Leonardus Benjamin Moerdani: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Syah7 (bicara | kontrib)
Baris 72:
Dalam posisi pemerintahan, selain sebagai [[Panglima ABRI]], ia juga pernah menjabat sebagai [[Menteri Pertahanan dan Keamanan]] dan juga [[Pangkopkamtib]].
 
== RiwayatAwal Hidupkehidupan ==
 
=== Awal kehidupan ===
Moerdani lahir pada 2 Oktober 1932 di [[Cepu, Blora|Cepu]], [[Blora]], [[Jawa Tengah]] dari pasangan R.G. Moerdani Sosrodirjo, seorang pekerja [[kereta api]] dan istrinya yang seorang [[orang Indo|Indo Eurasia]] Jeanne Roech, yang memiliki darah setengah Jerman. Moerdani adalah anak ke-3 dari 11 bersaudara. Meskipun seorang Muslim, Moerdani Sosrodirjo mentolerir istrinya dan iman Katolik anak-anaknya.{{sfn|Pour|2007|p=13–14}}
 
=== Karier militer ===
 
==== Karier militer awal ====
Setelah [[proklamasi kemerdekaan Indonesia]] tanggal 17 Agustus 1945, Moerdani terjebak dalam gelombang [[nasionalisme]]. Pada bulan Oktober 1945, ketika berusia 13, Moerdani mengambil bagian dalam serangan terhadap markas [[Kempetai]] di [[Solo]] setelah Kempetai menolak untuk menyerah kepada pasukan Indonesia.{{sfn|Pour|2007|p=18}} Ketika [[Tentara Keamanan Rakyat]] (TKR), cikal bakal [[ABRI]] dibentuk, Moerdani bergabung dengan Tentara Pelajar yang berada di bawah otoritas dari Brigade ABRI. Dari brigade ini, Moerdani mengambil bagian dalam [[Revolusi Nasional Indonesia]] melawan [[Belanda]], dia berpartisipasi dalam sebuah serangan umum yang sukses di Solo.
 
Baris 86 ⟶ 84:
Moerdani menyelesaikan pendidikan militernya dari P3AD pada bulan April 1952 dan dari SPI Mei 1952.{{sfn|Pour|2007|p=36}} Ia juga diberi pangkat Pembantu Letnan Satu. 2 tahun kemudian, pada tahun 1954, Moerdani menerima pangkat [[Letnan Dua]] dan ditempatkan di [[Komando Daerah Militer III/Siliwangi|TT/III Siliwangi]], yang memelihara keamanan [[Jawa Barat]].
 
==== KKAD/RPKAD ====
Dalam upaya untuk menghadapi ancaman dari [[Darul Islam]], [[Kolonel]] [[Alex Evert Kawilarang]], Panglima TT/III Siliwangi membentuk Kesatuan Komando Tentara Territorium III/Siliwangi (KESKO TT III). Keberhasilan mereka menarik Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta untuk mendukung pembentukan Satuan [[Pasukan Khusus]]. Dengan demikian, pada tahun 1954, Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) dibentuk. Moerdani ditugaskan sebagai pelatih bagi para prajurit yang ingin bergabung dengan KKAD dan diangkat sebagai Kepala Biro Pengajaran. Pada tahun 1956, KKAD mengalami perubahan nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Tidak lama setelah itu, Moerdani diangkat menjadi Komandan Kompi.{{sfn|Pour|2007|p=42}}
 
Baris 101 ⟶ 99:
Pada akhir 1964, sebuah pertemuan perwira RPKAD diadakan dan Moerdani diundang bersama. Topik dari pertemuan ini adalah untuk membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD, tetapi Moerdani keberatan dengan hal ini.{{sfn|Pour|2007|p=132}} Berita keberatan Moerdani sampai ke Yani, yang telah menjadi Panglima Angkatan Darat. Yani memanggil Moerdani dan menuduhnya melakukan pembangkangan. Pertemuan diakhiri dengan Yani memerintahkan Moerdani untuk dipindahtugaskan dari RPKAD ke Kostrad. Moerdani menyerahkan komando batalyon RPKAD nya pada tanggal 6 Januari 1965.
 
==== KOSTRAD ====
Kepindahan Moerdani dari RPKAD ke Kostrad adalah hal yang mendadak dan belum ada posisi yang disiapkan untuknya. Posisi pertamanya adalah sebagai seorang perwira Operasi dan Biro Pelatihan. Peruntungannya berubah ketika [[Letnan Kolonel]] [[Ali Moertopo]] mengetahui bahwa ia adalah bagian dari Kostrad. Setelah berkenalan dengan Moerdani selama operasi di Irian Barat, Ali mengakui potensi Moerdani dan ingin lebih mengembangkan hal itu. Kebetulan, Ali pada saat itu adalah Asisten Intelijen [[Divisi Infanteri 1/Kostrad|Divisi Infanteri 1]], salah satu unit Kostrad yang ditempatkan di Sumatra dalam persiapan untuk menginvasi Malaysia. Ali merekrut Moerdani menjadi Wakil Asisten Intelijen dan memberinya pengalaman pertama kerja [[intelijen]].
 
Baris 108 ⟶ 106:
Setelah [[Gerakan 30 September]] hancur pada 1 Oktober 1965 oleh [[Pangkostrad]] [[Mayjen]] [[Soeharto]], pekerjaan Moerdani semakin banyak. Dia dengan Ali bersama-sama mereka mulai bekerja untuk merancang upaya dalam mengakhiri Konfrontasi tersebut. Upaya mereka memuncak pada tanggal 11 Agustus 1966 ketika Pemerintah Indonesia dan Malaysia menandatangani kesepakatan untuk menormalkan hubungan antara kedua negara.
 
==== Karier diplomatik ====
Meskipun perdamaian telah tercapai, Moerdani tinggal di Malaysia sebagai [[chargé d'affaires]]. Tugas pertamanya adalah untuk menjamin pembebasan tentara Indonesia dan para pejuang gerilya yang telah tertangkap selama Konfrontasi.{{sfn|Pour|2007|p=163}} Pada bulan Maret 1968, bersama seorang [[duta besar]] akhirnya ia ditugaskan di Malaysia, Moerdani menjadi kepala Konsulat Indonesia di Malaysia Barat. Pada saat yang sama, ia terus menjadi bagian dari Opsus dengan tugas melakukan pengawasan terhadap kejadian di dalam [[Perang Vietnam]].
 
Pada akhir tahun 1969, Moerdani dipindahkan ke [[Seoul]] untuk menjadi [[Konsul|Konsul Jenderal]] Indonesia di Korea Selatan. Moerdani dipromosikan dari kolonel menjadi brigadir jenderal pada bulan Februari 1970 sebelum dia mulai bertugas di Seoul.<ref name="Tempo2017">Tempo, 2017, ''Benny Moerdani'', Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, p. 48.</ref> Pada tahun 1973, status Moerdani ditingkatkan dari Konsul Jenderal menjadi chargé d'affaires.
 
==== Perwira intelijen ====
Karier diplomatik Moerdani berakhir tiba-tiba ketika terjadi [[Peristiwa Malari]] di Jakarta pada bulan Januari 1974 dan dalam waktu seminggu setelah peristiwa itu, Moerdani telah kembali ke Jakarta. Presiden Soeharto segera memberinya posisi yang membuatnya memiliki banyak kekuasaan. Moerdani menjadi Asisten Intelijen Menteri Pertahanan dan Keamanan, Asisten Intelijen Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ([[Kopkamtib]]), Kepala Pusat Intelijen Strategis (Pusintelstrat), dan Wakil Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara ([[Bakin]]).{{sfn|Pour|2007|p=184}}
 
Baris 122 ⟶ 120:
Didampingi oleh pasukan dari [[Kopassandha]], sebelumnya bernama RPKAD, Moerdani berangkat ke Thailand. Meskipun rencananya mengalami beberapa hambatan, terutama dari Pemerintah Thailand, pada akhirnya kesepakatan terjadi untuk mengambil tindakan militer. Pada pagi hari tanggal 31 Maret 1981, Moerdani secara pribadi memimpin pasukan Kopassandha menyerbu pesawat, mengambil kembali kendali itu, dan menyelamatkan para sandera.
 
=== Panglima ABRI ===
[[Berkas:Leonardus Benyamin Moerdani.jpg|jmpl|ka|Jenderal TNI L.B. Moerdani menjadi [[Warga Kehormatan Korps Marinir|warga kehormatan]] [[Korps Marinir]].]]
 
==== Penunjukan ====
Pada bulan Maret 1983, Moerdani mencapai puncak karier militernya ketika Soeharto menunjuknya sebagai [[Panglima ABRI]] dan mempromosikan dirinya menjadi [[Jenderal]].
 
Moerdani mencapai posisi ini dengan sedikit agak berbeda karena ia tidak pernah memerintah di unit yang lebih besar dari batalyon dan tidak menjabat sebagai Panglima Daerah Militer ([[Kodam]]) dan [[Kepala Staf Angkatan Darat]]. Selain sebagai pemimpin ABRI, Moerdani juga ditunjuk menjadi [[Pangkopkamtib]], dan mempertahankan posisinya di Pusintelstrat, yang berganti nama menjadi [[Badan Intelijen Strategis]] (BAIS). Tidak seperti Panglima ABRI [[Orde Baru]] sebelumnya, Moerdani tidak memegang Departemen Pertahanan dan Keamanan.
 
==== Re-organisasi ABRI ====
Moerdani segera mengambil langkah untuk membenahi ABRI, pemotongan anggaran, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan profesionalisme sebagai tujuan langsungnya.{{sfn|Pour|2007|p=239}}
 
Baris 137 ⟶ 135:
Moerdani juga mengurangi porsi kurikulum non-militer [[Akabri]]. Untuk meningkatkan kualitas input Akademi serta untuk memperkuat basis nasionalis, Moerdani mengonsep sekolah menengah atas untuk melatih bakat bangsa yang cerah untuk kemudian menjadi anggota kelompok elit nasional ([[SMA Taruna Nusantara]], sekarang berjalan dan terletak bersamaan dengan Akademi ABRI di [[Magelang]]). Moerdani juga meningkatkan kerja sama antara Angkatan Bersenjata negara-negara [[ASEAN]].{{sfn|Pour|2007|p=242}}
 
==== Peristiwa Tanjung Priok ====
Latar belakang Benny Moerdani yang beragama Katolik akan mencuat ke permukaan pada tahun 1984 ketika bersama-sama dengan Panglima Kodam V/Jayakarta, [[Mayor Jenderal]] [[TNI]] [[Try Sutrisno]], memerintahkan untuk menggunakan [[Peristiwa Tanjung Priok|tindakan keras terhadap demonstran Islam]] di [[Tanjung Priok (disambiguasi)|Tanjung Priok]], Jakarta yang mengakibatkan kematian. Moerdani mengklaim bahwa para demonstran telah terprovokasi dan tidak bisa dikendalikan secara damai dan sebagai hasilnya ia memerintahkan tindakan keras.{{sfn|Pour|2007|p=264}} Moerdani bersikeras bahwa dia tidak pernah ingin menganiaya [[Muslim]] dan melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah Muslim di seluruh Jawa untuk meningkatkan citranya dengan Muslim.
 
Sebagai [[Panglima ABRI]], Moerdani bisa dibilang sebagai orang paling kuat kedua secara [[de facto]] dalam aspek sosial dan politik di Republik Indonesia saat itu, setelah [[Soeharto]].
 
==== Penghentian ====
Ia tidak lagi menjabat sebagai Panglima ABRI per 10 Februari 1988 dengan diganti oleh Try Soetrisno (yang kemudian menjadi Wakil Presiden untuk periode selanjutnya).<ref>{{Cite web|date=2023-06-12|title=Jalan Try Sutrisno ke Kursi RI 2|url=https://historia.id/politik/articles/jalan-try-sutrisno-ke-kursi-ri-2-vVWXO|website=Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia|language=id-ID|access-date=2023-06-14}}</ref> Banyak pihak menduga bahwa tindakan ini dilakukan sebagai akibat kecurigaan Soeharto bahwa Benny Moerdani mendukung [[Partai Demokrasi Indonesia|PDI (Partai Demokrasi Indonesia)]] pada [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1987|Pemilihan umum 1987]] serta dugaan bahwa Ia akan mensabotase jabatan yang akan diberikan kepada [[Soedharmono]].
 
=== Karier politik ===
 
==== Sidang Umum MPR 1988 ====
Pada tahun 1988, hubungan Moerdani dengan Soeharto telah memburuk. Meskipun ia setia kepada Soeharto, Moerdani cukup tegas untuk mengkritik Presiden soal [[korupsi]] dan [[nepotisme]] dalam rezimnya. Pada saat ini, Moerdani menjadi musuh dari [[Prabowo Subianto]], menantu Soeharto.
 
Baris 162 ⟶ 160:
Banyak yang percaya bahwa Moerdani bertanggung jawab atas kontroversi pencalonan Sudharmono. Diyakini bahwa serangan [[Brigjen]] [[Ibrahim Saleh]] kepada Sudharmono dan pencalonan Ketua [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP) [[Djaelani Naro]] sebagai Wakil Presiden adalah pekerjaan Moerdani. Namun, keinginan Suharto terwujud pada akhirnya Sudharmono terpilih menjadi Wakil Presiden.
 
==== Menteri Pertahanan dan Keamanan ====
Meskipun ada upaya untuk menggagalkan Sudharmono, Soeharto tidak menurunkan Moerdani dan menunjuknya sebagai [[Menteri Pertahanan dan Keamanan]]. Namun, Moerdani kehilangan sebagian dari kekuasaannya pada bulan September 1988 dengan dibubarkannya [[Kopkamtib]].
 
Baris 173 ⟶ 171:
}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Hal ini mendorong Soeharto menjanjikan tindakan keras terhadap siapa saja yang berani menggantikannya secara inkonstitusional.
 
==== Sidang Umum MPR 1993 ====
Sebelum Sidang Umum MPR 1993, Moerdani dipandang sebagai insinyur pencalonan [[Try Sutrisno]] sebagai Wakil Presiden. Soeharto tidak senang dengan pencalonan itu dan menerima Try dengan berat hati. Penghiburan bagi Soeharto adalah bahwa ia tidak memasukan nama Moerdani ke kabinet berikutnya sekaligus mengakhiri karir politik Benny Moerdani.
 
== Kehidupan Pribadi ==