Muhammad bin Tughj al-Ikhsyid: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Manggadua (bicara | kontrib)
Manggadua (bicara | kontrib)
Baris 51:
Ahmad bin Kayghalagh kemudian terbukti tidak mampu memulihkan kondisi di provinsi yang semakin bergejolak. Pada tahun 935, pasukan tentara melakukan pemberontakan karena tidak mendapatkan gaji yang cukup, dan perampokan-perampokan dari suku Badui pun kembali terjadi. Pada saat yang sama, putra Takin, Muhammad, dan pejabat keuangan [[Abu Bakar Muhammad bin Ali al-Madhara'i|Abu Bakar Muhammad bin Ali al-Madhara'i—]]<nowiki/>pewaris [[Al-Madhara'i|dinasti birokrat]] yang telah menangani keuangan provinsi sejak masa Ibnu Thulun dan berhasil mengumpulkan kekayaan yang sangat besar{{sfn|Bianquis|1998|pp=97, 105, 111}}{{sfn|Gottschalk|1986|p=953}}—merongrong Ahmad bin Kayghalagh dan mengincar posisinya.{{sfn|Bacharach|1975|pp=592–593}} Pertikaian pecah antara pasukan yang berasal dari orang-orang Timur (''Masyariqa''), terutama tentara Turki, yang mendukung Muhammad bin Takin, dan orang-orang Barat (''Maghariba''), kemungkinan orang [[Orang Berber|Berber]] dan orang [[Orang kulit hitam Afrika|Afrika berkulit Hitam]], yang mendukung Ahmad bin Kayghalagh.{{sfn|Brett|2001|p=161}} Dengan dukungan dari mantan wazir dan inspektur jenderal provinsi-provinsi barat, [[al-Fadhl bin Ja'far bin al-Furat]], yang putranya menikah dengan salah satu putri Ibnu Tughj, Ibnu Tughj kembali ditunjuk sebagai gubernur Mesir. Tidak mau mengambil risiko, Ibnu Tughj mengorganisir sebuah invasi ke negara tersebut melalui darat dan laut. Meskipun Ahmad bin Kayghalagh mampu memperlambat gerak maju tentara, armada Ibnu Tughj berhasil merebut [[Tinnis]] dan Delta Sungai Nil yang kemudian bergerak menuju ibu kota Fustat. Terungguli dan dikalahkan dalam pertempuran, Ahmad bin Kayghalagh melarikan diri ke Fatimiyah. Muhammad Ibnu Tughj yang menang kemudian memasuki Fustat pada tanggal 26 Agustus 935.{{sfn|Bacharach|1975|pp=592–594}}{{sfn|Kennedy|2004|pp=311–312}}
 
Dengan ibu kota di bawah kendalinya, Ibnu Tughj sekarang harus berhadapan dengan Fatimiyah. ''Maghariba'' yang menolak untuk tunduk kepada Ibnu Tughj lalu melarikan diri ke Aleksandria dan kemudian ke [[Barqa]] di bawah kepemimpinan Habasyi bin Ahmad, dan mengajak penguasa Fatimiyah, [[Al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|al-Qa'im]] (m. 934-946) untuk menyerang Mesir dengan bantuan mereka.{{sfn|Halm|1996|p=284}}{{sfn|Brett|2001|p=162}}{{sfn|Madelung|1996|p=34}} Invasi Fatimiyah memperoleh keberhasilan awal: tentara Fatimiyah, [[Kutama]] Berber, merebut pulau [[Pulau Roda|ar-Raudah]] di [[Sungai Nil|Nil]] dan membakar gudang-gudang persenjataannya. Laksamana Ibnu Tughj, Ali bin Badr dan Bajkam membelot ke Fatimiyah, dan Aleksandria sendiri direbut pada bulan Maret 936. Namun, pada tanggal 31 Maret, saudara laki-laki Ibnu Tughj, al-Hasan, mengalahkan pasukan Fatimiyah di dekat Aleksandria, mengusir mereka keluar dari kota dan memaksa Fatimiyah untuk sekali lagi mundur dari Mesir ke pangkalan mereka di Barqa.{{sfn|Halm|1996|p=284}}{{sfn|Madelung|1996|p=34}}{{sfn|Bianquis|1998|p=112}} Selama kampanye tersebut, Ibnu Tughj secara khusus melarang pasukannya untuk menjarah, yang menurut J. L. Bacharach, merupakan indikasi dari "pandangan jangka panjangnya terhadap kedudukannya di Mesir".{{sfn|Bacharach|1975|p=594}}
 
== Pemerintahan di Mesir ==