Ketuhanan dalam Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Faredoka (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Faredoka (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
# Utu Niyāma: keteraturan musim.
# Bīja Niyāma'':'' keteraturan benih atau bibit.
# Kamma Niyāma: keteraturan ''kamma''[[Karma dalam Buddhisme|karma]] (perbuatan berkehendak).
# Citta Niyāma: keteraturan [[Kesadaran (Buddhisme)|kesadaran]]/pikiran.
# Dhamma Niyāma: keteraturan ''dhamma'' (fenomena).
 
Menurut Bhikkhu [[Sri Paññāvaro Mahāthera]], dalam sebuah ceramah, hukum [[Karma dalam Buddhisme|karma]] (''kamma-niyāma'') dianggap memenuhi pemahaman masyarakat umum terkait Tuhan, jika perlu mencari sesuatu yang berperan seperti Tuhan dalam Buddhisme.
 
Selain itu, beberapa ahli, seperti [[Cornelis Wowor]], menyatakan bahwa [[Nirwana]] sebagai keadaan dan tujuan tertinggi dapat diinterpretasikan sebagai Ketuhanan Yang Maha Esa. Pendapat ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk memenuhi sila pertama [[Pancasila|Pancasila Indonesia]] tersebut. Dasar teks kitab suci yang digunakan berasal dari syair dalam Tatiyanibbāna Sutta ([[Udāna]] 8.3), yaitu "''ajātaṁ abhūtaṁ akataṁ asaṅkhataṁ''" dengan makna: