Pembantaian Maliana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 38:
Pada tanggal 6 September, Siagian menggelar rapat di kantor Polres Maliana yang juga dihadiri beberapa tokoh seperti Kapolres Maliana Letkol Pol [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] (Kepala Polisi Resort Maliana), Bupati [[Guilherme dos Santos]], dan ketua DMP [[Natalino Monteiro]] serta wakilnya [[Marcos Tato Mali]]. Letkol Budi Susilo meminta agar para pengungsi dipindahkan ke bagian belakang kompleks kantor dengan dalih memberi ruang bagi para personel polisi dan keluarganya yang ditarik mundur dari [[Kepolisian Sektor|Polsek]] di sekitar [[Maliana]] sebagai bagian dari proses penarikan mundur pasukan Indonesia setelah kekalahan Indonesia dalam [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]]. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah personel polisi di kompleks Polres menjadi 435 orang.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite web|last=Sahude|first=Syahli|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Pol) Budi [Munikh] Susilo|url=http://syaldi.web.id/mot/Budi%20Susilo.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>[[Berkas:0250 Militia Commander Joao Tavares at Balibo Integration (1).jpg|jmpl|[[Guilherme dos Santos|Dos Santos]] (kiri) dan [[João da Costa Tavares|Tavares]] (kanan) saat acara kampanye pro-otonomi di [[Balibo]], 17 Juli 1999. Keduanya terlibat dalam perencanaan pembantaian.]]Dua hari berikutnya, [[Natalino Monteiro]] dan wakilnya [[Marcos Tato Mali]] memberikan pengarahan kepada anggota milisi {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}} di kediaman Monteiro di {{interlanguage link|Ritabou|de}}. Dalam pengarahan tersebut juga hadir personel dari TNI, termasuk seorang perwira Satuan Gabungan Intelijen (SGI) dari [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]] bernama Rizal. Rizal memberi daftar nama-nama pendukung kemerdekaan yang akan dibunuh di kantor Polres. Beberapa nama di antaranya adalah Manuel Magelhães (pimpinan [[CNRT]] setempat), Julio Barros (Camat Maliana), dan Domingos Gonçalves Pereira (Kepala Desa {{interlanguage link|Ritabou|de}}). Adapun anggota DMP yang berasal dari Rokon berkumpul terlebih dahulu di rumah Sersan Frederico M. Pires, sedangkan yang berasal dari {{interlanguage link|Lahomea|de}} berkumpul di rumah Julião Lopes.<ref name=":4" />
 
Sebelum pergi ke kantor Polres, anggota milisi DMP akan diberangkatkan dengan dua kendaraan ke markas Koramil 1636-01 di [[Maliana]] untuk bergabung dengan anggota milisi lain yang sudah menunggu di sana. Kendaraan tersebut ialah sebuah [[Toyota Kijang]] berwarna gelap dan sebuah mikrolet yang ditumpangi oleh [[Natalino Monteiro|Monteiro]]. Mereka diperintahkan untuk menggunakan cat samaran pada wajah mereka. Khusus bagi anggota milisi yang bertugas untuk mencari dan membunuh sasaran, mereka melumuri wajah mereka dengan karbon dari baterai yang disediakan oleh Sersan Rizal sehingga menjadi berwarna hitam.<ref name=":4" /> Selain itu, sebagian dari mereka juga memakai ikat kepala atau lengan berwarna merah putih.<ref name=":3">{{Cite journal|date=2006|title=Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan|url=https://www.etan.org/etanpdf/2006/CAVR/bh/07.3-Pemindahan-Paksa-dan-Kelaparan.pdf|journal=Chega! Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR)}}</ref> Lettu Inf Sutrisno menjadi komandan lapangan operasi ini.<ref name=":0" /> Sebelum serangan dimulai, seorang saksi melihat Siagian dan [[Natalino Monteiro|Monteiro]] melewati kantor Polres dan berhenti di sebuah pos penjagaan TNI yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian untuk berbicara dengan tentara.<ref name=":0" />
 
=== Jalannya peristiwa ===
Pada pukul lima atau enam sore, para milisi yang dipersenjatai dengan parang, pedang, dan pisau memasuki kompleks Kantor Polres dari segala sisi dan secara sistematis mencari dan membunuh para tahanan yang namanya tertera dalam daftar. Mereka dipisahkan dari tahanan lain sebelum kemudian dibunuh. Sebagian dibunuh di hadapan keluarga mereka sendiri. Di belakang barisan mereka terdapat tentara dan polisi (termasuk anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]]) yang mendampingi mereka, tetapi tidak terlibat aktif dalam operasi.{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}<ref name=":3" /><ref name=":2">{{Cite news|last=Jolliffe|first=Jill|date=27 November 1999|title=A Traumatised Town Craving UN Justice|url=https://etan.org/et99c/november/21-30/27atraum.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=24 Mei 2024}}</ref> Tidak semua korban yang dibunuh adalah tokoh-tokoh lokal pro-kemerdekaan., sebab di antaranya ada pula remaja dan anak-anak seperti Renato Gonçalves dan Victorino Lopes,. misalnya,Keduanya masing-masing masih berusia 12 dan 11 tahun.<ref>{{Cite news|last=Dodd|first=Mark|date=9 Agustus 2001|title=Widows who share a legacy of murder|url=https://www.etan.org/et2001c/august/05-11/09widows.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=30 Mei 2024}}</ref> Seorang saksi juga melihat milisi membunuh seorang remaja berusia 13 tahun ikut dibunuh.<ref name=":2" />
[[Berkas:Batugade fort6.jpg|jmpl|Pintu depan benteng Portugis di {{Interlanguage link|Batugade|en}}. Di dekat benteng inilah mayat-mayat korban diberi pemberat sebelum dibuang ke laut.]]
Semua petugas polisi, kecuali delapan orang yang dicurigai pro-kemerdekaan, dalam keadaan bersenjata. Sebagian pengungsi yang panik meminta bantuan kepada anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]], tetapi mereka tidak melakukan apa-apa. Semua personel polisi telah diperintahkan oleh Letkol Pol [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] untuk tidak ikut campur.<ref name=":3" /> Bahkan, Letkol Budi Susiloia malah mengancam akan membunuh para pengungsi yang panik bahwa mereka juga akan dibunuh.<ref name=":2" /> Sebagian petugas polisi justru memperparah keadaan dengan mencegah korban yang hendak melarikan diri. Para pengungsi berusaha untuk menyelamatkan diri dengan berbagai cara, seperti memanjat pohon, naik ke atas plafon bangunan kantor, atau bersembunyi di lemari dan matras.<ref name=":0" /><ref name=":03" /><ref name=":3" /><ref name=":1" /> Seorang saksi mengatakan bahwa saat kejadian, dia melihat [[Burhanuddin Siagian|Siagian]], Sutrisno, dan [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] berjalan di tengah-tengah kerumunan, mengamati jalannya operasi.<ref name=":2" />[[Berkas:1991 Toyota Kijang Pickup Long Standard 1.5 KF50R (20200706).jpg|jmpl|Mobil pengangkut [[Toyota Kijang]], mirip dengan yang digunakan untuk mengangkut mayat korban pasca pembantaian.]]Pembantaian itu berlangsung selama tiga jam. Seusai peristiwa, mayat-mayat korban diangkut ke dalam mobil [[Toyota Kijang]] berwarna gelap yang parkir di dekat pembangkit listrik setempat. Sersan Francisco Fernandes kemudian membagi milisi DMP dari {{interlanguage link|Batugade|de}} menjadi dua kelompok. Kelompok pertama akan kembali ke kampung mereka, sedangkan kelompok kedua akan menumpangi sebuah mikrolet untuk pergi ke {{interlanguage link|Batugade|en}}. Setibanya di sana, mereka dibantu oleh anggota milisi [[Saka Loromonu]] (SLM) untuk membawa mayat ke pantai di dekat bekas benteng Portugis setempat. Di sana, mayat-mayat tadi diberi pemberat dari karung berisi pasir, sebelum kemudian dibawa menggunakan kapal nelayan untuk dibuang ke laut. Penanganan mayat korban dilakukan sesuai perintah Sersan Fernandes dan Rizal, kemungkinan besar meneruskan perintah dari Letkol Siagian dan Lettu Sutrisno.<ref name=":0" /><ref name=":3" /><ref name=":4">{{Cite journal|last=Special Panels for Serious Crimes|last2=District Court of Dili|date=15 Juli 2004|title=The Prosecutor v. Lt Col Burhanuddin Siagian and others|url=https://www.legal-tools.org/doc/b59204/pdf/|journal=}}</ref>
 
=== Jumlah korban ===