Teungku Fakinah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Fadli Idris (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{rapikan}}
 
{{paragraf pembuka}}
Teungku Fakinah denganadalah namaseorang singkatnyawanita disebutyang denganmenjadi Teungkuulama Fakibesar adalahdengan seorangnama wanitasingkatnya yangdisebut menjadiTeungku ulamaFaki besar, pahlawan perang yang ternama dan pembangunan pendidikan ulung. Beliau dilahirkan sekitar tahun 1856 M, di Desa Lam Diran kampung Lam Beunot (Lam Krak). Dalam tubuh Beliau mengalir darah ulama dan darah penguasa/bangsawan. Ayahnya bernama Datuk Mahmud seorang pejabat pemerintahan dalam zaman [[Sultan Alaidin Iskandar Syah]]. Sedangkan ibunya bernama Teungku Muhammad Sa'at yang terkenal dengan [[Teungku Chik Lam Pucok]], pendiri Dayah Lam Pucok, tempatnya pernah [[Teungku Chik Ditiro]] Muhammad Saman belajar.
 
== Riwayat Keturunan ==
 
Sesudah Teungku Fakinah dewasa, dalam tahun [[1872]] dikawinkan dengan Teungku Ahmad dan Aneuk Glee oleh orang kampung Lam Beunot. Teungku Ahmad yang dipanggil Teungku Aneuk Glee ini membuka satu Deah/perguruan (pesantren) yang dibiayai oleh mertuanya Teungku Muhammad Sa'at atas dukungan orang Lam Beunot dan Imuem Lam Krak. Pesantren ini banyak dikunjungi oleh pemuda dan pemudi dari tempat lain disekitar Aceh Besar, bahkan ada juga yang datang dari Pidie. Tatkala menentang serangan I Belanda, Teungku Imam Lam Krak serta Tengku Ahmad/Teungku Aneuk Glee tarot dalam pasukan VII Mukim baet mempertahankan Pantai Cermin tepi laut Ulee Lheu yang di komandokan oleh panglima Polem Nyak Banta dan Rama Setia.
 
Dalam pertahanan perang itu pada tanggal 8 April 1873 tewaslah Panglima perang besar Rama Setia, Imeum Lam Krak, Tengku Ahmad Anuek Glee suami dari Tengku Fakinah dalam membela Tanah Air.
Baris 13:
Anggota Badan Amal Sosial ini menjadi sangat giat dalam mengumpulkan sumbangan rakyat yang berupa perbekalan berupa padi dan uang. Selain dari anggota yang bergerak mengumpulkan perbekalan peperangan, bagi anggotaanggota yang tinggai di tempat, mereka sibuk mempersiapkan makanan untuk orang yang datang dari luar seperti Pidie, Meureudu, Salamanga, Peusangan dan lain-lain untuk membantu perang dan menuangkan timah untuk pelor senapan, semua pekerjaan itu dibawah pimpinan Teungku Fakinah.
 
Teungku Fakinah merupakan Panglima Perang melawan agresi [[Belanda]], tidak mau tetap dikediamannya, bahkan hilir mudik keseluruh segi tiga [[Aceh Besar]] untuk menjalankan Diplomasi, mendatangi rumah orang-orang besar dan orang-orang kaya untuk meminta zakat dalam rangka membantu peperangan [[Aceh]] yang sedang berkecamuk. Dan kegiatan yang dilakukannya itu, memperoleh hasil yang lebih besar yang kemudian disalurkan sebagai biaya peperangan.
 
== Kuta Pertahanan Wanita/Benteng Pertahanan Wanita ==
 
Ketika musuh menguasai Kuta Raja (Banda Aceh Sekarang), maka pertahanan berpindah ke Kuta ke kota Lam Bhouk, Pagar Aye (Lhung Bata), maka dalam tahun [[1883]] pertahanan itu dapat dikuasai oleh musuh. Untuk mengantisipasi hal ini maka Tengku Syech Saman yang disebut Tengku Tjik Di Tiro memperkuat lagi pertahanan Kuta Aneuk Galong bekas Kuta Panglima Polem Nyak Banta, yang dulunya telah di rampas oleh pihak Belanda yaitu pada tahun 1878. Maka dengan demikian serentaklah dari masing-masing pemimpin peperangan mendirikan kutakuta lain, seperti halnya Tengku Empee Trieng (Kuta Karang), Tengku Pante Kulu (Kuta Tuanku) dan lain-lain. Sementara itu di Lam Krak didirikan 4 buah Kuta (Benteng Pertahanan) di bawah Komando Tengku Fakinah, yang masing-masing di pimpin oleh seorang komandan bawahan, yaitu:
 
# Kuta Lam Sayun, dipimpin oleh Tengku Pang M. Saleh.
Baris 69:
Semenjak itu Teungku Fakinah tidak lagi membuat kuta (benteng), namun hanya bergerilya basama-sama Pocut lam gugob istri dari Tuanku Hasyim banta Sultan, Pocut Awan yaitu ibu dari Tengku Panglima Polem dan dengan wanita-wanita lain yang masih aktif bergerilya mengikuti jejak suaminya mengarungi hutan belantara, berpindah-prndah sampai kepegunungan Pasai, dan Gayo Luas, serta tempat-tempat lain disekitar Laut Tawar, dalam pengawasan Tengku Nyak Mamat Peureulak. Sekalipun Teungku Fakinah tidak lagi memegang peranan sebagai Panglima Perang, namun beliau tetap aktif dalam bidang pendidikan agama, terutama mengajar wanita-wanita yang turut bergerilya dengan cara berpindahpindah.
 
Kembali ke Lam Krak Sesudah Teuku Panglima Polem Muhammad Daud dan Teuku Raja Keumala dapat ditundukkan oleh Van Heutz, maka pada tanggal [[21 Mei 1910]] atas permintaan
Teuku Panglima Polem, supaya Teungku Fakinah pulang kembali ke kampung halaman untuk membuka kembali deah/pesantren di Beuha (Lam Krak). Dengan demikian pada tahun 1911 Teungku Fakinah kembali ke Lam Krak dan membuka kembali Deah/Pesantren, yang mendapat sambutan baik dari masyarakat umum. Dalam pembangunan pesantren ini, banyak pihak masyarakat dengan secara sukarela mengeluarkan zakat dan sumbangan pribadi, sehingga pembangunan ini berjalan dengan lancar. Setelah deah ini berdiri, maka banyak yang berdatangan
dari berbagai penjuru Aceh seperti halnya : seluruh pelosok 3 segi Aceh Besar, Meulaboh, Calang, Aceh Timur, Pidie dan Samalanga, terutama janda-janda dan gadis-gadis untuk belajar mengaji ke Lam Krak.
Baris 77:
 
== Naik Haji ==
Dalam tahun 1914 Teungku Fakinah berhasrat untuk menunaikan rukun kelima yaitu naik Haji. Sebelum beliau berangkat terlebih dahulu mencari muhrimnya. Dengan demikian beliau kawin dengan seorang yang bernama Ibrahim, yang merupakan suaminya yang ketiga. Dalam bulan Juli 1915 beliau berangkat menuju tanah suci [[Mekkah]]. Di Mekkah beliau menumpang di rumah wakaf Aceh, jalan Kusya Syiah yang diurus oleh Syech Abdul Gani yang berasal dari Aceh Besar. Selesai melaksanakan rukun Haji, beliau masih menetap di Mekkah untuk menuntut ilmu Pengetahuan sekaligus memperdalam ilmu Fikih pada Teungku Syech Muhammad Saad yang berasal dari Peusangan. Kuliah yang diberikan oleh gurugurunya dilakukan didalam Masjidil Haram Mekkah kepada murid-muridnya.
 
Selama tiga tahun berada di Mekkah untuk memperdalam ilmunya, ketika memasuki tahun ke-4 di Mekkah, suami beliau yaitu Ibrahim meninggal dunia di Mekkah. Maka pada tahun [[1918]] Teungku Fakinah kembali ke Aceh, setibanya di Lam Krak disambut dengan meriah oleh murid-muridnya, dan ketika itupulalah beliau memimpin kembali Deah/Pesantren yang selama ini ditinggalkan, dan mengembangkan semua ilmu pengetahuan yang dituntut di Mekkah kepada muridmuridnya. Teungku Fakinah Mangkat Pada tanggal 8 Ramadhan 1359 H atau tahun [[1938]] M, Teungku Fakinah sebagai Pahlawan dan Ulama Wanita Aceh menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah kediamannya di kampung Beuha Mukim Lam Krak dalam usia 75 tahun.
 
Dengan meninggalnya Teungku Fakinah, maka telah tertanam duka cita yang sangat mendalam khususnya bagi masyarakat Mukim Lam Krak, VII Mukim Baet, yang meliputi seluruh murid-muridnya dan simpatisan seluruh Aceh Besar, bahkan daerah Aceh Timur, Aceh Barat, dan Pidie, sehingga berdatangan dari segala penjuru di atas ke rumah duka/Deah untuk menyatakan rasa duka cita dan berlangsung