Pegawai negeri: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Teddy s (bicara | kontrib)
Teddy s (bicara | kontrib)
Baris 113:
Pada masa [[Orde Baru]], PNS dipolitisasi dengan cara monoloyalitas terhadap [[Golkar]], yang menjadikan PNS dari sebagai abdi masyarakat menjadi abdi penguasa. Secara formal pegawai negeri memang tidak dipaksa menjadi anggota dan memilih Golkar dalam pemilihan umum, namun pada kenyataannya mereka dimobilisasi untuk memenangkan Golkar. Kebijakan monoloyalitas pegawai negeri kepada pemerintah dalam prakteknya diselewengkan menjadi loyalitas tunggal kepada Golkar.
 
Setelah adanya [[Sejarah Indonesia (1998-sekarang)|Reformasi 1998]], terjadi perubahan paradigma kepemerintahan. PNS yang sebelumnya dikenal sebagai alat kekuasaan pemerintah, kini diharapkan menjadi unsur aparatur negara yang profesional dan netral dari pengaruh semua golongan dari [[partai politik]] (misalnya menggunakan fasilitas negara untuk golongan tertentu) serta tidak [[Diskriminasi|diskriminatif]] dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas tersebut, pegawai negeri dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik. PNS memiliki hak memilih dalam [[Pemilu]], sedangkan anggota [[TNI]] maupun Polri, tidak memiliki hak memilih atau dipilih dalam Pemilu.
 
=== Peraturan monoloyalitas PNS ===