| birth_place = Kampung Kauman, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Hindia Belanda
| death_date = 1980
| death_place = Kampung Kauman, Kalurahan Ngupasan, KemantrénKemantren Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
| death_cause =
| resting_place = Makam Karangkajen
Baris 60:
== Latar belakang keluarga ==
Raden Hariya Muhammad Sangidu adalah putra dari Kiai Ma’ruf Ketib Tengah Amin dan Nyai Sebro (Raden Nganten Ketib Amin).{{sfnp|Hidayat, dkk|2013|p=31|ps=}} Dia dilahirkan pada 1883 di Kampung Kauman.{{efn|Kampung Kauman Yogyakarta berlokasi di wilayah ''ndalem'' keraton dan secara administratif merupakan bagian dari Kalurahan Ngupasan, KemantrénKemantren Gondomanan ({{harvnb|Depari|2012|pp=15}}).}}{{sfnp|Hoedyana Wara|1985|p=17|ps=}} Sangidu merupakan anak pertama dari lima bersaudara yang memiliki adik-adik bernama Raden Hariya Muhsin, Raden Nganten Muhsinah, Raden Hariya Ali, dan Raden Hariya Syarkowi. Ayahnya adalah anak kedua dari sepuluh orang anak Kiai Maklum Sepuh atau Kiai Penghulu Muhammad Maklum Kamaluddiningrat (Kepala Penghulu Kesultanan Yogyakarta ke-9),{{sfnp|Hidayat, dkk|2013|p=31|ps=}}{{sfnp|Rohman|2019|p=205|ps=}} sedangkan ibunya merupakan anak keempat dari Kanjeng Raden Tumenggung Ronodirdjo dari istri ketiganya yang bernama Gentang Pakem. Ronodirdjo sendiri adalah seorang pejabat Bupati Anom Patih Danuredjo atau wakil bupati di Kesultanan Yogyakarta.{{sfnp|Hidayat, dkk|2013|p=30–32|ps=}} Sangidu juga merupakan ''sedulur'' ''gawan'' dengan Ahmad Dahlan yang kelak akan menjadi pendiri [[Muhammadiyah]]. ''Sedulur gawan'' sendiri merupakan saudara dari hasil pernikahan antara janda dan duda yang masing-masing membawa anak. Anak bawaan tersebut lantas menjadi saudara.{{sfnp|Darban|2000|pp=117}}