Banten: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh Anonimcity (bicara) ke revisi terakhir oleh 2400:9800:AA1:A5D2:581B:740:A051:2C8E Tag: Pengembalian Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Dikembalikan ke revisi 26262284 oleh Gilang Bayu Rakasiwi (bicara) (A Járőröknek!) Tag: Pembatalan pranala ke halaman disambiguasi |
||
Baris 2:
{{Kotakinfo provinsi
|nama = Banten
|nama lain =
|
|
Jawa serang |
|
|translit_lang1_info1 = {{script/Sund|ᮘᮔ᮪ᮒᮨᮔ᮪}}
|translit_lang1_type1 = [[Aksara Sunda]]
|translit_lang1 = bahasa Sunda
Baris 43:
|1,18% [[Agama Buddha|Buddha]] |0,07% [[Sunda Wiwitan]] |0,07% [[Hindu]] |0,02% [[Konghucu]]<ref name="DUKCAPIL"/>}}
|bahasa = {{Plainlist|
* [[Bahasa Indonesia|Indonesia]]
(daerah)
* [[Bahasa Sunda|Sunda]](Daerah)▼
}}
|TNKB = {{Collapsible list|A (eks-[[Keresidenan Banten]]|B (sebagian [[Kabupaten Tangerang]], [[Kota Tangerang]], dan [[Kota Tangerang Selatan]])}}
Baris 102:
[[Berkas:Binokasih.JPG|jmpl|220px|ka|Mahkota Binokasih, Mahkota [[Kerajaan Pajajaran]] yang diserahkan kepada [[Prabu Geusan Ulun]].]]
Banten atau dahulu dikenal di dunia barat dengan nama '''Bantam''' pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan [[Tarumanagara]]. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah [[Prasasti Cidanghiyang]] atau prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan [[Munjul, Pandeglang]], Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947, dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan [[huruf Pallawa]] dan [[bahasa Sanskerta]]. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian Raja [[Purnawarman]]. Setelah runtuhnya Kerajaan [[Tarumanagara]] (menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan Kerajaan [[Sriwijaya]]), kekuasaan di bagian barat [[Pulau Jawa]] dari [[Ujung Kulon]] sampai [[Ci Serayu|Ci Sarayu]] dan [[Sungai Pemali|Ci Pamali]] dilanjutkan oleh [[Kerajaan Sunda]]. Seperti dinyatakan oleh [[Tome Pires]], penjelajah [[Portugis]] pada tahun [[1513]], Bantam menjadi salah satu pelabuhan penting dari [[Kerajaan Sunda]]. Menurut sumber Portugis tersebut, Bantam adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara ([[Tangerang]]), [[Sunda Kelapa|Kalapa]], dan [[Cimanuk]].
Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten yang dilanjutkan dengan merebut [[Banten Girang]] dari [[Pucuk Umun]] pada tahun 1527, [[Maulana Hasanuddin]] mendirikan [[Kesultanan Banten]] di wilayah bekas Banten Girang. Pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan [[Pajajaran|Pakuan Pajajaran]], ibu kota atau pakuan (berasal dari kata pakuwuan). Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan dirampasnya [[Palangka Sriman Sriwacana]], tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu mengharuskan demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf mengklaim sebagai penerus kekuasaan Kerajaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah putri [[Sri Baduga Maharaja]] sementara di sisi lain para [[Kandaga Lante]] dari Kerajaan Pajajaran secara resmi menyerahkan seluruh atribut dan perangkat kerajaan beserta abdi kepada [[Kerajaan Sumedang Larang]] untuk meneruskan kelanjutan [[Kerajaan Sunda]] atau Pajajaran yang merupakan trah [[Siliwangi]].
Dengan dihancurkannya [[Pajajaran]] maka Provinsi Banten mewarisi wilayah Lampung dari Kerajaan Sunda. Hal ini dijelaskan dalam buku The Sultanate of Banten tulisan Claude Guillot pada halaman 19 sebagai berikut: "''From the beginning it was obviously Hasanuddin's intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the pepper sold in the Sundanese region.''"<ref name="Claude Guillot">{{cite book|last =Guillot|first =Claude.|publisher= Gramedia Book Publishing Division|title = The sultanate of Banten|date =|year =1990|page =19
}}</ref>
Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Bantam merupakan pelabuhan besar di [[Asia Tenggara]], sejajar dengan [[Malaka]] dan [[Makassar]]. Kota Bantam terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 [[depa]]; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis [[jung]] dan ''[[gale]]'' dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata, dan lebarnya tujuh telapak tangan.
Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan, dan kesenian rakyat, dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Disampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah masjid agung.
Baris 179:
! style="background:#E0F0FF;" |%
|-
| 1
! style="text-align: right;" | 6.724.227
! style="text-align: right;" | 63,43%
|-
| 2
| [[Suku Jawa|Jawa]]
Baris 228 ⟶ 232:
=== Bahasa ===
Bahasa utama di Banten merupakan bahasa [[Bahasa Sunda Banten]] yang merupakan bahasa asli penduduk disana.
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten, terutama di [[Kabupaten Lebak|kabupaten Lebak]], [[Kabupaten Pandeglang|kabupaten Pandeglang]], [[Kabupaten Serang|kabupaten Serang]] bagian selatan, dan [[Kabupaten Tangerang|kabupaten Tangerang]] bagian selatan berbicara menggunakan suatu dialek [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda]] yang disebut sebagai [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda Banten]] yang masih mempertahankan banyak kosakata dari [[Bahasa Sunda Kuno|bahasa Sunda Kuno]]. Dialek tersebut tidak memiliki [[Tatakrama bahasa Sunda|tingkatan bahasa]] seperti halnya dialek bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah [[Parahyangan|Priangan/Parahyangan]] di bagian selatan provinsi Jawa Barat).
Sedangkan di wilayah [[Kota Serang|kota Serang]], [[Kota Cilegon|kota Cilegon]], [[Kabupaten Tangerang|kabupaten Tangerang]] bagian utara, dan [[Kabupaten Serang|kabupaten Serang]] bagian utara selalu berkomunikasi menggunakan [[Bahasa Jawa Serang|bahasa Jawa Banten]] (atau yang biasa disebut bahasa Jawa Serang lalu masyarakat setempat menyingkatnya dengan sebutan ''Jaseng'') yang digunakan oleh suku Jawa Banten/Jawa Serang yakni sub-suku Jawa di Banten yang ada di sekitar Serang-Cilegon. Selain itu, di [[kabupaten Tangerang|kabupaten Tangerang]], [[kota Tangerang|kota Tangerang]] serta [[Tangerang Selatan|kota Tangerang Selatan]], [[Bahasa Betawi|bahasa Betawi]] juga digunakan oleh etnis Betawi. Di samping [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda]], [[Bahasa Jawa|Jawa]], [[Bahasa Tionghoa|Tionghoa]], dan [[Bahasa Betawi|Betawi]], [[Bahasa Indonesia|bahasa Indonesia]] juga lazim digunakan sehari-hari terutama oleh pendatang dari luar Banten atau daerah lain Indonesia.
|