Theravāda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Faredoka (bicara | kontrib)
Faredoka (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 192:
* Dalam Theravāda, jalan ''[[bodhisatta]]'' hanya cocok untuk beberapa orang yang luar biasa (seperti Buddha [[Sakyamuni]] dan [[Metteyya]]).<ref>{{Citation|last=Samuels|first=Jeffrey|date=Juli 1997|title=The Bodhisattva Ideal in Theravāda Buddhist Theory and Practice: A Reevaluation of the Bodhisattva-Śrāvaka Opposition|url=https://digitalcommons.wku.edu/phil_rel_fac_pub/12|journal=Philosophy East and West|publisher=University of Hawai'i Press|volume=47|issue=3|pages=399–415|doi=10.2307/1399912|jstor=1399912}}</ref> Theravāda juga mendefinisikan seorang ''bodhisatta'' sebagai seseorang yang telah membuat tekad di hadapan seorang Buddha yang masih hidup.<ref>Drewes, David, ''Mahāyāna Sūtras and Opening of the Bodhisattva Path'', Paper presented at the XVIII the IABS Congress, Toronto 2017, Updated 2019.</ref>
* Dalam Theravāda, ada organ sensoris fisik (''indriya'') sebagai [[Landasan indra|landasan]] yang mengondisikan kesadaran mental (''manovinñāṇa'') dan merupakan dukungan materi bagi kesadaran. Beberapa kitab Theravāda belakangan, seperti [[Visuddhimagga]], menempatkan [[Landasan indra|landasan indrawi]] fisik bagi kesadaran ini di organ [[jantung]] (''hadaya-vatthu''), [[Tripitaka Pali]] sendiri tidak membahas masalah ini.<ref name=":12">Suwanda H. J. Sugunasiri. ''The Whole Body, Not Heart, as 'Seat of Consciousness': The Buddha's View.'' Vol. 45, No. 3 (Jul. 1995), pp. 409-430.</ref><ref name=":5">Jayasuriya, W. F. (1963) ''The Psychology and Philosophy of Buddhism.'' (Colombo, YMBA Press), Appendix A, pp. 288-292.</ref> Beberapa cendekiawan Theravāda modern mengusulkan gagasan alternatif. Misalnya, Suwanda H. J. Sugunasiri mengusulkan bahwa landasan indra bagi kesadaran adalah seluruh organisme fisik, yang ia kaitkan dengan konsep kanonis ''jīvitindriya'' atau kemampuan hidup.<ref name=":12" /> Sementara itu, W. F. Jayasuriya berpendapat bahwa “''hadaya''” tidak diartikan secara harfiah (bisa juga diartikan sebagai “esensi”, “inti”), tetapi merujuk pada keseluruhan [[sistem saraf]] (termasuk [[otak]]), yang bergantung pada [[jantung]] dan [[darah]].<ref name=":5" />
* Umat ​​Theravāda pada umumnya menolak kitab-kitab Mahāyāna sebagai ''Buddhavacana'' (sabda Sang Buddha), dan tidak mempelajari atau melihat kitab-kitab ini (atau ajaran Mahāyāna) sebagai sumber yang dapat diandalkan. Mereka menolak pandangan bahwa Tipiṭaka Pāli tidak lengkap atau kurang bermutu (yaitu "''HinayanaHīnayāna''" yang berarti "hina, inferior, minor", atau "kecil"; sebuah istilah yang digunakan oleh pengikut Mahāyāna untuk merujuk pada Theravāda dan aliran non-Mahāyāna lainnya) dan menolak pandangan bahwa kitab-kitab Mahāyāna, entah bagaimana, lebih maju secara spiritual.<ref name=":12" />
* Umat ​​Theravāda, secara tradisional, percaya bahwa seorang Arahat yang telah tercerahkan memiliki "sifat yang tidak dapat rusak" dan karenanya sempurna secara moral.{{sfn|Warder|2000|p=283}} Mereka tidak memiliki [[Ketidaktahuan (Buddhisme)|ketidaktahuan]] atau [[Keraguan (Buddhisme)|keraguan]]. Menurut ajaran Theravāda, para Arahat (serta [[Empat tingkat kemuliaan|tiga ''ariya'' yang lebih rendah]] lainnya: [[Sotapana|pemasuk arus]], dsb.) tidak dapat mundur atau mengalami kemunduran dari keadaan mereka.<ref>Berkwitz, Stephen C. (2010). ''South Asian Buddhism: A Survey,'' p. 58. Routledge.</ref>