Pierre Tendean: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh 112.78.164.171 (bicara) ke revisi terakhir oleh Magioladitis
Tag: Pengembalian
Baris 53:
Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, pasukan [[Gerakan 30 September]] (G30S) mendatangi rumah dinas Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di paviliun yang berada di belakang rumah dinas Jenderal Nasution dibangunkan oleh Yanti Nasution (putri sulung Nasution) setelah dia mendengar suara tembakan dan keributan. Tendean pun mengambil senjata [[M1 Garand|garandnya]] dan keluar untuk memeriksa keadaan di luar. Menurut kesaksian [[Ajun Komisaris Polisi|AKP]] Hamdan Mansjur, ajudan Nasution yang bertugas bersama Tendean pada malam itu, dan Alpiah, pengasuh Ade Irma Nasution (putri bungsu Nasution), pada waktu Tendean keluar dia disergap oleh penculik. Dia kemudian berkata, "Saya ajudan Nasution". Yang mendengar pernyataan Tendean tersebut mungkin tidak sepenuhnya mendengar kata "ajudan" dan ditambah keadaan penerangan yang gelap sehingga mereka mengira Tendean adalah Nasution sendiri. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 72–74.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 197, 200, 201.</ref>
 
Tendean lalu dibawa ke sebuah rumah di daerah [[Lubang Buaya]]. Dia disiksa dan ditembak mati, laludan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama keenam perwira lainnya.{{sfn|Luhulima|2006|p=73}} Pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah-jenazah dalam sumur di Lubang Buaya diangkat oleh prajurit-prajurit [[KKO]] dan [[Komando Pasukan Khusus|RPKAD]]. Kopral Anang dari RPKAD ditugaskan mengangkat jenazah yang paling atas di dalam sumur. Jenazah pertama yang diangkat itu adalah jenazah Pierre Tendean.<ref>[[#masykuri2019|Masykuri (1983)]], hlm. 89.</ref><ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 251.</ref> Jenazah-jenazah kemudian dibawa ke [[Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto|Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat]] (RSPAD) untuk dilakukan pemeriksaan berdasarkan perintah Panglima [[Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat]] (KOSTRAD) [[Soeharto|Mayjen Soeharto]]. [[Lim Joey Thay|Dr. Lim Tjoe Thay]] (kemudian dikenal dengan nama Indonesia dr. Arief Budianto) yang memeriksa jenazah Tendean.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 23, 25.</ref> Pada waktu itu, dr. Budianto adalah seorang lektor Ilmu Kedokteran Kehakiman di Universitas Indonesia. Hasil ''[[visum et repertum]]'' menyatakan bahwa pada jenazah Tendean terdapat empat luka tembak yang masuk dari bagian belakang dan dua luka tembak yang keluar pada bagian muka. Selain itu, luka-luka lecet terdapat di dahi dan tangan kiri, dan pada kepala terdapat tiga luka menganga karena kekerasan tumpul.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 33, 37.</ref>
 
Pada tanggal 5 Oktober 1965, Tendean bersama keenam perwira lainnya dimakamkan di [[Taman Makam Pahlawan Kalibata]]. Prosesi pemakaman dimulai dari Markas Besar AD. Peti jenazah Tendean diangkut di atas panser Saracen dengan dikawal oleh Direktur Zeni AD Brigjen Dandi Kadarsan.<ref>[[#besman2019|Besman, et al. (2019)]], hlm. 266.</ref>