Penjarahan Singapura: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
EJHalfz (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
EJHalfz (bicara | kontrib)
Latar Belakang: penambahan penjelasan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 27:
=== Pemberontakan Palembang ===
Menurut catatan Portugis, [[Parameswara]] adalah seorang pangeran dari [[Palembang]] yang mencoba untuk menantang kekuasaan Jawa atas Palembang sekitar tahun 1360. Majapahit kemudian menyerang dan mengusir Parameswara dari Palembang. Parameswara melarikan diri ke Singapura, dan disambut oleh penguasa setempat yang bergelar Sang Aji bernama Sangesinga. Parameswara membunuh penguasa tersebut beberapa hari kemudian, kemudian memerintah Singapura selama lima tahun dengan bantuan ''Çelates'' atau [[Orang Laut]].<ref name="Miksic 2013 356">{{harvnb|Miksic|2013|p=356}}</ref>
 
== Penyerbuan ==
Sebagaimana disebutkan dalam ''[[Sulalatus Salatin]]'', kisah jatuhnya Singapura dan pelarian raja terakhirnya dimulai dengan tuduhan Parameswara terhadap salah satu selirnya yang berzina. Sebagai hukuman, raja memerintahkan agar selirnya ditelanjangi di depan umum. Sebagai pembalasan, ayah selir tersebut, Sang Rajuna Tapa yang juga merupakan pejabat di istana Parameswara, secara diam-diam mengirim pesan kepada [[Wikramawardhana]], yang menjanjikan dukungannya jika Wikramawardhana memilih untuk menyerang Singapura. Pada tahun 1398, Majapahit mengirim armada yang terdiri dari 300 jong dan ratusan kapal yang lebih kecil ([[kelulus]], [[pelang]], dan [[jongkong]]); dan membawa tidak kurang dari 200,000 prajurit.<ref name=":10">Nugroho (2011), p. 271, 399–400, quoting ''Sejarah Melayu'', 10.4: 77: "... ''maka bagindapun segera menyuruh berlengkap tiga ratus buah jung, lain dari pada itu kelulus, pelang, jongkong, tiada terbilang lagi''."</ref><ref>{{harvnb|Leyden|1821|p=86}}</ref>{{sfn|Keng|Ismail|1998|pp=118-119}}
 
Para prajurit Majapahit terlibat pertempuran dengan para pembela di luar benteng, sebelum memaksa mereka mundur ke balik tembok. Pasukan penyerbu mengepung kota dan berulang kali mencoba menembus benteng. Akan tetapi, benteng tersebut terbukti tidak dapat ditembus.<ref>{{harvnb|Tsang|Perera|2011|p=120}}</ref><ref name="harvnb|Sabrizain">{{harvnb|Sabrizain}}</ref>{{sfn|Ahmad|1979|pp=69–70}} Setelah sekitar sebulan berlalu, persediaan makanan di benteng mulai menipis dan para pembela berada di ambang kelaparan. Sang Rajuna Tapa kemudian diminta untuk membagikan sisa gandum kepada rakyat dari gudang kerajaan. Melihat kesempatan ini untuk membalas dendam, Sang Rajuna Tapa berbohong kepada Parameswara, dengan mengatakan bahwa gudang itu kosong. Gandum tidak dibagikan dan rakyat akhirnya kelaparan. Serangan terakhir terjadi ketika gerbang akhirnya dibuka atas perintah Sang Rajuna Tapa. Mengetahui bahwa kekalahan sudah di depan mata, Parameswara dan pengikutnya melarikan diri dari pulau tersebut. Para prajurit Majapahit menyerbu benteng dan pembantaian yang mengerikan pun terjadi.{{sfn|Ahmad|1979|pp=69–71}} Menurut ''Sulalatus Salatin'', "darah mengalir seperti sungai" dan noda merah di tanah laterit Singapura dikatakan sebagai darah dari pembantaian itu.<ref>{{harvnb|Windstedt|1938|p=32}}</ref>{{sfn|Keng|Ismail|1998|pp=119}}