Salah satu (untuk tak mengatakan satu-satunya) bukti ilmiah keberadaan Syekh Jumadil Qubro berada di Padangan Bojonegoro. Tepatnya di puncak Gunung Jali, Tebon, Padangan, [[Kabupaten Bojonegoro|Bojonegoro]], Jawa Timur. Ini sesuai catatan ilmiah [[Abdurrahman Wahid|KH Abdurrohman Wahid]] dalam buku The Passing Over (1998), analisis ilmiah [[Agus Sunyoto|KH Agus Sunyoto]] dalam buku Atlas Wali Songo (2012), dan catatan ilmiah [[Thomas Stamford Raffles|Thomas Raffles]] dalam magnum opusnya, [https://en.m.wiki-indonesia.club/wiki/The_History_of_Java History of Java (1817)] yang secara empiris menyebut Syekh Jumadil Qubro menetap di [https://jurnaba.co/gunung-jali-mercusuar-mbah-jumadil-kubro-di-blora-dan-bojonegoro/ Gunung Jali Tebon Padangan], Bojonegoro, beserta jejak dakwahnya.
Namun, Syekh Jumadil Qubro yang ditulis The Passing Over (1998), Atlas Wali Songo (2012), dan History of Java (1817) adalah ayah dari Maulana Ibrohim Asmoroqondi. dalamMaulana versiIbrohim lainAsmoroqondi Babad Tuban makamnya beradadimakamkan di Dusun Gesikharjo, Desa Gesik, [[Palang, Tuban|Kecamatan. Palang]],Nama KabupatenAsmoroqondi Tuban.diyakini Sementaraberasal Maulanadari Malikkata IbrahimSamarkand makamnyasementara beradapendapat dilain [[Gapurosukolilo,menyebutkan Gresik,bahwa Gresik|DesaAsmoroqondi Gapurosukolilo, Gresik]].berasal Menurutdari [[Aguskata Sunyoto|KHSemarang. AgusKata Sunyoto]]Semarang dalamsekaligus bukunyamenjadi Atlaspenanda Walisongo,kelahiran Maulanatokoh Ibrohimtersebut Asmoroqondi (makam Tuban) dan Maulanasekaligus Malikmenjadi Ibrahimpetunjuk (makam Gresik)Syekh adalahJumadil dua figur ulamaQubro yang padaada akhirnya menimbulkan kebingungan dalam hal penelusuran riwayat asal usul dan keluarganya, disebabkan oleh rentang masa hidup yangdi samaSemarang.
=== Syiar Islam ===
Syekh Jumadil Qubro tiba di Nusantara bersamaan dengan ekspedisi Cheng Ho yang membawa komoditas perdagangan. Cheng Ho sendiri melakukan ekspedisi dagang dari Tiongkok hingga Kota Mekah. Di tiap-tiap daerah pelabuhan Cheng Ho menunjuk pemimpin-pemimpin Islam sebagai Syahbandar seperti Syekh Jumadil Kubro di Semarang, [[Maulana Ibrohim Asmoroqondi]] di Tuban dan Syarif Abdul Aziz di Peurlak Aceh. Maulana Ibrohim Asmoroqondi menurunkan Sunan Ampel yang menjadi Syahbandar Surabaya sementara Syarif Abdul Aziz menurunkan Syarif Abdullah yang menjadi Syahbandar Malaka.
Syekh Jumadil Qubro dan anaknya [[Sunan Gresik|Maulana Malik Ibrahim]] dan [[Maulana Ishaq]] datang ke pulau [[Jawa]]. Kemudian mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro di Jawa, Maulana Malik Ibrahim di [[Kerajaan Champa|Champa]] kemudian mengislamkan raja [[Kerajaan Champa]], dan adiknya [[Maulana Ishaq]] di [[Aceh]] menyebarkan Islam di wilayah [[Kesultanan Samudera Pasai|Kesultanan Samudra Pasai]].<ref>{{Cite journal|first=Isno|date=Mei 2015|title=Syekh Jumadil Kubro dan Pendidikan Islam Masa Majapahit|url=https://jurnalpai.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpai/article/download/39/39/|journal=Jurnal Pendidikan Agama Islam|volume=03|issue=01|pages=59-80}}</ref>
Ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis, keturunan Syarif Abdullah mundur ke Pulau Jawa dan mendirikan kesyahbandaran baru di Sunda Kelapa dan Banten. Keturunan Syarif Abdul Aziz yang lain yaitu Ali Mughayat Syah kemudian mendirikan Kesultanan Aceh Darusalam. Pendirian Kesultanan Aceh Darusalam sekaligus menandai berakhirnya Kesultanan Samudera Pasai di Aceh.
Jumadil Qubro merupakan kunci dari penyebaran Islam di Jawa yang sebelumnya masyarakat Jawa banyak yang menganut [[Buddhisme dan Hinduisme|Agama Buddha dan Hindhu]]. Dakwah Syekh Jumadil Kubro pada masa awal di tanah Jawa yaitu di [[Majapahit]]. Waktu itu para warga dan nayaka praja (pegawai kerajaan) Majapahit masih menganut Agama Hindhu, Selain itu masyarakat pada masa tersebut juga masih banyak yang menganut [[Animisme]] dan [[Dinamisme (kepercayaan)|Dinamisme]].<ref>{{Cite web|title=Walisongo|url=https://web.archive.org/web/20111114142918/http://www.seasite.niu.edu/indonesian/islam/walisongo.htm}}</ref> Karena keuletan dan sikapnya yang baik, maka Syekh Jumadil Kubro banyak mendapat simpati dari para pegawai kerajaan di Majapahit. Cara dakwahnya yang lembut, sabar namun serius, menjadikan sosoknya disukai banyak orang. Tidak heran, jika makam Syekh Jumadil Qubro di Mojokerto ada diantara para punggawa praja Majapahit seperti Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, [[Sunan Ngudung]] (ayah [[Sunan Kudus]]), dan diantara makam Patih dan Senopati yang ada di komplek pemakaman Trowulan.
Meskipun Kesultanan Samudera Pasai telah runtuh, anak keturunannya tetap melanjutkan pemerintahan di Jawa. Sunan Giri yang dikenal sebagai Joko Samudro mendirikan Giri Kedaton di Gresik.
=== Referensi ===
|