Kerajaan Bungo Satangkai: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
OrophinBot (bicara | kontrib) |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
{{Underlinked|date=Februari 2023}}
'''Kerajaan Bungo Satangkai''' berdiri abad ke-5 sampai pertengahan abad ke-14. Setelah kerajaan Pasumayan Koto Batu berakhir,
Kerajaan Bungo Satangkai di Bawah pimpinan [[Datuk Ketumanggungan|Datuak Katumangguangan]] tetap bertahan dengan undang-undang lama semasa Pasumayan Koto Batu, yakni Undang-Undang Si Mumbang Jatuah. Berbeda dengan
▲Berbeda dengan Adiknya selaku pemimpin Kerajaan Dusun Koto Tuo, sempat dilakukan perubahan Undang undang Si Mumbang jatuah menjadi Undang-undang Si Lamo-lamo. Dimana sesuatu keputusan yang akan diambil terlebih dahulu diperhitungkan masak-masak, baik secara mudarat atau memanfaatkannya. Hukuman yang telah dijatuhkan belum dapat langsung dilaksanakan, tetapi harus diberi Tenggang Waktu lebih dahulu agar hukuman itu benar-benar menghukum orang yang bersalah.
Atas perbedaan faham tersebut, akhirnya memicu perselisihan antara
Selanjutnya terjadi pula perubahan yaitu Undang-
▲Selanjutnya terjadi pula perubahan yaitu Undang-undang si Lamo-lamo diganti dengan Undang-undang Tariek Baleh. Sebagai contoh Undang-undang Tariek Baleh ini adalah:
Salah tariek mangumbalikan
Baris 22 ⟶ 19:
Artinya kesalahan yang diperbuat seseorang dapat diuperbaikinya kembali sebelum hukuman dijatuhkan kepadanya. Akhirnya Undang-undang Tariek Baleh ini terjadi lagi perubahan yaitu Undang-undang Duo Puluah yang diberlakukan di seluruh Minangkabau baik di Lareh Koto Piliang dan Bodi Chaniago yang mana sampai sekarang masih berfungsi sebagai Hukum Adat di Nagari-nagari pada saat sekarang.
Perlu diketahui bahwa semasa Kerajaan Bungo Satangkai dibawah kepemimpinan
Selain sebagai kerajaan yang berdaulat dengan pemerintahannya, Kerajaan Bungo Satangkai juga berfungsi sebagai pusat pengatur adat [[Lareh Koto Piliang]] sampai berakhirnya kedaulatan kerajaan ini pada abad ke-14, dengan ditandai bahwa [[Kerajaan Pagaruyung]] yang muncul setelahnya dan selaku pemegang kedaulatan wilayah juga turut menjadi pengatur adat Minangkabau secara administratif yang tidak hanya mencakup [[Lareh Koto Piliang]], namun juga [[Lareh Bodi Chaniago]], tetapi segala sumber urusan adat berpusat di [[Pariangan, Pariangan, Tanah Datar| Pariangan]], sesuai dengan pepatah, ''"Baadaik ka Pariangan, barajo ka Pagaruyung"''.
== Referensi ==
|