Kerajaan Inderapura: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 50:
Namun pengaruh Indrapura terus bertahan di Kesultanan Aceh dari 1586 sampai 1588. Ada seorang yang masih berkaitan dengan Raja Dewi, yakni Sultan Buyong, memerintah dengan gelar [[Sultan Ali Ri'ayat Syah II]]<ref name="Lomba">Lombard, D., (2006), ''Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)'', Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, ISBN 979-9100-49-6.</ref> sebelum akhirnya terbunuh oleh intrik ulama Aceh.<ref name="Kat12">{{cite journal|last=Kathirithamby-Wells|first=J.|year=1976|title=The Inderapura Sultanate: The Foundation of its Rise and Decline, from the Sixteenth to the Eighteenth Century|journal=Indonesia|volume=21|pages=65-84}}</ref>
== Pemerintahan ==▼
Secara etimologi, Inderapura berasal dari [[bahasa Sanskerta]], dan dapat bermakna ''Kota Raja''. Inderapura pada awalnya adalah kawasan ''rantau'' dari [[Minangkabau]], merupakan kawasan pesisir di pantai barat [[Pulau Sumatra]]. Sebagai kawasan rantau, Inderapura dipimpin oleh wakil yang ditunjuk dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] dan bergelar ''Raja''<ref>''Translation of the Undang Undang of Moco Moco'', by Richard Farmer, Governor of Benkulen (1717-18), in Malayan Miscellanies, 11/13 (1822), pp. 8-9.</ref> kemudian juga bergelar [[Sultan]]. Raja Inderapura diidentifikasikan sebagai putra ''Raja Alam'' atau [[Yang Dipertuan Pagaruyung]].<ref>Netscher, E., (1850), ''Verzameling van over1everingen van het rijk van Manangkabau uit het oorspronkelijk Maleisch vertaald'', Indisch Archief, II/2.</ref>▼
== Perekonomian ==
Baris 58 ⟶ 61:
== Kemunduran ==
[[Berkas:Sebuah_bekas_bangunan_Indrapura.jpg|jmpl|300x300px|Puing-puing bekas Istana Kesultanan Indrapura]]
=== Pengaruh Politik Aceh ===
Di bawah [[Sultan Iskandar Muda]], kesultanan Aceh memerangi negeri-negeri penghasil lada di [[Semenanjung Malaya]] sambil berusaha memperkuat cengkeramannya atas monopoli lada dari pantai Barat Sumatra. Kendali ketat para wakil Aceh (disebut sebagai ''panglima'') di Tiku dan [[Pariaman]] atas penjualan lada mengancam perdagangan Inderapura lewat pelabuhan di utara. Karena itu Inderapura mulai mengembangkan bandarnya di selatan, Silebar, yang biasanya digunakan untuk mengekspor lada lewat [[Banten]].
Inderapura juga berusaha mengelak dari membayar cukai pada para panglima Aceh. Ini memancing kemarahan penguasa Aceh yang mengirim armadanya pada [[1633]] untuk menghukum Inderapura. Raja Puti yang memerintah Inderapura saat itu dihukum mati beserta beberapa bangsawan lainnya, dan banyak orang ditawan dan dibawa ke [[Kotaraja]]. Aceh menempatkan panglimanya di Inderapura dan Raja Malfarsyah diangkat menjadi raja menggantikan Raja Puti.
Kendali Aceh melemah
=== Pengaruh politik Belanda ===
Pada tahun 1680, VOC berhasil menandatangani perjanjian dengan kota-kota pantai barat dari Ketaun hingga Air Bangis di Utara, termasuk Sultan Muhammadsyah (sultan Inderapura) dan Raja Adil (dari Manjuto) semua berjanji mengakui kekuasaan VOC. Namun, dalam tahun yang sama Inggris telah mulai pula datang ke kota pantai Bengkulu karena di usir dari Banten. Kedatangan Inggris dan
Setelah pemberontakan berakhir, Tuanku Padusi meninggal dan digantikan oleh pengantinya yang masih kecil bernama Raja Pesisir (cucu bekas panglima raja Alam di Padang) dan Muhammadsyah dijadikan sebagai walinya. Namun, tak lama kekuasaan berpindah kepada Raja Ibrahim dan pamannya bernama Akhmadsyah.
Baris 77 ⟶ 83:
Tahun 1911 regen terakhir dipensiunkan dengan hormat dan tidak diganti lagi. Kemudian di akhir masa eksisnya kerajaan Inderapura, kerajaan ini menjadi bagian tak berarti dari Balai Selasa di bawah ''Controleur'' yang berkedudukan di Balai Selasa.<ref name=":0" />
▲== Pemerintahan ==
=== Pengaruh konstelasi politik Belanda dan Inggris terhadap Inderapura ===
▲Secara etimologi, Inderapura berasal dari [[bahasa Sanskerta]], dan dapat bermakna ''Kota Raja''. Inderapura pada awalnya adalah kawasan ''rantau'' dari [[Minangkabau]], merupakan kawasan pesisir di pantai barat [[Pulau Sumatra]]. Sebagai kawasan rantau, Inderapura dipimpin oleh wakil yang ditunjuk dari [[Kerajaan Pagaruyung|Pagaruyung]] dan bergelar ''Raja''<ref>''Translation of the Undang Undang of Moco Moco'', by Richard Farmer, Governor of Benkulen (1717-18), in Malayan Miscellanies, 11/13 (1822), pp. 8-9.</ref> kemudian juga bergelar [[Sultan]]. Raja Inderapura diidentifikasikan sebagai putra ''Raja Alam'' atau [[Yang Dipertuan Pagaruyung]].<ref>Netscher, E., (1850), ''Verzameling van over1everingen van het rijk van Manangkabau uit het oorspronkelijk Maleisch vertaald'', Indisch Archief, II/2.</ref>
Bermula pada tahun 1623 saat terjadi peristiwa "pembantaian bangsa Inggris" di Ambon, atau dikenal dengan peristiwa ''[[Pembantaian Amboina|Ambonsche Moord]]''. Peristiwa ini membuat perjanjian antara Belanda dan Inggris pada tahun 1619 tentang perjanjian kerja sama dan bagi rezeki putus, hal ini membuat keadaan politik antara Inggris dan Belanda di eropa memanas dan Belanda tak henti-hentinya berusaha mengelak dari tudingan tersebut.
Pasca kejadian Ambon tersebut Inggris berupaya mencari pengaruhnya di Sumatera yang bermula berkantor di Silebar, namun Inggris harus pergi dari Silebar karena Kota ini termasuk dalam pengaruh Banten yang dikuasai Belanda. Maka Inggris pindah ke Bengkulu<ref>{{Cite web|last=Mohtar|first=Omar|date=2023-07-08|title=Benteng Marlborough, Penjaga Eksistensi Inggris di Bengkulu|url=https://tirto.id/benteng-marlborough-penjaga-eksistensi-inggris-di-bengkulu-gMKK|website=tirto.id|language=id|access-date=2024-09-10}}</ref> dan menetap disana sampai tahun 1825, selama hampir satu setengah abad.
Tak lama kemudian, beberapa utusan raja Inggris datang ke Aceh dan mendapatkan hak istimewa dan mereka satu-satunya bangsa eropa yang boleh berdagang di pantai barat. Hal ini dikarenakan Inggris dapat membantu kebutuhan rakyat Aceh terutama bahan pakaian dari India. Namun, segera VOC mengusulkan pada pimpinan di Amsterdam untuk mengaktifkan kantor-kantor di India dan memperbanyak pembelian tekstil mereka dan kemudian juga mendapatkan simpati dari raja Aceh yang membuat Inggris harus meninggalkan kantornya Aceh. Pada tahun 1618 Belanda berhasil menggantikan Inggris sebagai pemegang monopoli dagang di pantai barat selama 2 tahun.
Dalam tahun 1619, VOC dan EIC (East India Company) mendapat tekanan dari negara masing-masing untuk melakukan kerja sama di Sumatera dengan maksud membikin front bersama terhadap Aceh, dengan harapan harga lada dapat ditekan dan kalau bisa, secara bersama mendapatkan konsesi dagang yang menguntungkan dan segala bentuk persaingan antara Belanda dan Inggris selama 20 tahun.
Pada tahun yang sama seorang pimpinan kompeni dibunuh di Aceh, dan ini dianggap sebagai kesempatan bagi Belanda dan Inggris untuk menekan Aceh memberikan izin berdagang di pantai barat Sumatera diperpanjang. Akan tetapi Aceh yang pada waktu itu berada di puncak kejayaan setelah mendapatkan kemenangan atas Pahang dan Malaka <ref>{{Cite news|last=Lestari Ningsih|first=Widya|date=2021-09-22|title=Mengapa Aceh Menyerang Portugis di Malaka?|url=https://www.kompas.com/skola/read/2020/07/10/170000069/perlawanan-aceh-terhadap-bangsa-barat|work=Kompas.com|access-date=2024-09-10}}</ref> serta Kedah, Patani dan Perak berhasil diduduki oleh armada laut Aceh dan kekuasaan dipantai timur Sumatera semakin kuat. Hal ini membuat Belanda dan Inggris pada tahun 1621 terpaksa memuat kapalnya di Aceh dengan harga yang ditentukan oleh Pemerintahan Kerajaan Aceh.
Kerja sama Belanda dan Inggris pun usai pada tahun 1623 setelah terjadinya pembantaian bangsa Inggris di Ambon seperti yang dijelaskan sebelumnya terjadi.
== Wilayah kekuasaan ==
|