Muhammadiyah: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan ketik Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi iOS App section source |
Perbaikan tata bahasa Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi iOS App section source |
||
Baris 51:
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari [[Universitas Gadjah Mada|UGM]] kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama [[Muhammad Sangidu]], seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui [[Salat Istikharah|salat istikharah]] (Darban, 2000: 34).<ref>{{Cite web|title=Sejarah Singkat|url=http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html|archive-url=https://web.archive.org/web/20150104064749/http://www.muhammadiyah.or.id/content-178-det-sejarah-singkat.html|archive-date=2015-01-04|dead-url=yes|access-date=2015-01-04}}</ref> Pada masa kepemimpinan Kyai Dahlan (1912–1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], [[Pekalongan]], dan [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan]], sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, [[Abdul Karim Amrullah]] membawa Muhammadiyah ke [[Sumatera Barat]] dengan membuka cabang di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang, Agam]]. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh [[Sumatra]], [[Sulawesi]], dan [[Kalimantan]]. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.
Pada tahun 1925, dua tahun setelah wafatnya KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah hanya memiliki 4.000 anggota tetapi telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di [[Surabaya]] dan [[Yogyakarta]].<ref name="RICKLEFS_p356">{{cite book | last =Ricklefs | first =M.C. | title =A History of Modern Indonesia 1200-2004 | publisher =MacMillan | year =1991 | location =London | page =356}}</ref> Setelah [[Abdul Karim Amrullah]] memperkenalkan organisasi kepada etnis [[orang Minangkabau|Minangkabau]]
Selama [[Transisi ke Orde Baru|pergolakan dan kekerasan politik 1965–1966]], Muhammadiyah menyatakan bahwa pemusnahan [[Partai Komunis Indonesia]] merupakan Perang Jihad, pandangan yang didukung oleh kelompok-kelompok Islam lainnya.<ref>Ricklefs (1991), hal. 288.</ref> (Lihat juga: [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966]]). Selama [[Kejatuhan Suharto|peristiwa seputar jatuhnya Presiden Soeharto tahun 1998]], beberapa bagian Muhammadiyah mendesak pimpinan untuk membentuk sebuah partai. Oleh karena itu, pimpinan, termasuk ketua Muhammadiyah, [[Amien Rais]], mendirikan [[Partai Amanat Nasional]]. Meski mendapat dukungan besar dari anggota Muhammadiyah, partai ini tidak memiliki hubungan resmi dengan Muhammadiyah. Pimpinan Muhammadiyah mengatakan anggota organisasinya bebas untuk bersekutu dengan partai politik pilihan mereka, asalkan partai tersebut memiliki nilai-nilai yang sama dengan Muhammadiyah.<ref name="party">{{cite web|url=http://www.indonesiamatters.com/386/muhammadiyah-makes-overtures-to-islamists/ |access-date=2006-08-10 |title=Muhammadiyah Makes Overtures to Islamists |publisher=Indonesia Matters }}</ref>
|