Suku Tanjung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Batubiru (bicara | kontrib)
Batubiru (bicara | kontrib)
Baris 73:
{{utama|Perantau Minang}}
[[Berkas:Buka-cabang-di-amsterdam-dpr-apresiasi-ekspansi-bni-gql.webp|thumb|left|Legislator asal Sumatera Barat Andre Rosiade mengunjungi Restoran Padang di Den Haag, Belanda, Warung Makan Lapek yang dikelola oleh perantau Minang Uni Suprapti Tanjung<ref>{{Cite web|title=Buka Cabang di Amsterdam, DPR Apresiasi Ekspansi BNI|url=https://ekbis.sindonews.com/read/807993/178/buka-cabang-di-amsterdam-dpr-apresiasi-ekspansi-bni-1656076014|website=SINDOnews Ekbis|language=id-ID|access-date=2024-08-14}}</ref>]]
Masyarakat Minangkabau semenjak zaman dahulu dikenal sebagai masyarakat perantau<ref>{{Cite journal|last=Romli|first=Khomsahrial|date=2019-09-09|title=DINAMIKA IDENTITAS BUDAYA PERANTAU ETNIS MINANGKABAU DI BANDAR LAMPUNG|url=http://dx.doi.org/10.24042/komunika.v2i1.4755|journal=KOMUNIKA|volume=2|issue=1|pages=29–41|doi=10.24042/komunika.v2i1.4755|issn=2615-5206}}</ref>. Tradisi ini menjadi menjadi semacam kewajiban bagi mereka yang mulai beranjak usia dewasa. Tradisi merantau di Minangkabau sudah ada sejak abad ke-7 ketika para pedagang Minangkabau meninggalkan kampung halaman mereka untuk berjualan emas di Jambi dan ikut mendirikan Kerajaan Melayu<ref>{{Cite journal|last=Sellato|first=Bernard|date=2000-07-20|title=Didier Millet, Indonesian Heritage [a series of ten volumes, with various editors]|url=http://dx.doi.org/10.4000/moussons.5743|journal=Moussons|issue=2|doi=10.4000/moussons.5743|issn=1620-3224}}</ref>.
 
Sebagai sebuah tradisi, merantau mengacu pada beberapa ajaran yang terkandung dalam petata petitih, yaitu peribahasa yang dikenal sebagai sastra Melayu. Karya sastra dalam petata petitih dapat berisi nasihat, pandangan, pedoman untuk kehidupan yang lebih baik, dan tuntunan hubungan sosial dalam masyarakat. Masyarakat adat Minangkabau sering menggunakan petata petitih untuk menyampaikan nasihat kepada keturunan mereka<ref>{{Cite journal|last=Siregar|first=Fatahuddin Aziz|last2=Yulika|first2=Febri|last3=Nofialdi|first3=Nofialdi|last4=Harahap|first4=Ikhwanuddin|last5=Ridwan|first5=Benny|last6=Syahputra|first6=Iswandi|date=2022-06-16|title=Merantau in The Ethnic Tradition of Minangkabau: Local Custom Without Sharia Basis?|url=https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/samarah/article/view/9954|journal=Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam|language=en|volume=6|issue=1|pages=115–138|issn=2549-3167}}</ref>