindia belanda.{{Sfn|Publishers Weekly|1994}}{{Sfn|Kirkus Reviews|1994}} Salah satu organisasi ini bernama [[Sarekat Islam|Sarekat Dagang Islam]] (''Islamic Merchant Union''), yang kemudian menjadi [[Sarekat Islam]] ([[Persatuan Islam]]); dalam kehidupan nyata organisasi ini dikenal sebagai organisasi akar rumput pribumi pertama di Hindia belanda.{{Sfn|Spars|2004}} Tulisan-tulisan Minke yang kritis terhadap pemerintah Hindia Belanda, dan nilai yang buruk menyebabkan ia diusir dari sekolah kedokteran.{{Sfn|Kirkus Reviews|1994}}{{Sfn|Coppola|1996}} Ia kemudian menyadari bahwa hasratnya tidak terletak pada obat-obatan, tetapi menjadi seorang jurnalis. Ia mendirikan majalah pertama dan kemudian koran pertama yang dimiliki dan dioperasikan oleh penduduk asli.{{Sfn|Kirkus Reviews|1994}} Sebagai penulis dan editor, ia mencoba untuk menanamkan politik dan pengetahuan sosial untuk sesama pengikutnya.{{Sfn|Coppola|1996}} Dia juga bertemu dan menikahi seorang bangsawan wanita yang diasingkan, yang ia cintai dan menemukan kebahagiaannya.{{Sfn|Coppola|1996}} Dalam kehidupan jurnalis dan berorganisasinya banyak cobaan dan tantangan yang datang dari Pemerintah Hindia Belanda, kelompok pedagang Cina, kelompok pedagang Arab, golongan blasteran Indo-Belanda, dan dari golongan pribumi yang kurang sepaham dengannya.
 
Setelah rekan-rekan muda di surat kabar mempublikasikan editorial sangat penting tentang [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Gubernur Jenderal]], surat kabar dilarang dan Minke ditangkap.{{Sfn|Lane|1992}} novel ini berakhir saat ia dibawa ke pengasingan di luar Jawa dan dipaksa untuk meninggalkan istrinya.{{Sfn|Lane|1992}} Alur cerita ini kemudian berlanjut di Edisi keempat dari tetralogi, ''[[Rumah Kaca (novel)|Rumah Kaca]]''.{{Sfn|Lane|1992}}
 
== Pengembangan ==
Seperti buku-buku sebelumnya dari [[Tetralogi Buru]], Pramoedya memulai ''Jejak Langkah'' sebagai sebuah narasi lisan dengan tahanan lain, sementara ia menjadi seorang tahanan politik di [[Pulau Buru|Buru]].{{Sfn|Lane|1990}} Ia dipenjarakan tanpa pengadilan oleh [[Orde Baru|Suharto administrasi]] selama empat belas tahun, yang dituduh bersimpati dengan komunis dan terlibat dalam [[Gerakan 30 September|upaya kudeta 1965]].{{Sfn|Coppola|1996}} Mengingat kurangnya bahan, dia mendasarkan rincian tentang Hindia belanda pada masa pergantian abad ke-20 pada memori dari penelitian historis selama tahun 1960-an.{{Sfn|Lane|1990}} Kemudian ia diizinkan untuk menulis, dan menulis tetralogi ini.{{Sfn|Lane|1990}}<ref>{{Cite web|url=http://progressive.org/magazine/pramoedya-ananta-toer-interview/|title=Pramoedya Ananta Toer Interview|last=Rothschild|first=Matthew|date=12 April 1999|website=[[The Progressive]]|access-date=24 April 2017}}</ref> Sebelum buku ini diterbitkan, dia juga menerbitkan cerita [[Nonfiksi|non-fiksi]] tentang Tirto Adhi Soerjo.{{Sfn|Lane|1990}}
 
Buku ini diterbitkan di Indonesia sebagai ''Jejak Langkah'' pada tahun 1985{{Sfn|Spars|2004}} dan diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh Max Lane pada tahun 1990.{{Sfn|Coppola|1996}}{{Sfn|Lane|1990}}