Monumen Yogya Kembali: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
ringkas kategori
betulkan pranala
Baris 1:
{{rapikan}}
'''Monumen Yogya Kembali''' dibangun pada tanggal [[29 Juni]] [[1985]], dengan [[Upacara Tradisional]] penanaman kepala [[kerbau]] dan peletakan batu pertama oleh [[Sri Sultan Hamengku BuwonoHamengkubuwono IX]] dan [[Sri Paduka Paku Alam VIII]].
 
Dipilihnya nama '''Yogya Kembali''' dengan pengertian yang luas, berfungsinya pemerintah [[Republik]] [[Indonesia]] dan sebagai tetenger peristiwa sejarah ditarik mundurnya tentara [[Belanda]] dari [[Ibukota]] [[Yogyakarta]] pada tanggal [[29 Juni]] [[1949]] dan kembalinya [[Presiden]] [[Soekarno]], [[Wakil Presiden]], Pimpinan [[Negara]] yang lain pada tanggal [[6 Juli]] [[1949]] di [[Yogyakarta]]. Hal ini dapat dipergunakan sebagai titik awal bangsa Indonesia secara nyata, bebas dari cengkeraman penjajah khususnya [[Belanda]] dan merupakan tonggak sejarah yang menentukan bagi kelangsungan hidup [[Negara]] [[Indonesia]] yang [[merdeka]] dan berdaulat.
Baris 8:
Secara simbolik bersama laut selatan (Istana [[Ratu Kidul]]) yang berfungsi sebagai “Yoni” dan gunung Merapi sebagai “Lingga” merupakan suatu kepercayaan yang sangat tua dan berlaku sepanjang masa. Bahkan sementara orang menyebut Monumen Yogya Kembali sebagai [[tumpeng]] raksasa bertutup [[warna]] [[putih]] mengkilat, dalam tradisi [[Jawa]] tumpeng seolah-olah sebagai bentuk gunung yang dapat dihubungkan dengan kakayon atau [[gunungan]] dalam [[wayang kulit]], yang melambangkan kebahagiaan/kekayaan kesucian dan sebagai penutup setiap episode perjuangan bangsa.
 
Monumen Yogya Kembali terletak di [[Jalan]] Lingkar Utara, dusun Jongkang, desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, kabupaten [[Sleman]], [[Yogyakarta]]. Didirikan di atas lahan seluas 49.920 m². lokasi ini ditetapkan oleh [[Sri Paduka Hamengku BuwonoHamengkubuwono IX]] dengan alternatif diantaranya terletak digaris [[poros]] antara [[gunung]] [[Merapi]] - Monumen Yogya Kembali - Tugu Pal Putih - Kraton - Panggung Krapyak - Laut Selatan, yang merupakan “Sumbu Imajiner” yang pada kenyataannya sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat [[Yogyakarta]], dan menurut kepercayaan bersatunya Lingga dan Yoni akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini sebagai batas akhir ditariknya mundur tentara [[Belanda]] ke arah utara, usaha kesinambungan tata kota kegiatan dan keserasian Daerah [[Yogyakarta]].
 
{{Bangunan-stub}}