Al-Fa'iz Binasrillah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Manggadua (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Manggadua (bicara | kontrib)
Baris 29:
Ibnu Ruzzik diangkat menjadi wazir dengan kekuasaan penuh pada 17 Juni,{{sfn|Halm|2014|pp=241–242}} sementara al-Fa'iz yang masih di bawah umur ditempatkan di bawah pengawasan bibinya, yang dipimpin oleh saudara perempuan al-Zafir, [[Sitt al-Qusur]] ('Nyonya Istana'), yang telah memainkan peran utama dalam mengamankan balas dendam terhadap Abbas dan Nasr atas pembunuhan saudara-saudaranya.{{sfn|Brett|2017|p=283}}{{sfn|Cortese|Calderini|2006|p=114}} Di luar tembok Istana Fathimiyah Agung, Ibnu Ruzzik adalah penguasa negara yang sebenarnya, dan al-Fa'iz pada dasarnya adalah tawanannya.{{sfn|Daftary|2007|p=250}} Seorang [[Syiah Dua Belas Imam|Syiah Dua Belas]], ia secara aktif mensponsori ''[[Syarif|asyraf]]'' [[Bani Ali]] di [[Hijaz]] dan [[Irak]], tapi ia tidak melakukan upaya untuk menggulingkan Dinasti Fathimiyah, alih-alih memerintah atas nama dinasti tersebut sebagai raja ''de facto'' dengan gaya wazir Armenia yang sangat kuat dan terhormat [[Badr al-Jamali]] dan [[al-Afdhal Syahansyah]], yang ia coba tiru.{{sfn|Brett|2017|pp=283–285}}
 
Posisi Ibnu Ruzzik bukannya tanpa tantangan: pada tahun 1155, dan sekali lagi pada tahun 1157, ia menghadapi pemberontakan terhadapnya oleh gubernur provinsi.{{sfn|Halm|2014|p=242}} Berusaha untuk memperkuat legitimasinya, Ibnu Ruzzik kembali ke kebijakan agresif terhadap Tentara Salib di [[Palestina]]. Ia mencetak beberapa keberhasilan dengan serangan laut di [[Tyre, Lebanon|Tyre]] pada tahun 1155 dan dengan serangan di [[Gaza]] dan [[Hebron]] pada tahun 1157 dan 1158, tetapi upayanya untuk mengamankan Mesir melalui aliansi dengan [[ZengidDinasti Zankiyah]] dari Suriah di bawah [[Nuruddin Zanki]] gagal.{{sfn|Daftary|2007|p=250}}{{sfn|Brett|2017|p=285}}{{sfn|Halm|2014|pp=242–243}} Ketika [[Baldwin III dari Yerusalem]] mempersiapkan invasi ke Mesir pada tahun 1160, ia harus dibeli.{{sfn|Brett|2017|p=285}} Reputasi Ibnu Ruzzik sebagai pejuang suci, penyair, dan pelindung budaya diimbangi oleh kekuasaannya yang despotik, yang melakukan penyitaan untuk mengatasi kekurangan pendapatan yang kronis, diperburuk oleh pengejaran perang melawan Tentara Salib.{{sfn|Brett|2017|pp=284–285}}
 
Al-Fa'iz meninggal karena serangan epilepsi pada tanggal 22 Juli 1160.{{sfn|Daftary|2007|p=250}}{{sfn|Halm|2014|p=247}} Ibnu Ruzzik memilih anak di bawah umur lainnya untuk menggantikannya: sepupu al-Fa'iz yang berusia sembilan tahun, al-Adid, yang menikah dengan salah satu putri wazir untuk ukuran yang baik.{{sfn|Halm|2014|p=247}}{{sfn|Daftary|2007|pp=250–251}} Dia menjadi khalifah Fatimiyah terakhir.{{sfn|Daftary|2007|pp=251–252}}