Kota Samarinda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pekerti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Pekerti (bicara | kontrib)
k Typo
Baris 79:
 
Kesultanan Kutai Kertanegara menjadikan Samarinda sebagai kota bandar atau pelabuhan sejak tahun 1732 atau bersamaan dengan pemindahan ibu kota Kerajaan Kutai dari Kutai Lama ke Pemarangan-Jembayan. Selanjutnya, kedatangan Kolonialis Belanda di wilayah Kesultanan Kutai pada 1844 disertai penaklukan, mengukuhkan Samarinda sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di Oost Borneo dengan penempatan jabatan Asisten Residen. Kemudian Gubernur jenderal Hindia Belanda menerbitkan Surat Keputusan No. 75 tanggal 16 Agustus 1896 yang menetapkan status Kota Samarinda sebagai Vierkante-Paal, yakni wilayah satu pal persegi pusat birokrasi politik dan ekonomi. Pada masa Pergerakan Nasional 1908–1942, Samarinda menjadi pusat pendidikan rakyat dan gerakan kebangsaan di Kalimantan Timur. Samarinda terus berfungsi sebagai pusat perjuangan dan revolusi di Kaltim mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia1945. Pada 1953–1957 Samarinda dijadikan ibu kota Daerah Istimewa Kutai. Sejak 1957 Samarinda resmi sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Timur. Pada 21 Januari 1960 Samarinda dibentuk sebagai kotapraja yang dimekarkan dari Daerah Istimewa Kutai. Kemudian dengan pemberlakuan UU No. 18 Tahun 1965 Samarinda berubah menjadi kotamadya. Berikutnya, sejak 1999 meningkat menjadi kota. Samarinda terus berkembang sebagai pusat birokrasi, ekonomi, edukasi, dengan pendudukyang beragam etnis dan religi, tetapi tetap mengapresiasi kultur lokal Kalimantan yang bernuansa Banjar, Kutai, dan Dayak.<ref>{{Cite book|last= Sarip, Muhammad & Nandini, Nabila |date=2021|url=https://doi.org/10.30872/yupa.v5i2.569|title=Kontroversi Sejarah La Mohang Daeng Mangkona dan Hari Jadi Kota Samarinda: Sebuah Tinjauan Kritis |publisher=Yupa: Historical Studies Journal|issn=2549-8754|url-status=live}}</ref>
 
 
Mengenai asal-usul nama Samarinda, tradisi lisan penduduk Samarinda menyebutkan, asal-usul nama Samarendah dilatarbelakangi oleh posisi sama rendahnya permukaan Sungai Mahakam dengan pesisir daratan kota yang membentenginya. Tempo dulu, setiap kali air sungai pasang, kawasan tepian kota selalu tenggelam. Selanjutnya, tepian Mahakam mengalami pengurukan/penimbunan berkali-kali hingga kini bertambah 2 meter dari ketinggian semula.