Administrasi publik: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Martowire09 (bicara | kontrib) Tambahkan sifat administrasi publik |
Empat Tilda (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 27:
Penjelasan ilmiah terhadap gagasan Wilson tersebut kemudian dilakukan oleh [[Frank J. Goodnow]] yang menulis buku yang berjudul: ''Politics and Administration'' pada tahun 1900. Buku Goodnow tersebut sering kali dirujuk oleh para
ilmuwan administrasi negara sebagai "proklamasi‟ secara resmi terhadap lahirnya Ilmu Administrasi Negara yang memisahkan diri dari induknya, yaitu Ilmu Politik. Era ini juga sering disebut sebagai era paradigma dikotomi politik-administrasi. Melalui paradigma ini, Ilmu Administrasi Negara mencoba mendefinisikan eksistensinya yang berbeda dengan Ilmu [[Politik]] dengan [[ontologi]], [[epistimologi]] dan [[aksiologi]] yang berbeda. Beberapa tahun kemudian, sebuah buku yang secara sistematis menjelaskan apa sebenarnya Ilmu Administrasi Negara lahir dengan dipublikasikannya buku [[Leonard D. White]] yang berjudul ''Introduction to the Study of Public Administration'' pada 1926. Buku White yang mencoba merumuskan sosok Ilmu Administrasi tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh berbagai karya ilmuwan sebelumnya yang mencoba menyampaikan gagasan tentang
bagaimana suatu organisasi seharusnya dikelola secara efektif dan efisien, seperti [[Frederick Taylor]] (1912) dengan karyanya yang berjudul ''Scientific Management'', [[Henry Fayol]] (1916) dengan pemikirannya yang dituangkan dalam [[monograf]] yang berjudul ''General and Industrial Management'', [[W.F. Willoughby]] (1918) dengan karyanya yang berjudul ''The Movement for Budgetary Reform in the State'', dan [[Max Weber]] (1946) dengan tulisannya yang berjudul ''Bureaucracy''.
Era berikutnya merupakan periode di mana para ilmuwan administrasi negara berusaha membangun ''body of knowledge'' ilmu ini dengan terbitnya berbagai artikel dan buku yang mencoba menggali apa yang mereka sebut sebagai prinsip-pinsip administrasi yang universal. Tonggak utama dari era ini tentu saja adalah munculnya artikel [[L. Gulick]] (1937) yang berjudul ''Notes on the Theory of Organization'' di mana dia merumuskan akronim yang terkenal dengan sebutan [[POSDCORDB]] (''Planning, Organizing, Staffing, Directing, Co-ordinating, Reporting dan Budgeting''). Tidak dapat dimungkiri, upaya para ahli administrasi negara untuk mengembangkan body of knowledge ilmu administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu [[manajemen]]. Prinsip-prinsip administrasi sebagaimana dijelaskan oleh para ilmuwan tersebut pada dasarnya merupakan
Baris 36 ⟶ 35:
Kesadaran bahwa lingkungan pemerintahan dan [[bisnis]] cenderung mengembangkan nilai, tradisi dan kompleksitas yang berbeda mendorong perlunya merumuskan definisi yang jelas tentang prinsip-prinsip administrasi yang gagal dikembangkan oleh para ilmuwan terdahulu. [[Dwiyanto]] (2007) menjelaskan bahwa lembaga pemerintah mengembangkan nilai-nilai dan praktik yang berbeda
dengan yang berkembang di swasta (pasar) dan organisasi sukarela. Mekanisme [[pasar]] bekerja karena dorongan untuk mencari laba, sementara lembaga pemerintah bekerja untuk mengatur, melayani dan melindungi kepentingan publik. Karena karakteristik antara birokrasi pemerintah dan organisasi swasta sangat berbeda, maka para ilmuwan dan praktisi administrasi negara menyadari pentingnya mengembangkan teori dan pendekatan yang berbeda dengan yang dikembangkan oleh para ilmuwan yang mengembangkan teori-teori administrasi bisnis. Dengan kesadaran baru tersebut maka identitas Ilmu Administrasi Negara menjadi semakin jelas, yaitu ilmuwan administrasi negara lebih menempatkan proses administrasi sebagai pusat perhatian (fokus) dan lembaga pemerintah sebagai tempat praktik (lokus).
== Cabang inti ==
Baris 49 ⟶ 47:
== Perubahan administrasi negara ke administrasi publik ==
Sejarah tentang perubahan Ilmu Administrasi Negara masih terus berulang. Upaya mendefinisikan diri Ilmu Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi pemerintahan sebagaimana dijelaskan sebelumnya ternyata tidak berlangsung lama. Dinamika lingkungan administrasi negara yang sangat tinggi kemudian menimbulkan banyak pertanyaan tentang relevansi keberadaan Ilmu Administrasi Negara sebagai administrasi pemerintahan. Gugatan tersebut terutama ditujukan pada lokus Ilmu Administrasi Negara yang dirasa tidak memadai lagi. Menurut Dwiyanto (2007) lembaga pemerintah dirasa terlalu sempit untuk menjadi lokus Ilmu Administrasi Negara. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lembaga pemerintahan tidak lagi memonopoli peran yang selama ini secara tradisional menjadi otoritas pemerintah. Saat ini semakin mudah ditemui berbagai lembaga non-pemerintah yang menjalankan misi dan fungsi yang dulu menjadi [[monopoli]] pemerintah saja. Di sisi yang lain, organisasi [[birokrasi]] juga tidak semata-mata memproduksi barang dan jasa publik, tetapi juga barang dan jasa privat. Pratikno (2007) juga memberikan konstatasi yang sama. Saat ini negara banyak menghadapi pesaing-pesaing baru yang siap menjalankan fungsi negara, terutama pelayanan publik, secara lebih efektif. Selain pelayanan publik, dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial, negara juga harus menegosiasikan kepentingannya dengan aktor-aktor yang lain, yaitu pelaku bisnis dan kalangan ''civil society'' (masyarakat sipil). Secara lebih tegas, Miftah Thoha (2007) bahkan mengatakan telah terjadi
perubahan paradigma “ dari orientasi manajemen pemerintahan yang serba negara menjadi berorientasi ke pasar (''market'').
Menurut Thoha, pasar di sini secara politik bisa dimaknai sebagai rakyat atau masyarakat (''public''). Fenomena menurunnya peran negara ini merupakan arus balik dari apa yang disebut [[Grindle]] sebagai ''too much state'', di mana negara pada pertengahan 1980-an terlalu banyak melakukan intervensi yang berujung pada jeratan [[hutang]] luar
Baris 63 ⟶ 59:
Berbagai fenomena tersebut menimbulkan gugatan di antara para mahasiswa maupun ilmuwan Ilmu Administrasi Negara: Apakah masih relevan menjadikan pemerintah sebagai lokus studi Ilmu Administrasi Negara?
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa kata "negara‟ dalam Ilmu Administrasi Negara menjadi terlalu sempit dan kurang relevan lagi untuk mewadahi dinamika Ilmu Administrasi Negara di awal abad ke-21 yang semakin kompleks dan dinamis. Utomo (2007) menyebutkan bahwa dalam perkembangan konsep Ilmu Administrasi Negara telah terjadi pergeseran titik tekan dari negara yang semula diposisikan sebagai agen tunggal yang memiliki otoritas untuk mengimplementasikan berbagai kebijakan publik menjadi hanya sebagai fasilitator bagi masyarakat. Dengan demikian istilah ''public administration'' tidak tepat lagi untuk diterjemahkan sebagai administrasi negara, melainkan lebih tepat jika diterjemahkan menjadi administrasi publik. Sebab, makna kata ‟publik‟ di sini jauh lebih luas daripada kata ‟negara‟.<ref name=":0">{{Cite web|title=Gamapi – Gamapi|url=https://gamapi.fisipol.ugm.ac.id/gamapi/|language=en-US|access-date=2024-08-25}}</ref> Publik di sini menunjukkan keterlibatan institusi-institusi non-negara baik di sektor bisnis maupun ''civil society'' di dalam pengadministrasian pemerintahan.
Konsekuensi dari perubahan makna ''public administration'' sebagai administrasi publik di sini adalah terjadinya pergeseran lokus Ilmu Administrasi Negara dari yang sebelumnya berlokus pada birokrasi pemerintah menjadi berlokus pada organisasi publik, yaitu birokrasi pemerintah dan juga organisasi-organisasi non-pemerintah yang terlibat menjalankan fungsi pemerintahan, baik dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik maupun pembangunan [[ekonomi]], sosial maupun bidang-bidang pembangunan yang lain.<ref name=":0" />
== Lingkup ==
Baris 153 ⟶ 147:
== Rujukan ==
<references />
== Bahan bacaan ==
|