Tuhan personal: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k →Islam |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 5:
Sebuah survei pada tahun 2019 oleh [[Pew Research Center]] melaporkan bahwa 70% orang dewasa [[Amerika Serikat]] memandang bahwa "Tuhan adalah personal yang dengannya manusia dapat menjalin hubungan", sementara 15% percaya bahwa "Tuhan adalah kekuatan impersonal."<ref>{{cite web |url=http://www.pewforum.org/2008/06/01/chapter-1-religious-beliefs-and-practices/#ii-religious-beliefs |title=Chapter 1: Religious Beliefs and Practices |at=II. Religious Beliefs: God |work=U.S. Religious Landscape Survey: Religious Beliefs and Practices |publisher=[[Pew Research Center]]'s Religion & Public Life Project |date=1 June 2008 }}</ref> Selain itu, survei tahun 2019 oleh National Opinion Research Center melaporkan bahwa 77,5% orang dewasa Amerika Serikat percaya pada Tuhan personal.<ref>{{cite web |url=http://www.norc.org/PDFs/Beliefs_about_God_Report.pdf |title=Beliefs about God across Time and Countries |at=Table 3: Believing in a Personal God (2019) |last=Smith |first=Tom W. |publisher=[[National Opinion Research Center|NORC at the University of Chicago]] |date=18 April 2012 }}</ref> Survei "Lanskap Agama 2014" yang dilakukan oleh Pew Research Center melaporkan bahwa 77% orang dewasa Amerika Serikat percaya pada Tuhan personal.<ref>{{cite web |url=http://www.pewforum.org/2015/11/03/u-s-public-becoming-less-religious/pf-2015-11-03_rls_ii-27/ |title=Most Christians Believe in a Personal God, Others Tend to See God as Impersonal Force |work=U.S. Public Becoming Less Religious |publisher=[[Pew Research Center]]'s Religion & Public Life Project |date=29 October 2015 }}</ref>
==
===
Teologi Yahudi menyatakan bahwa Tuhan bukanlah suatu pribadi manusia. Pandangan ini juga ditentukan beberapa kali dalam [[Perjanjian Lama]], yang dianggap oleh orang Yahudi sebagai otoritas yang tak terbantahkan untuk iman mereka (Hosea 11 9: "Akulah Tuhan, dan bukan manusia". Bilangan 23 19: "Tuhan bukan manusia.", bahwa Ia harus berdusta". 1 Samuel 15 29: "yang mulia israel tidak berdusta dan tidak menyesal sebab ia bukanlah manusia"). Namun, sering ada referensi tentang karakteristik antropomorfik Tuhan dalam [[Alkitab Ibrani]] seperti "Tangan Tuhan." Agama Yahudi berpendapat bahwa hal ini harus dianggap hanya sebagai kiasan. Tujuan mereka adalah untuk membuat Tuhan lebih dapat dipahami oleh pembaca manusia. Oleh karena Tuhan berada di luar pemahaman manusia, ada berbagai cara untuk menggambarkan-Nya. Dia dikatakan sebagai personal (dalam arti kemampuan orang untuk berdoa kepada Tuhan) dan impersonal (dalam arti ketidakmampuan orang untuk mencapai Tuhan): Dia memiliki hubungan dengan ciptaannya tetapi melampaui semua hubungan.<ref>{{cite web|url=http://www.jewfaq.org/g-d.htm |title=Judaism 101: The Nature of G-d |publisher=Jewfaq.org |access-date=2018-04-16}}</ref>
===
Dalam kasus kepercayaan Kristen pada Trinitas, apakah Roh Kudus itu impersonal atau pribadi,<ref>{{cite web |last=Fairchild |first=Mary |url=http://christianity.about.com/od/topicalbiblestudies/a/whoisholyspirit.htm |title=Who Is the Holy Spirit? Third Person of the Trinity |publisher=Christianity.about.com |access-date=2018-04-16 |archive-date=2011-07-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20110727132027/http://christianity.about.com/od/topicalbiblestudies/a/whoisholyspirit.htm |dead-url=yes }}</ref> adalah subyek perdebatan,<ref name="spotlightministries.org.uk">{{cite web|url=http://www.spotlightministries.org.uk/personhoodofthespirit.htm |title=Is the Holy Spirit a Person or an Impersonal Force? |publisher=Spotlightministries.org.uk |date=1973-12-08 |access-date=2018-04-16}}</ref> para ahli pneumatologi masih memperdebatkan masalah tersebut. Yesus (atau [[Allah Anak]]) dan [[Allah Bapa]] diyakini sebagai dua pribadi atau aspek dari Tuhan yang sama. Yesus adalah ousia atau substansi yang sama dengan Allah Bapa, dimanifestasikan dalam tiga hipostasis atau pribadi (Bapa, Anak, dan [[Roh Kudus]]). Orang Kristen nontrinitarian membantah bahwa Yesus adalah "hipostasis" atau pribadi Allah.
===
{{Utama|Allah (Islam)#Wujud dan keberadaan}}
==== Inkarnasi ====
Islam menolak doktrin [[Inkarnasi (Kekristenan)|Inkarnasi]] dan gagasan tentang Tuhan pribadi [[Antropomorfisme|antropomorfik]], karena dianggap merendahkan transendensi Tuhan. Al-Qur'an menetapkan kriteria transendental mendasar dalam ayat berikut: "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia" [Qur'an 42:11]. Oleh karena itu, Islam dengan tegas menolak semua bentuk antropomorfisme dan antropopatisme dari konsep Tuhan, dan dengan demikian dengan tegas menolak konsep Kristen tentang Trinitas atau pembagian pribadi dalam Ketuhanan.<ref>{{cite book|author=Zulfiqar Ali Shah|date=2012|url=https://books.google.com/books?id=164ZDAAAQBAJ|title=Anthropomorphic Depictions of God: The Concept of God in Judaic, Christian, and Islamic Traditions: Representing the Unrepresentable|publisher=[[International Institute of Islamic Thought]] (IIIT)|isbn=9781565645837|pages=48-56}}</ref><ref>{{cite book|date=2016|url=https://books.google.com/books?id=Zcd7DQAAQBAJ|title=The Different Aspects of Islamic Culture: The Foundations of Islam|publisher=[[UNESCO Publishing]]|isbn=9789231042584|editor1=Zafar Isha Ansari|volume=1|pages=86-87|editor2=Isma'il Ibrahim Nawwab}}</ref><ref name="Ali Ünal">{{cite web|author=[[Ali Ünal]]|title=The Qur'an with Annotated Interpretation in Modern English [Qur'an 112:4]|url=http://mquran.org/content/view/6225/4/|website=mquran.org|publisher=Tughra Books|archive-url=https://archive.today/20210604182054/http://mquran.org/content/view/6225/4/|archive-date=2021-06-04|dead-url=no|access-date=2021-10-14}}</ref>
==== Wujud ====
Para [[Salaf|salafush sholeh]] atau tiga generasi Muslim awal dan terbaik, meyakini bahwa Allah memiliki [[wajah]],<ref>“…dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari wajah Allah.” (Al-Baqarah 2:272)</ref> [[mata]],<ref name="Al-Qur'an Surah Asy-Syuura: 11">“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Asy-Syuura: 11)</ref> [[tangan]],<ref>Ibnu ‘Umar yang padanya terdapat perkataan: “Sesungguhnya Allah akan menggenggam bumi pada hari kiamat dan langit-langit berada di tangan kanan-Nya, lalu berfirman: ‘Aku adalah Raja”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy (13/404) no. 7411 dalam Kitaab At-Tauhiid, Bab: Firman Allah ta’ala: ‘Kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku’; dari hadits Naafi’, dari Ibnu ‘Umar secara marfu’.</ref><ref>Abu Hurairah, yang di dalamnya terdapat sabda Rasulullah {{saw}}: “Tangan Allah selalu penuh, tidak kurang karena memberi nafkah, dan selalu dermawan baik malam maupun siang". Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy (13/404) no. 7412 dalam Kitaab At-Tauhiid, Bab: Firman Allah ta’ala: ‘Kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku’; dari hadits Al-A’raj, dari Abu Hurairah secara marfu’.</ref> [[jari]],<ref>Seorang ulama Yahudi datang kepada rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, ‘Wahai Muhammad atau wahai Abul Qâsim, kami mendapati (dalam [[Taurat]]) bahwa Allâh meletakkan langit-langit di atas satu jari, bumi-bumi di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, kemudian Dia berfirman, ‘Aku-lah Raja. Aku-lah Raja.’ Maka nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa (sehingga gigi gerahamnya terlihat) karena senang mengakui kebenaran ucapan ulama Yahudi tersebut. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla, “...dan mereka tidak mengagungkan Allâh dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” [az-Zumar/39:67]. Hadits shahih Imam Al-Bukhari dalam Shahîh-nya (no. 4811, 7414, 7415, 7451, 7513), dan masih banyak penjelasan dari beberapa kitab-kitab berikut ini; Muslim dalam Shahîh-nya (no. 2786), Ahmad (1/429, 457), An-Nasâ-i dalam Kitab at-Tafsîr (no. 470, 471, 472) dan as-Sunan al-Kubra (no. 11386-11388), At-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3238, 3239), Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhîd (1/180-181 no. 123, 124, 128), Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 541-544), Al-Âjurri dalam asy-Syari’ah (no. 736, 737, 738), Al-Lâlikâ-i dalam Syarh Ushûl I’tiqâd Ahlis Sunnah wal Jamâ’ah (no. 706), Abdullah bin Imam Ahmad dalam Kitâbus Sunnah (no. 490), Al-Baihaqi dalam al-Asmâ’ was Shifât (II/68-69), Ibnu Mandah dalam ar-Radddu ‘alal Jahmiyyah (no. 64), At-Thabari dalam tafsirnya (no. 30217-30219)</ref> dan [[kaki]],<ref>Dalil hal tersebut adalah apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, no. 6661 dan Muslim, no. 2848, dari Anas bin Malik dari nabi {{saw}}, "(Neraka) jahanam masih saja berkata, 'apakah ada tambahan' hingga akhirnya Tuhan Pemiliki Kemuliaan meletakkan kaki-Nya. Kemudian dia berkata, cukup, cukup, demi kemuliaan-Mu, lalu. Lalu neraka satu sama lain saling terlipat." Imam Bukhari, no. 4850 dan Muslim, no. 2847, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Nabi {{saw}} bersabda, 'Surga dan neraka saling berdebat. Neraka berkata, 'Aku mendapatkan orang-orang yang sombong dan bengis.' Lalu surga berkata, 'Mengapa saya hanya dimasuki oleh orang-orang yang lemah dan rendah.' Allah Tabaraka wa ta'ala berkata kepada surga, 'Engkau adalah rahmat-Ku, denganmu aku rahmati hamba-Ku yang aku suka.' Lalu Dia berkata kepada neraka, 'Engkau adalah azab-Ku, denganmu aku mengazab hamba-Ku yang aku suka. Setiap dari keduanya akan penuh. Adapun neraka tidak akan penuh kecuali setelah Allah meletakkan kaki-Nya, baru dia berkata, 'cukup', 'cukup' maka ketika itu neraka akan penuh dan neraka satu sama lain akan terlipat, dan Allah tidak akan menzalimi makhluknya satupun. Adapun surga Allah akan ciptakan makhluk untuknya."</ref> hanya saja hal-hal tersebut sangatlah berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya.<ref name="Al-Qur'an Surah Asy-Syuura: 11" />
Baris 25 ⟶ 28:
Keagungan dan kebesaran sifat-sifat-Nya jelas terlampau agung untuk bisa ditembus oleh akal pikiran manusia yang paling hebat sekalipun. Oleh karena itu, ada riwayat hadits yang melarang untuk memikirkan Allah, mengingat semua akal dan pikiran pasti tidak akan mampu menjangkaunya.<ref>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah dan jangan berpikir tentang dzat Allah.” [Diriwayatkan al-Laka’i dalam Syarah al-I’tiqad III/525 dan Abu Syaikh dalam al-‘Azhamah II/210 dari hadits Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu. Isnadnya dhaif sekali. Tetapi ia diperkuat oleh hadits Abu Hurairah, Abdullah bin Salam, Abu Dzar dan ibnu Abbas. Al-Albani menganggapnya sebagai hadits hasan dalam al-Silsilah al-Shahihah no 1788]</ref> Berpikir yang diperintahkan di sini, seperti yang dijelaskan oleh [[Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah|Ibnu Qayyim]], adalah yang bisa menimbulkan dua pengetahuan dalam hati dan berkembang daripadanya pengetahuan ketiga.<ref>Miftah Dar al-Sa’adah hal 181</ref> Hal itu menjadi jelas dengan contoh sebagai berikut. Apabila hati seorang muslim dapat merasakan akan kebesaran makhluk seperti langit, bumi, tahta kursi, ‘Arsy dan sebagainya, kemudian timbul dalam hatinya rasa ketidakmampuan memikirkan dan menjangkau semua itu, maka akan muncul pengetahuan ketiga yakni kebesaran dan keagungan Tuhan yang menciptakan jenis makhluk-makhluk tersebut yang tidak mungkin dapat diliput serta dicerna oleh akal pikiran.
====
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal dalam arti dekat dengan manusia: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada [[urat nadi]] manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”<ref name="Britannica p3">Britannica Encyclopedia, ''Islam'', p. 3</ref>
=== Baháʼí ===
Dalam Iman Baháʼí, Tuhan digambarkan sebagai "Tuhan yang berpribadi, tidak dapat diketahui, tidak dapat diakses, sumber dari semua Wahyu, abadi, Maha Tahu, Maha Hadir dan Maha Kuasa".<ref name="Psmith106">{{cite book |last=Smith |first=Peter |year=2008 |title=An Introduction to the Baháʼí Faith |publisher=Cambridge University Press |place=Cambridge |isbn=978-0-521-86251-6 |page=106}}</ref><ref>{{cite book|first=Shoghi |last=Effendi |author-link=Shoghi Effendi |year=1944 |title=God Passes By |publisher=Baháʼí Publishing Trust |location=Wilmette, Illinois, USA |isbn=0-87743-020-9 |url=http://reference.bahai.org/en/t/se/GPB/gpb-9.html#gr26 |page=139}}</ref> Meskipun transenden dan tidak dapat diakses secara langsung, citranya tercermin dalam ciptaannya. Tujuan penciptaan adalah agar ciptaan memiliki kemampuan untuk mengenal dan mencintai penciptanya.<ref name="Psmith111">{{cite book |last=Smith |first=Peter |year=2008 |title=An Introduction to the Baháʼí Faith | publisher = Cambridge University Press |place=Cambridge |isbn=978-0-521-86251-6 |page=111}}</ref> Tuhan mengkomunikasikan kehendak dan tujuan-Nya kepada umat manusia melalui perantara, yang dikenal sebagai Manifestasi Tuhan, yang merupakan para nabi dan rasul yang telah mendirikan agama-agama dari zaman prasejarah hingga saat ini.<ref>{{cite book|first=Shoghi |last=Effendi |author-link=Shoghi Effendi |year=1991 |title=The World Order of Bahá'u'lláh|publisher=Baháʼí Publishing Trust |location=Wilmette, Illinois, USA |isbn=0-87743-231-7 |url=http://reference.bahai.org/en/t/se/WOB/| pages= 113–114}}</ref>
{{Main|0=Ketuhanan dalam Buddhisme}}{{Seealso|0=Niyāma}}
Dalam Titthāyatana Sutta, [[Aṅguttara Nikāya]] 3.61, [[Siddhattha Gotama|Sang Buddha]] menolak [[Tuhan personal]] sebagai [[Kreasionisme|pencipta]] dan pengatur [[alam semesta]] ([[Pāli]]: ''issara;'' [[Sanskerta]]: ''[[Iswara|īśvara]]'').<ref name=":0">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. pp. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. "Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."</ref> [[Buddhisme]] menyatakan bahwa [[alam semesta]] diatur oleh [[Niyāma]], yaitu suatu hukum alam impersonal yang berjalan tanpa pribadi pengatur tertinggi. Kepercayaan terhadap Tuhan personal dianggap sebagai suatu [[Pandangan (Buddhisme)|pandangan salah]] yang harus dihindari. Orang yang menganut pandangan tersebut disebut sebagai seseorang yang tidak memahami sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan sehingga berpikiran kacau, tidak menjaga diri mereka sendiri, dan tidak pantas disebut sebagai [[Rahib|petapa]].<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=AN 3.61: Titthāyatanasutta|url=https://suttacentral.net/an3.61/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2022-09-18}}</ref>
{{Main|Adi Buddha}}
Baris 43 ⟶ 49:
“Menurut paham ini, seseorang dapat menyatu (''moksa'') dengan Adi‐Buddha atau Isvara melalui upaya yang dilakukannya dengan jalan bertapa (''tapa'') dan bersemadi (''dhyana'').”</blockquote>
{{Main|Iswara}}{{See also|Brahman}}
|