Haddad Alwi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
Haddad Alwi lahir pada 13 Maret 1966 di Surakarta atau lebih dikenal dengan kota Solo. Tidak ada yang menyangka, bahkan orangtuanya sendiri, bahwa pria yang bernama lengkap Abdullah Haddad Alwi Assegaf ini akan dikenal dan dicintai oleh jutaan orang di Indonesia, bahkan hingga mancanegara.
'''Haddad Alwi''' ({{lahirmati|Surakarta|13|3|1966}}) adalah seorang penyanyi religi [[Islam]] [[Indonesia]]. Albumnya yang bertajuk ''[[Cinta Rasul]]'' (1999) merupakan album religi terlaris sepanjang sejarah musik Indonesia. Album ini telah diproduksi ulang dalam berbagai versi dan volume. Haddad juga pernah berkolaborasi dengan [[Gita Gutawa]] dan [[Tasya]] dalam album ''[[Jalan Cinta 2]]''.
Ekspresi kebesaran cintanya kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad saw tertuang dalam lagu-lagu religiusnya sejak 1997 hingga kini. Duetnya bersama gadis cilik Sulis dalam melantunkan shalawat yang indah pada awal tahun 1999, dengan album terkenalnya Cinta Rasul, memberi warna sendiri dalam dunia musik tanah air. Album ini menjadi album religi terlaris sepanjang sejarah musik Indonesia sehingga diproduksi dalam berbagai versi dan volume. Ketika itu tak kurang dari 5 juta keping CD dan VCD Cinta Rasul terjual di pasaran, belum termasuk yang beredar secara illegal di dalam maupun di luar negeri.
 
Sampai saat ini Haddad Alwi sudah menelurkan lebih dari 10 album. Setelah album-album Cinta Rasul, Haddad Alwi mencoba menyanyikan lagu-lagu baru yang bernuansa sedikit berbeda meski masih 100% bersifat religius. Maka lahirlah album The way of Love dan Jalan Cinta 2 yang digarap di bawah label Sony Music. Sejak 2004 Haddad Alwi memang tak lagi berduet dengan Sulis karena usia Sulis sudah memasuki masa dewasa. Setelah 5 tahun berkarir solo, kini ia menemukan pengganti Sulis yakni Anti (9) pelajar kelas 6 SD Cidokom 3, Parung, Kabupaten Bogor. Pada Ramadhan 1430 Hijriyah lalu, Haddad Alwi kembali hadir dengan syair-syair religius yang menyentuh dan dikemas dalam album berjudul 12 Lagu Pilihan Haddad Alwi. Dalam album terbaru itulah duetnya dengan anak-anak mulai dihidupkan kembali.
{{DEFAULTSORT:Alwi, Haddad}}
Orang-orang memanggil Haddad Alwi dengan sebutan berbeda-beda. Ada yang memanggil Kak Haddad, Habib Haddad — merujuk pada garis keturunannya yang langsung dari Nabi Muhammad saw. Sebagian orang memanggilnya Mas Haddad — merujuk pada tanah kelahirannya di Jawa Tengah. Orang-orang di daerah Jawa Timur memanggilnya Bang Haddad. Sebagian yang lain menyebutnya Ustadz Haddad karena di setiap kesempatan beliau selalu mengajarkan makna dan pentingnya mencintai Allah dan Rasulullah.
{{indo-bio-stub}}
Banyak surat, sms, dan email yang ia terima dari berbagai kalangan (anak-anak, remaja, dan orangtua) di seluruh pelosok tanah air maupun dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Mesir, Turki, Iran, Lebanon, dan beberapa negara teluk lainnya; bahkan ada yang dari Amerika Serikat. Dunia yang telah sekian lama diwarnai konflik dan perang rupanya menyebabkan banyak orang kehausan akan rasa cinta; dan Haddad Alwi tak ingin berhenti menyerukan cinta melalui kidung-kidung shalawatnya. Ketika Haddad Alwi masih berada di dalam kandungan, sang ibu (yang biasa ia panggil dengan sebutan Ummiy) konon selalu mendendangkan shalawat Nabi setiap hari. Karena itulah, menurut pengakuan Haddad Alwi, shalawat sudah mendarah daging pada dirinya sejak masa kanak-kanaknya, dan terus tercermin dari suara merdunya yang didedikasikan untuk membesarkan nama Allah dan memuliakan Nabi Muhammad saw. Salah seorang pemusik dari Australia pernah memujinya dengan berujar, “Anda bernyanyi tidak hanya dengan suara, tetapi dibarengi dengan kehadiran hati.” Ribuan orang memberikan komentar yang luar biasa terhadap lagu-lagu religius Haddad Alwi. Fakta itu dapat kita baca di surat-surat, sms, email, dan di situs-situs internet seperti youtube, misalnya.
Kehidupan seorang Haddad Alwi sederhana dan biasa-biasa saja. Meski pernah mengecap dunia perguruan tinggi, tapi predikat kesarjanaan tak pernah ia tamatkan. Selama beberapa tahun sempat mencoba berkarir di bidang perdagangan, tapi tak begitu membawa keberuntungan. Lantas ia kembali pada jatidirinya, bahwa shalawat adalah keahlian dan panggilan hatinya.