==== Tahun 1911 ====
Letnan Satu S. D. Kramers masih menjalankan fungsi pejabat controleur, Petugas Catatan Sipil adalah A. F. V. d'Aquino. Pejabat Bea Cukai masih D. A. Neijs. Kepala Distrik Beneden-Pasir adalah Entji Kiraman. Kepala Distrik Boven-Pasir yang ditunjuk sebagai pejabat sementara adalah Albert Apoer, dan Kepala Distrik Adang dan Telakei adalah Badowa bin Soeta Ono yang telah bertugas sejak 29 April 1910. Agen Paketvaart yang baru ditunjuk adalah Hadji Moehamad Amin.{{sfn|Regerings-Almanak|1911|p=262, 696, 902, 980}}
==== Tahun 1912 ====
Berdasarkan Besluit van den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie van 11 Mei 1912 No. 1 (Staatsblad No. 312) afdeeling Pasir dan afdeeling Tanah Boemboe digabung menjadi satu afdeeling baru yaitu Afdeeling Zuid-Oostkust van Borneo, dipimpin oleh Asisten-Residen berkedudukan di Kota Baroe dan dibagi menjadi tiga (3) onderafdeeling yaitu onderafdeeling Poeloe Laoet, onderafdeeling Tanah Boemboe, dan onderafdeeling Pasir. Onderafdeeling Pasir sendiri terdiri dari tiga (3) distrik yaitu Beneden Pasir, Boven Pasir dan Adang & Telakei, dipimpin oleh seorang Controleur dari Binnenlandsch Bestuur.
Pangeran Pandji, salah satu mantan penguasa wilayah di Pasir, berhasil mengkonversi lebih dari 3000 orang Dayak ke Islam dengan ancaman kedatangan orang Turki yang akan membunuh semua orang yang tidak beriman. Konversi massal ini berdampak pada daerah-daerah sekitarnya. Pangeran Pandji berusaha untuk mengangkat dirinya menjadi sultan Pasir dengan bantuan para mualaf baru; penangkapannya yang tepat waktu dan penahanannya di Bandjermasin mencegah terjadinya kerusuhan serius.{{sfn|Eisenberger|1936|p=93}}
==== Tahun 1913 ====
Seorang bernama Mat Djanang, pengikut Pangeran Pandji dari Pasir yang ditahan di Bandjermasin, mengkonversi banyak orang Dayak di Pasir ke Islam, meyakinkan mereka bahwa Jepang akan mengangkat kembali Pangeran Pandji sebagai sultan Pasir, dan semua orang yang tidak beriman akan dibunuh. Setelah penangkapan Mat Djanang, semua pengikutnya meninggalkan Islam.{{sfn|Eisenberger|1936|p=94}}
==== Tahun 1914 ====
Di Bandjermasin, Martapoera, Pleihari, Kandangan, Negara, Amoentai, Moeara Teweh, Kota Baroe, Pegatan, Pantei, dan Pasir didirikan cabang-cabang Sarikat Islam, yang meningkatkan kehidupan keagamaan di kalangan penduduk Muslim.
Terjadi kerusuhan, namun berhasil ditumpas; Adji Moejoeh (saudara tiri Pangeran Pandji) ditangkap dan ditahan di Kota Baroe. Berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 22 April 1914 no. 14 (Gouvernementsbesluit van 22 April 1914 no. 14) diasingkan ke Padang, tetapi meninggal di Pasir sebelum keberangkatannya.{{sfn|Eisenberger|1936|p=95}}
==== Tahun 1915 ====
Sekitar bulan Juni, terjadi perlawanan di Pasir, awalnya hanya di satu kampung, kemudian hampir di seluruh wilayah, sehingga perlawanan ini semakin mengarah pada karakter perlawanan yang serius.
Para pemimpin perlawanan termasuk Wana, Sabaja, Oema Bongkat (Oema Rongket) dari Bioe (Pasir Selatan), Kaka Degoe, seorang kepala Dayak dari pegunungan (Boven) Toejoe, Singa Ngara (Panglima Singa) dan Walik, keduanya adalah kepala dari wilayah Satioe (Pasir tengah), mendapatkan banyak pengikut dengan janji pembebasan dari kerja paksa (heerendiensten) dan pembayaran pajak. Meskipun alasan yang diajukan adalah tekanan dari pajak dan kerja paksa, penyebab sebenarnya lebih dalam, yakni balas dendam atas pemecatan pemimpin otonom (penguasa wilayah/landsgrooten) dan pengasingan Pangeran Pandji ke Bandjermasin (Pangeran Pandji diduga telah membuat pengikutnya bersumpah untuk membalas dendam terhadap para pejabat pemerintah Eropa di saat kematiannya, dengan harapan memulihkan pemerintahan otonom). Sarikat Islam menjadi senjata organisatoris yang kuat bagi mereka. Di bawah pimpinan Pangeran Mantri dan mantan sultan yang sebenarnya tidak memegang jabatan pemerintahan, tetapi memiliki kendali nyata, anggota Sarikat Islam direkrut dan perlawanan terhadap Pemerintah dijadikan tujuan utama mereka.
Awalnya, pihak Pandji yang bermusuhan, yang mencari dukungan di kalangan Dayak, dan pihak sultan, yang anggotanya adalah orang-orang Muslim Pasir, berdamai untuk bersama-sama melawan Pemerintah. Pergantian pejabat pemerintahan yang terus-menerus dalam lima tahun terakhir menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang apa yang terjadi di Pasir sampai perlawanan pecah.
Awalnya, patroli dilakukan oleh Kontrolir Pasir bersama patroli polisi bersenjata bekerja sama dengan patroli militer dari Kandangan. Pada bulan Agustus, satuan infanteri dari Bandjermasin tiba untuk memberikan bantuan. Meskipun patroli terus dilakukan dan dari waktu ke waktu orang-orang yang terlibat perlawanan dilumpuhkan, perlawanan malah meningkat, bahkan setelah para pemimpin Wana dan Panglima Singa ditangkap.
Pada bulan November, dua brigade infanteri dari Kandangan tiba, dan mereka berhasil bertemu dengan musuh di wilayah Sungai Rangan, memaksa musuh melarikan diri. Muncul pemimpin baru: Andin Ngoko dan saudaranya Andin Gedang, yang pada tanggal 29 November melancarkan serangan ke Tanah Grorot, namun berhasil dipukul mundur. Pada tanggal 1 Desember, bala bantuan tiba lagi, yakni satu kompi infanteri dari Jawa. Namun, patroli sejauh ini belum memberikan hasil yang memuaskan.{{sfn|Eisenberger|1936|p=96–97}}
==== Tahun 1916 ====
Pada bulan Februari, mantan sultan Ibrahim Chaliloedin, saudara laki-lakinya Pangeran Mantri, Pangeran Prawira, dan Radja Moeda dibawa ke Bandjermasin; Radja Moeda, yang terbukti tidak terlibat dalam perlawanan, diizinkan untuk kembali ke Pasir. Terungkap bahwa Pangeran Mantri, didukung oleh mantan sultan, menggunakan cabang Sarikat Islam di Pasir untuk mengorganisir perlawanan.
Pada bulan Mei dan Juni menangkap para pemimpin perlawanan seperti Andin Ngoko, Anding Oedang, Kaka Degoe, dan Oema Bongkat; sementara Sabaja dan lainnya terus melarikan diri, tetapi tidak lagi berani melakukan perlawanan terhadap Pemerintah. Sebagian besar penduduk kembali ke kampung mereka.{{sfn|Eisenberger|1936|p=97–98}}
==== Tahun 1917 ====
Sarikat Islam mengalami penurunan eksistensi, di mana bahkan kongres pada tanggal 27 Mei di Bandjermasin di bawah pimpinan Tjokro Aminoto, yang khusus datang dari Jawa, tidak mampu membawa perubahan. Kontribusi hampir tidak dibayarkan. Hanya di Bandjermasin dan Martapoera ada kemajuan, yaitu pendirian sekolah agama untuk anak-anak. Cabang di Pasir dibubarkan berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 19 November 1917 no. 43 karena dianggap berbahaya bagi ketertiban dan kedamaian umum, karena peran cabang ini dalam perlawanan.
Beberapa pemimpin kelompok perlawanan ditangkap oleh patroli, namun sebagian besar secara sukarela menyerahkan diri; yang terakhir yang menyerahkan diri adalah Sabaja (Desember). Pangkalan di luar Tanah Grogot ditarik mundur, kekuatan militer dikurangi menjadi satu kompi, yang ditempatkan di Tanah Grogot. Tunjangan tetap bagi mantan sultan, Ibrahim Chaliloedin, dan Pangeran Mantri, yang terlibat dalam perlawanan, dicabut. Berdasarkan Keputusan Pemerintah HIndia Belanda tanggal 31 Juli 1918 no. 25, mantan sultan diasingkan ke Telok Betong (Bandar Lampung), Pangeran Mantri ke Padang, Pangeran Prawira ke Banjoemas, dan Adji Moejoeh ke Benkoelen.{{sfn|Eisenberger|1936|p=98}}
== Miscellaneous ==
|