Komunitas Utan Kayu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sejarah
Tag: menambah kata-kata yang berlebihan atau hiperbolis VisualEditor
Serigala Sumatera (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 26194289 oleh 36.70.103.80 (bicara)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 1:
{{refimprove|date=Desember 2017}}
'''Komunitas Utan Kayu''' organisasi yang terdiri dari [[Teater Utan Kayu]], [[Galeri Lontar]], dan [[Jurnal Kebudayaan Kalam]] – ketiganya bergerak di lapangan kesenian. Bila diperluas lagi, Komunitas Utan Kayu juga meliputi lembaga-lembaga lain seperti [[Institut Studi Arus Informasi]], [[Kantor Berita Radio 68 H]], dan [[Jaringan Islam Liberal]].
Sampai dengan hari ini Komunitas Utan Kayu telah berjalan melalui ragam kegiatan selama lebih dari 20 tahun. Pada 25 September 2014 Komunitas Utan Kayu disahkan menjadi perseroan terbatas untuk melanjutkan sejarah serta visi dan misi para pendiri. Komunitas Utan Kayu diteruskan dengan pengelolaan kegiatan yang lebih rasional serta berkelanjutan.
 
PT. Komunitas Utan Kayu didirikan untuk melanjutkan sejarah dan sepak terjang Komunitas Utan Kayu (KUK) yang sebelumnya bukan berbentuk perusahaan. Pada awalnya, nama Komunitas Utan Kayu merujuk pada sekumpulan kegiatan di bidang jurnalisme, kesenian, pemikiran, dan mengusung nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, yang dilakukan oleh perseorangan maupun institusi yang bertempat di kompleks perkantoran di jalan Utan Kayu Raya No.68H. Lembaga yang pernah bergiat antara lain, Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Yayasan Utan Kayu (YUK), PT Media Lintas Inti Nusantara (PT MLIN), dan produk-produknya antara lain pelatihan jurnalistik, penerbitan buku, penjualan buku di Toko Buku Kalam, pementasan di Teater Utan Kayu, pameran seni rupa di Galeri Lontar, dan produksi berita Kantor Berita Radio 68H. Aktivitas tersebut telah dimulai sejak sekitar tahun 1996.
 
Reformasi 1998 membawa perubahan besar di bidang politik, ekonomi, dan kemasyarakatan. Model pengelolaan kegiatan Komunitas Utan Kayu lama dianggap tidak cocok lagi dengan tantangan baru. Karena itu, para pegiat Komunitas sepakat untuk mendirikan perusahaan dengan nama yang sama, dengan tujuan bahwa visi misi lama diteruskan dengan pengelolaan kegiatan dan aset menjadi lebih rasional dan berkelanjutan.
 
PT. Komunitas Utan Kayu didirikan untuk menjalankan usaha di bidang jasa, perdagangan dan pariwisata. Disahkan oleh Notaris Virly Yusrini, S.H., M.Kn melalui Akta Nomor 7 tanggal 25 September 2014. Di Komunitas Utan Kayu kini terdapat aktivitas penyewaan ruang kantor, kuliner di Kedai Tempo dan penyelenggaraan acara di Teater Utan Kayu dan Beranda Utan Kayu
 
== Sejarah ==
Pada tahun [[1994]], tiga media cetak ditutup Pemerintah: [[Tempo]], [[Editor]], dan [[Detik]]. Inilah yang merangsang insiatif untuk membangun Komunitas Utan Kayu. Maka berdirilah Institut Studi Arus Informasi ([[1995]]) dan Galeri Lontar ([[1996]]) di sebuah kompleks bekas rumah-toko di Jalan Utan Kayu 68-H Jakarta Timur. Menyusul kemudian, Teater Utan Kayu ([[1997]]).
Ketika masa Orde Baru masih berjalan, sensor terhadap dunia pers sangat keras. Pemerintah yang saat itu dipimpin oleh Presiden Soeharto membredel 3 (tiga) media cetak. Tepatnya 21 Juni 1994 majalah Tempo, Editor dan tabloid Detik dilarang terbit. Pemerintah Orde Baru beralasan pemberitaan Tempo mengenai indikasi korupsi dalam pembelian kapal perang eks Jerman Timur bisa membahayakan stabilitas nasional.
 
Goenawan Mohamad, pendiri dan saat itu masih menjabat sebagai pemimpin redaksi Tempo, mengatakan, “Kita boleh kalah, tapi tidak boleh takluk.” Bersama dengan pendiri Tempo lainnya, Goenawan Mohamad memutuskan tidak akan tinggal diam dalam merespon sikap sepihak pemerintah tersebut. Peristiwa itu merupakan tonggak awal perlawanan memperjuangkan kebebasan pers.
 
Sembari menggugat pemerintah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, Goenawan Mohamad dan pemimpin redaksi Suara Pembaruan Aristides Katoppo, peneliti LIPI Mochtar Pabottinggi, jurnalis senior Radio Mara Mohamad Sunjaya, praktisi komunikasi UGM Ashadi Siregar, serta beberapa tokoh pers lainnya mendirikan Komunitas Utan Kayu, sebuah komunitas yang mewadahi kegiatan-kegiatan berekspresi melalui teater, galeri, kantor berita radio, toko buku, dan ruang kerja. Sebuah kafe yang ada di Komunitas Utan Kayu diberi nama “Kedai Tempo”.
 
Lima bulan setelah Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden, majalah Tempo terbit kembali pada 6 Oktober 1998. Terbitan perdana pasca pembredelan, Tempo menghadirkan laporan utama tentang pemerkosaan terhadap sejumlah perempuan Cina saat Kerusuhan Mei 1998.
 
Di Komunitas Utan Kayu berdiri Institut Studi Arus Informasi (ISAI), yang menerbitkan buku-buku dan membangun jaringan pers alternatif. ISAI juga menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi mahasiswa bidang komunikasi untuk pergerakan pro·demokrasi. Ketika rezim Soeharto runtuh dan gerbang kemerdekaan pers mulai terbuka, ISAI memprakarsai berdirinya Rumah Produksi Berita Radio dengan nama Kantor Berita Radio 68H. Kantor berita radio ini memproduksi berita dan menyebarluaskannya melalui internet untuk radio-radio di seluruh Indonesia.
 
Komunitas Utan Kayu juga mendirikan Galeri Lontar, sebuah galeri yang mendukung tema-tema eksperimental. Bulan Agustus 1997, di galeri ini diresmikan sebuah ruang teater dengan nama Teater Utan Kayu (TUK) berkapasitas 150 penonton. TUK menekankan perkembangan seni pertunjukan yang tidak komersial dan memberi tempat pada perdebatan pemikiran bebas. Di tempat ini pula, muncul jurnal kebudayaan KALAM (pertama kali terbit Februari 1994), yang memuat karya sastra (puisi sampai petikan novel) dan karya telaah (esai) dari berbagai disiplin.
 
Dalam perjalanan beraktivitas, Komunitas Utan Kayu pernah mengalami peristiwa yang menggegerkan, 15 Maret 2011 sebuah bom buku dikirimkan oleh oknum tidak bertangggung jawab yang ditujukan kepada salah satu pegiat Komunitas Utan Kayu, Ulil Abshar Abdalla. Bom tersebut melukai 3 (tiga) orang, salah satunya Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur, Kompol Dodi Rahmawan yang terluka parah di pergelangan tangan. Atas peristiwa itu, Tosca Santoso, salah satu pendiri Komunitas Utan Kayu mengatakan, “Kita merasa berduka, tapi kita juga tidak akan gentar, dan tetap akan terus beraktivitas“.
 
== Pranala luar ==