Perang Salib Pertama: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 5 books for Wikipedia:Pemastian (20240809)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 25:
}}
 
'''Perang Salib Pertama''' (1096–1099) adalah perang pertama dari serangkaian perang agama, atau [[Perang Salib]], yang digagas, didukung, dan diarahkan oleh [[Gereja Latin]] pada [[Abad Pertengahan]]. Tujuannya adalah merebut kembali [[Tanah Suci]] dari [[Penaklukan Suriah oleh Muslim|kekuasaan Islam]]. Meskipun Yerusalem telah dikuasai oleh Muslim selama ratusan tahun, berkuasanya [[Kesultanan Seljuk|Seljuk]] di wilayah tersebut pada abad ke-11 memunculkan kekhawatiran mengenai keselamatan penduduk Kristen di Yerusalem, menghalangi peziarahan dari Dunia Barat, dan mengancam keberlangsungan Kekaisaran Bizantium. Gagasan awal Perang Salib Pertama bermula pada tahun 1095 ketika [[Daftar kaisar Romawi Timur|Kaisar Bizantium]] [[Aleksius I Komnenus]] meminta dukungan militer dari [[Konsili Piacenza]] untuk berperang denganmelawan Turki Seljuk. Sokongan juga diberikan oleh [[Konsili Clermont]] setelah [[Paus Urbanus II]] menyatakan dukungannya terhadap Kekaisaran Bizantium dan mengajak umat Kristen yang beriman untuk melakukan ziarah bersenjata ke [[Yerusalem]].
 
Seruan Sri Paus disambut dengan bergelora oleh segenap rakyat di Eropa Barat. Ribuan umat Kristen, yang kebanyakannya adalah rakyat jelata, dipimpin oleh imam Prancis [[Peter sang Pertapa]], menjadi kalangan pertama yang menanggapi seruan Paus. Rombongan tersebut kemudian berarak melintasi Jerman dan melancarkan berbagai tindakan anti-Yahudi, seperti [[Perang Salib Jerman, 1096|pembantaian Rhineland]]. Konflik-konflik yang terjadi pada masa itu dikenaldinamai dengan [[Perang Salib Rakyat]]. Saat hendak menyeberangi wilayah Bizantium di [[Anatolia]], pasukan tersebut disergap dan dihabisi oleh kafilah Turki yang dipimpin oleh Sultan Seljuk [[Kilij Arslan I]] dalam [[Pertempuran Civetot]] pada bulan Oktober 1096.
 
Kalangan bangsawan Eropa dan pasukannya berangkat pada akhir musim panas 1096 dan tiba di [[Konstantinopel]] antara bulan November dan April 1097. Rombongan tersebut terdiri dari bala tentara feodal yang dipimpin oleh para pangeran termasyhur di Eropa Barat: pasukan Prancis selatan dipimpin oleh [[Raymond IV dari Toulouse]] dan [[Adhemar dari Le Puy]]; pasukan dari [[Kadipaten Lorraine|Lorraine Hulu]] dan [[Lorraine Hilir|Hilir]] dipimpin oleh [[Godfrey dari Bouillon]] dan adiknya [[Baudouin I dari Yerusalem|Baldwin dari Boulogne]]; pasukan Italia-Norman dipimpin oleh [[Bohemond I dari Antiokhia|Bohemond dari Taranto]] dan keponakannya [[Tancredi dari Galilea|Tancred]]; serta sejumlah pasukan yang terdiri dari bala tentara Prancis utara dan Flandria di bawah pimpinan [[Robert Curthose]] dari Normandia, [[Étienne Henri II|Stephen dari Blois]], [[Hugues I dari Vermandois|Hugh dari Vermandois]], dan [[Robert II dari Flandria]]. Secara keseluruhan, jumlah serdadu [[tentara salib]] diperkirakan sebanyak 100.000 orang.
 
Tentara salib tiba secara bertahap di Anatolia. Dengan absennyaketiadaan Kilij Arslan, tentara salib berhasil memenangkan pertempuran awal setelah diserbunya Anatolia oleh bangsa Franka dan serangan laut oleh Bizantium semasa [[Pengepungan Nikea]] pada bulan Juni 1097. Pada bulan Juli, bala tentara salib memenangkan [[Pertempuran Dorilaeum]] melawan pemanah berkuda Turki. Seusai menempuh perjalanan sulit melintasi Anatolia, tentara salib memulai [[Pengepungan Antiokhia]], dan berhasil merebut kota tersebut pada bulan Juni 1098. Yerusalem, yang ketika itu berada di bawah kekuasaan [[Kekhalifahan Fatimiyah|Fatimiyah]], [[Pengepungan Yerusalem (1099)|dikepung dan direbut]] pada bulan Juli 1099 setelah para penduduknya dibantai dengan keji. Serangan balasan Fatimiyah berhasil dipukul mundur pada akhir 1099 dalam [[Pertempuran Ascalon]], yang mengakhiri Perang Salib Pertama. Seusai perang, sebagian besar tentara salib kembali ke kampung halamannya.
 
Empat [[Negara-negara tentara salib|negara tentara salib]] didirikan di Tanah Suci: [[Kerajaan Yerusalem]], [[County Edessa|Kepangeranan Edessa]], [[Kepangeranan Antiokhia]], dan [[County Tripoli|Kepangeranan Tripoli]]. Keberadaan tentara salib tetap dipertahankan di wilayah tersebut sampai runtuhnya benteng besar terakhir tentara salib dalam [[Pengepungan Akko (1291)|Pengepungan Akko]] pada tahun 1291. Setelah tentara salib kehilangan seluruh wilayahnya di [[Levant]], tidak ada lagi upaya nyata yang dilakukan untuk merebut kembali Tanah Suci.
 
==Konteks sejarah==
Negeri-negeri Kristen dan Muslim telah bertikai sejak berdirinya Islam pada abad ke-7. Satu abad setelah kematian nabi [[Muhammad]] pada tahun 632, tentara Muslim [[Yerusalem#Abad_Pertengahan_dan_kekhalifahan|merebut Yerusalem]] dan [[Levant]], [[Afrika Utara]], serta [[Semenanjung Iberia]], yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kristen. Pada abad ke-11, penguasa Kristen secara bertahap memulihkanmenghapuskan kembalipengaruh IberiaIslam daridi pengaruh IslamIberia melalui ''[[Reconquista]]'', tetapi keterikatan mereka dengan Tanah Suci telah memburuk. Penguasa Muslim di Levant sering kali memberlakukan aturan keras terhadap penganut Kristen.{{Sfn|Riley-Smith|1998|pp=37–38|loc=Holy Sepulcre, Holy War}}
 
Perang Salib Pertama adalah upaya dunia Kristen untuk membendung perluasan pengaruh Islam ke Tanah Suci dan Bizantium, terutama oleh Fatimiyah dan Seljuk. Di Eropa Barat, Yerusalem dianggap sebagai tempat layakpatut untuk menunaikan [[Peziarahan Kristen|peziarahan]] [[penebusan dosa]]. Meskipun kekuasaan Seljuk di Yerusalem lemah (yang kelak menyerahkan kota tersebut kepada Fatimiyah), para peziarah yang kembali ke Eropa melaporkan adanya kesusahan dan penindasan yang dialami oleh umat Kristen. Dukungan militer yang diperlukan oleh Bizantium bertepatan dengan meningkatnya jumlah prajurit di Eropa Barat yang bersedia menerima perintah perang dari kepausan.{{sfn|Riley-Smith|2005|pp=10–12|loc=The Birth of the Crusading Movement}}
 
===Situasi di Eropa===
Baris 44:
Pada abad ke-11, jumlah penduduk Eropa meningkat pesat akibat munculnya pembaruan di bidang teknologi dan pertanian yang memungkinkan berkembangnya perdagangan. [[Gereja Katolik]] telah menjadi lembaga yang sangat berpengaruh bagi peradaban Barat. Kehidupan masyarakat diatur melalui [[manorialisme]] dan [[feodalisme]], struktur politik dengan para kesatria dan bangsawan berutang pengabdian militer kepada para penguasa sebagai imbalan atas hak untuk menyewakan tanah dan manor.<ref>[[Sidney Painter|Painter, Sidney]] (1969). "[http://images.library.wisc.edu/History/EFacs/HistCrus/0001/0001/reference/history.crusone.i0016.pdf Western Europe on the Eve of the Crusades] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20230104204618/http://images.library.wisc.edu/History/EFacs/HistCrus/0001/0001/reference/history.crusone.i0016.pdf |date=4 January 2023 }}". In Setton, K., ''A History of the Crusades: Volume I''. hlm. 3–30.</ref>
 
Dalam rentang tahun 1050 sampai 1080, gerakan [[Reformasi Gregorian]] mengembangkan kebijakan yang semakin tegas demi memperluas kekuatan dan pengaruhnyapengaruh Katolik Roma. Hal tersebut memicu pertikaian dengan umat [[Kekristenan Timur]] yang tidak mengakui doktrin [[supremasi kepausan]]. Gereja Timur menganggap paus hanyalah satu dari [[Pentarki|lima patriark]] Gereja, bersama dengan patriark [[Patriark Aleksandria|Aleksandria]], [[Patriark Antiokhia|Antiokhia]], [[Patriark Ekumenis Konstantinopel|Konstantinopel]], dan [[Gereja Ortodoks Yunani Yerusalem|Yerusalem]]. Lantaran adanya perbedaan kebiasaan, kredo, dan praktik antar umat Kristen, [[Paus Leo IX]] mengirim utusan ke Patriark [[Mikael I Kerularius]] dari Konstantinopel pada tahun 1054, yang berakhir dengan pemisahan gereja dan [[Skisma Timur–Barat]].<ref>Adrian Fortescue (1912). "[[wikisource:Catholic Encyclopedia (1913)/The Eastern Schism|The Eastern Schism]]". In ''Catholic Encyclopedia''. '''13.''' New York: Robert Appleton Company.</ref>
 
Umat Kristen awal terbiasa menggunakan kekerasan untuk kepentingan komunalkeumatan. Teologi Kristen mengenai kewajiban berperang berkembang sejak kewarganegaraan Romawi dan Kekristenan dipersatukan. Warga negara diwajibkan berperang melawan musuh-musuh kekaisaran. Berawal dari pemikiran teolog abad ke-4, [[Agustinus dari Hippo]], doktrin [[Perang agama|perang suci]] mulai berkembang. Agustinus berpendapat bahwa [[perang agresi]] itu dosa, tetapi perang bisa dibenarkan jika dinyatakan oleh penguasa yang sah seperti raja atau uskup, untuk mempertahankan diri atau merebut kembali wilayah, dan tidak melakukan kekerasan berkelebihan. Terpecahnya [[Kekaisaran Karoling]] di Eropa Barat menyebabkan munculnya golongan prajurit yang saling bertempur sesama mereka sendiri. Tindakan kekerasan umumnya digunakan untuk penyelesaian sengketa, dan kepausan berusahaberupaya mengentaskan hal tersebut.{{sfn|Asbridge|2012|pp=14–15|loc=Warfare and Violence in Latin Europe}}
 
[[Paus Aleksander II]] mengembangkan sistem penerimaan prajurit melalui sumpahproses penyumpahan untuk membangun pasukan militer, yang kemudian diperluas oleh [[Paus Gregorius VII|Gregorius VII]] ke seluruh Eropa. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Gereja dalam menghadapi perseteruan antara Kristen dengan Muslim di [[Semenanjung Iberia]] dan melawan [[Penaklukan Italia Selatan oleh Norman|penaklukan Sisilia oleh Norman]]. Gregorius VII melangkah lebih jauh pada tahun 1074, yang berencana melibatkanmemanfaatkan kekuatan militer untuk memperkuat prinsip kedaulatan kepausan dalam perang suci mendukung Bizantium melawan Seljuk, tetapi tidak mendapatkan banyak dukungan. Teolog [[Anselmus dari Lucca]] mengambil langkah tegas sehubungan dengan ideologi tentara salib. Ia menyatakanmemaklumatkan bahwa berperang demi tujuan yang benar dapat mengampuni dosa.{{sfn|Runciman|1951|pp=83–92|loc=Holy Peace and Holy War}}
 
Di Semenanjung Iberia, tidak ada pemerintahan Kristen yang berpengaruh. Kerajaan Kristen [[Kerajaan Leon|León]], [[Kerajaan Navarra|Navarra]], dan [[Kepangeranan Catalonia|Catalonia]] tidak memiliki kesamaan identitas dan keterikatan sejarah yang berlandaskan pada suku atau etnis, sehingga mereka berkali-kali bersatu dan berpisah di sepanjang abad ke-11 dan ke-12. Meskipun kecil, kerajaan-kerajaan tersebut mengembangkan teknik militer atas dasar kebangsawanan, dan pada tahun 1031, runtuhnya [[Kekhalifahan Córdoba]] di Spanyol selatan membuka peluang untuk menyatukan wilayah-wilayah tersebut, yang kemudian dinamai ''[[Reconquista]]''. Pada tahun 1063, [[William VIII, Adipati Aquitaine|William VIII dari Aquitaine]] memimpin pasukan yang terdiri dari gabungan kesatria Prancis, [[Aragon]], dan [[Orang Catalonia|Catalan]] dalam [[Perang Salib Barbastro|Pengepungan Barbastro]] untuk merebut kembali kota-kota yang telah dikuasai Muslim sejak tahun 711. Tindakan tersebut mendapat dukungan penuh dari Paus Aleksander II. Setelah gencatan senjata dinyatakan di Catalonia, para prajurit perang mendapatdiberi [[indulgensi|penghapusan dosa]]. Perang tersebut digolongkan sebagai perang suci, tetapi berbeda dengan Perang Salib Pertama karena tidak ada peziarahan, tidak ada sumpah, dan tidak ada pengesahan resmi oleh gereja.{{sfn|Lock|2006|pp=205–213|loc=Crusades in the Iberian Peninsula}} Sesaat sebelum Perang Salib Pertama, Paus Urbanus II mengajak umat Kristiani Iberia untuk merebut [[Tarragona]], memakai banyak simbolisme dan retorika yang kemudianbelakangan juga digunakan untuk memaklumatkan perang salib kepada rakyat Eropa.{{sfn|Riley-Smith|2005|pp=4–7|loc=A war of liberation}}
 
Bangsa [[ItaloItalia-Norman]] berhasil merebut sebagian Italia Selatan dan Sisilia dari Bizantium dan Arab Afrika Utara beberapa dekade sebelummenjelang Perang Salib Pertama.{{sfn|Asbridge|2012|pp=5–8|loc=Western Europe in the Eleventh Century}} Tindakan tersebut dikecam oleh kepausan. Paus Leo IX kemudian menyerukan perlawanan terhadap mereka melalui [[Pertempuran Civitate]], yang berhasil dimenangkan oleh Norman. Kendatipun demikian, ketika menyerbu Sisilia Muslim pada tahun 1059, Norman melancarkannya di bawah panji kepausan ''[[Gonfalone Gereja|Invexillum sancti Petrior]],'' atau panji Santo Petrus.{{sfn|Lock|2006|pp=306–308|loc=The Proto-Crusades, or the Prehistory of Crusading}} [[Robert Guiscard]] merebut kota Bizantium [[Bari]] pada tahun 1071 dan melancarkan perlawanan di sepanjang pesisir timur [[Adriatik]] di dekat [[Durrës|Dyrrachium]] pada tahun 1081 dan 1085.{{sfn|Tyerman|2019|p=46|loc=The Mediterranean Crisis and the Background to the First Crusade}}
 
===Situasi di Timur===