Pengguna:Manggadua/Sandbox: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Manggadua (bicara | kontrib)
Manggadua (bicara | kontrib)
Baris 10:
 
= Articles =
Pada tahun 1173–1174, sebuah konspirasi terjadi di [[Kairo]] untuk mendukung pemulihan [[Kekhalifahan Fathimiyah]] [[Syiah]] [[Ismailiyah|Isma'ili]], yang telah dihapuskan pada tahun 1171 oleh [[Salahuddin Ayyubi|Salahuddin]], penguasa [[Dinasti Ayyubiyah]] pertama di [[Mesir pada Abad Pertengahan|Mesir]]. Konspirasi, yang hanya diketahui dari sumber-sumber yang mendukung Salahuddin, dipimpin oleh para elit rezim Fathimiyah yang jatuh, dan bertujuan untuk merebut kendali atas Kairo dengan memanfaatkan ketidakhadiran Salahuddin di kota itu untuk kampanye. Untuk tujuan ini, mereka diduga telah menghubungi [[Tentara Salib]] [[Kerajaan Yerusalem]], mengundang mereka untuk menyerang Mesir untuk memancing Salahuddin pergi. Para konspirator juga dikatakan telah menghubungi [[Hassasin|Ordo Hassasin]] [[Isma'ilisme Nizari|Nizari Isma'ili]] untuk membunuh Salahuddin. Kebenaran klaim-klaim ini dibantah oleh para sejarawan modern, yang menganggapnya sebagai rekayasa yang bertujuan untuk mendiskreditkan para konspirator. Dalam kejadian tersebut, konspirasi itu dikhianati oleh Salahuddin, meskipun sumber-sumber berbeda tentang bagaimana tepatnya. Beberapa bahkan berpendapat bahwa konspirasi itu dipicu oleh Salahuddin sebagai pembersihan politik, atau sebagai sarana untuk menunjukkan kepada tuan nominalnya yang semakin bermusuhan, emir [[Aleppo]] dan [[Damaskus]], [[Nuruddin Zanki]], bahwa Mesir masih sulit diatur dan bahwa Salahuddin sangat diperlukan untuk menjaga oposisi tetap terkendali. Penguasa Ayyubiyah menyerang pada tanggal 31 Maret 1174 dan menangkap para pemimpin kelompok, di antaranya penyair terkenal [[Umara al-Yamani]]. Para konspirator utama dieksekusi di alun-alun [[Bayn al-Qasrayn]] dari tanggal 6 April hingga 23 Mei, sementara yang lain diasingkan. Pemberontakan pro-Fathimiyah di [[Mesir Hulu]] menyusul, tetapi ditumpas pada bulan September oleh saudara Salahuddin, [[al-Adil]].
{{Untuk|negara yang diperintah oleh dinasti|Kekhalifahan Fathimiyah}}
{{Infobox family
| name = Dinasti Fathimiyah
| native_name = الفاطميون
| native_name_lang = ar
| parent_family = Bani Husain
| country = [[Kekhalifahan Fathimiyah]]
| etymology = [[Fatimah Az-Zahra|Fatimah]]
| founded = 909
| founder = [[Abdullah al-Mahdi Billah]]
| dissolution = 1171
| final_ruler = [[Al-Adid|Al-Adid li-Din Allah]]
| seat = [[Raqqada]] (909–921)<br>[[Mahdia|al-Mahdiya]] (921–948)<br>[[El-Mansuriya|al-Mansuriya]] (948–973)<br>[[Kairo]] (973–1171)
| titles = [[Imamah dalam doktrin Ismailiyah|Imam]] dan [[Daftar Khalifah Fathimiyah|Khalifah]]
}}
'''Dinasti Fathimiyah''' ({{Lang-ar|الفاطميون|al-Fāṭimiyyūn}} adalah sebuah [[wangsa|dinasti]] [[orang Arab|Arab]] yang memerintah [[Kekhalifahan Fathimiyah]], antara tahun 909 dan 1171 M. Sebagai keturunan dari [[Fatimah az-Zahra]] dan [[Ali bin Abi Thalib]], dan menganut [[Syiah]] [[Ismailiyah]], mereka memegang [[imamah dalam doktrin Ismailiyah|imamah Ismailiyah]], dan dianggap sebagai pemimpin yang sah dari komunitas Muslim. Garis keturunan imam [[Isma'ilisme Nizari|Ismailiyah Nizari]], yang saat ini diwakili oleh [[Aga Khan]], mengklaim sebagai keturunan dari cabang Fathimiyah. [[Alavi Bohra]], yang sebagian besar berpusat di [[Vadodara]], juga mengklaim sebagai keturunan dari Fathimiyah.
 
== Latar belakang ==
Dinasti Fathimiyah muncul sebagai pemimpin gerakan misionaris ({{transl|ar|[[dakwah|da’wah]]}}) Isma'ili awal klandestin pada abad kesembilan Masehi, seolah-olah bertindak atas nama seorang imam tersembunyi, yang pada saat itu tersirat sebagai [[Muhammad bin Isma'il]]. Dakwah Isma'ili menyebar luas di seluruh dunia Islam, kemudian diperintah oleh [[Kekhalifahan Abbasiyah]]. Pada tahun 899, khalifah Fathimiyah pertama di masa depan, [[Abdullah al-Mahdi Billah|Abdallah]], menyatakan dirinya sebagai [[Imam Mahdi|imam yang diharapkan]], menyebabkan keretakan dalam dakwah Isma'ili karena orang -orang [[Qaramitah|Qarmati]], yang tidak mengakui imamahnya, memisahkan diri. Sementara itu, agen-agen Isma'ili telah berhasil menaklukkan sebagian besar [[Yaman]] dan [[Ifriqiyah]], serta melancarkan pemberontakan di [[Bilad asy-Syam|Suriah]] dan Irak. Melarikan diri dari penganiayaan Abbasiyah ke Ifriqiyah, Abdallah memproklamasikan dirinya secara terbuka dan mendirikan Kekhalifahan Fathimiyah pada tahun 909. Dari sana, para imam-khalifah Fathimiyah memperluas kekuasaan mereka atas sebagian besar [[Maghreb]] serta [[Sisilia]], sebelum [[Penaklukan Mesir oleh Fatimiyah|menaklukkan Mesir]] pada tahun 969. Mendirikan [[Kairo]] sebagai ibu kota baru mereka, selama dua abad berikutnya, Fathimiyah akan berpusat di [[Mesir]] dan diidentikkan dengan negara tersebut. Pada puncak kejayaannya, Fathimiyah mengklaim kendali atau kedaulatan atas sebagian besar Afrika Utara, Sisilia, Mesir, [[Levant]], [[Hejaz]], Yaman, dan [[Multan]].
[[Kekhalifahan Fathimiyah]] adalah kekaisaran Islam [[abad pertengahan]] besar yang memerintah sebagian besar [[Afrika Utara]], [[Levant]], dan [[Jazirah Arab|Semenanjung Arab]] bagian barat dari tahun 909 hingga 1171. Dimulai di [[Ifriqiyah]], setelah [[Penaklukan Fatimiyah atas Mesir|penaklukan Mesir]] pada tahun 969, [[Dinasti Fathimiyah]] memantapkan dirinya di ibu kota baru di sana, [[Kairo]]. [[Daftar Khalifah Fathimiyah|Para khalifah Fathimiyah]] tidak hanya memegang otoritas sekuler, tetapi juga otoritas keagamaan [[imamah|imam]] [[Syiah]] [[Ismailiyah|Isma'iliyah]], yang memimpin jaringan [[dai (pendakwah)|misionaris]] keagamaan yang rumit ({{transl|ar|da'wah}}).{{sfn|Halm|2014b}} Pada tahun 1060-an dan 1070-an, negara Fathimiyah hampir runtuh sebagai akibat dari [[Kesulitan Mustansiriyah|masalah internal]]. Ketika otoritas pusat dipulihkan oleh [[wazir (Kekhalifahan Fathimiyah)|wazir]] [[Badr al-Jamali]], itu seperti kediktatoran militer virtual, dengan kekuasaan dilimpahkan kepada wazir sebagai quasi- sultan dan para khalifah sebagian besar kehilangan kekuasaan; tiga khalifah terakhir diangkat ke takhta sebagai anak-anak.{{sfn|Halm|2014b}} Pada masa yang sama, persatuan misi Ismailiyah terpecah belah akibat pertikaian mengenai suksesi [[imamah dalam doktrin Ismailiyah|imamah]], yang mengakibatkan pemisahan cabang [[Isma'ilisme Nizari|Nizari]] dan [[Isma'ilisme Tayyibi|Tayyibi]] dari cabang [[Isma'ilisme Hafizi|Hafizi]] resmi yang disponsori Fathimiyah, dan reaksi Sunni terhadap dominasi Syiah mulai tampak jelas bahkan di Mesir sendiri.{{sfn|Halm|2014b}}
 
Pada tahun 1160-an, negara Fathimiyah yang menurun telah direduksi menjadi Mesir. Itu dihadapkan dengan [[Invasi invasi oleh [[Tentara Salib]] [[Kerajaan Yerusalem]], kekacauan dalam negeri, dan intervensi oleh penguasa Sunni yang kuat dari [[Bilad asy-Syam|Suriah]], [[Nuruddin Zanki]], yang mengirim jenderalnya [[Syirkuh]] ke Mesir.{{sfn|Brett|2017|pp=288–291}}{{sfn|Halm|2014a|pp=261–280}} Manuver politik dan militer yang kompleks yang diikuti berakhir pada Januari 1169 dengan penunjukan Syirkuh sebagai wazir oleh khalifah Fathimiyah, [[al-Adid]]. Ketika Syirkuh meninggal tak lama kemudian, keponakannya Salahuddin dipilih sebagai kandidat kompromi dari berbagai faksi tentara Suriah untuk menggantikannya.{{sfn|Brett|2017|p=291}}{{sfn|Halm|2014a|pp=280–283}} Posisi baru Salahuddin canggung: secara resmi kepala pemerintahan negara Syiah nominal, Salahuddin sendiri adalah seorang Sunni yang memimpin tentara Sunni, serta menjadi bawahan Nuruddin, yang [[Kebangkitan Sunni|kemenangannya dari penyebab Sunni melawan]] Isma'ili terkenal. Niat Salahuddin untuk menghapuskan rezim Fathimiyah sudah terlihat sejak awal, dan berbagai faksi dan kelompok kekuasaan dalam pemerintahan Fathimiyah, terutama di dalam istana, bertekad untuk menentangnya.{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=70–71}} Pada saat yang sama, akomodasi awal Salahuddin dengan Khalifah al-Adid dan rezim Fathimiyah, dalam rangka mengamankan posisinya sendiri, membuat Nuruddin tidak senang, yang tidak mempercayai motif Salahuddin dan menolak untuk mengakui posisi barunya.{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=72–73}}
Silsilah keluarga Fathimiyah yang diklaim sebagai keturunan dari Fatimah dan Ali merupakan inti dari legitimasi mereka sebagai imam yang sah dalam garis keturunan yang tidak terputus dan ditetapkan oleh Tuhan sejak Ali dan seterusnya. Ketidakjelasan awal mereka, dan publikasi silsilah yang saling bertentangan dan tidak benar oleh khalifah Fathimiyah pertama, Abdallah al-Mahdi Billah (dikenal dengan sebutan Ubayd Allah oleh para pencelanya), menimbulkan keraguan atas keakuratan klaim ini, yang biasanya ditolak oleh Sunni kontemporer dan [[Syiah Dua Belas Imam]], yang menganggap mereka penipu dan perampas kekuasaan. Akibatnya, banyak sumber hingga abad ke-20 menyebut keluarga Fathimiyah dengan nama yang merendahkan, Ubaydiyah.
 
Secara bertahap, Salahuddin mulai merusak Kekhalifahan Fathimiyah, dengan memperkenalkan nama Nuruddin dalam khutbah Jumat setelah Khalifah al-Adid, menyingkirkan yang terakhir, dan mempromosikan pasukan Suriahnya sendiri, memberi mereka wilayah militer ({{transl|ar|[[iqta']]}}) untuk pemeliharaan mereka, sementara menarik wilayah serupa dari komandan Fathimiyah.{{sfn|Halm|2014a|pp=284–285}}{{sfn|Lev|1999|p=82}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=72–75}} Langkah-langkah ini membangkitkan pertentangan dari elit Fathimiyah, dan sebuah konspirasi diluncurkan, dipimpin oleh [[mayordomo]] [[Mu'tamin al-Khilafa]].{{sfn|Halm|2014a|p=285}}{{sfn|Brett|2017|p=292}} Menurut para penulis sejarah abad pertengahan, Mu'tamin mendesak Tentara Salib untuk menyerang Mesir, yang akan memaksa Salahuddin meninggalkan Kairo untuk menghadapi mereka, dan memungkinkan Mu'tamin dan para pendukungnya untuk menguasai ibu kota dan kemudian menyerang bagian belakang Salahuddin.{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=76–77}}{{sfn|Lev|1999|pp=49–50}} Meskipun para sejarawan modern meragukan kebenaran laporan-laporan ini, menganggapnya sebagai rekayasa para sejarawan kemudian untuk membenarkan tindakan keras Salahuddin terhadap elemen-elemen pro-Fathimiyah,{{sfn|Lev|1999|pp=49–50, 82–84}}{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=34}} Mu'tamin ditangkap dan dieksekusi sebagai pemimpin konspirasi tersebut.{{sfn|Halm|2014a|p=285}}{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=34}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|p=77}} Hal ini memicu pemberontakan pasukan Afrika hitam dan Armenia dari tentara Fathimiyah di Kairo pada tanggal 21-23 Agustus 1169, yang [[Pertempuran Orang Kulit Hitam|ditumpas dengan keras]], diikuti oleh pembantaian besar-besaran terhadap pasukan Afrika hitam loyalis oleh orang-orang Salahuddin di bawah komando saudaranya, [[Turan-Shah]].{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=77–79}}{{sfn|Lyons|Jackson|1982|pp=34–36}}{{sfn|Halm|2014a|pp=285–286}}
Ekspansi Fathimiyah ke Levant, dan tantangan ideologis yang diwakili oleh [[Abad Syi'ah|kekuasaan rezim Syiah]], mengakibatkan kaum Sunni bersatu di sekitar Kekhalifahan Abbasiyah sebagai respons, yang memicu kebangkitan Sunni pada abad ke-11. Menghadapi kekacauan internal, dan kedatangan [[orang Turki|Turki]] [[Dinasti Seljuk|Seljuk]] dan kemudian [[Perang Salib]], kekuatan Fathimiyah mulai menurun pada akhir abad ke-11. Dinasti tersebut diselamatkan dengan menyerahkan kekuasaan kepada [[wazir]] militer yang kuat, tetapi ini juga berarti bahwa para imam-khalifah sering kali menjadi [[penguasa boneka]] belaka. Dinamisme awal dakwah berkurang oleh pertikaian suksesi yang pahit, yang mengakibatkan sebagian besar komunitas Isma'ili, seperti [[Druze]], [[Isma'ilisme Nizari|Nizari]], dan [[Isma'ilisme Tayyibi|Tayyibi]], memisahkan diri dari kesetiaan Fathimiyah, dan mencoreng prestise dan otoritas dinasti. Imam–khalifah Fathimiyah terakhir adalah penguasa anak-anak yang tidak berdaya yang menjadi pion di tangan wazir mereka. Wazir terakhir, [[Salahuddin Ayyubi|Salahuddin]], [[Salahuddin Ayyubi di Mesir|menggulingkan dinasti tersebut]] pada tahun 1171, setelah kematian Khalifah [[al-Adid]]. Anggota dinasti yang tersisa dan keturunan mereka ditempatkan dalam tahanan rumah di Kairo hingga mereka meninggal; anggota terakhir dinasti tersebut meninggal pada pertengahan abad ke-13.
 
Penghapusan militer Fathimiyah, bersama dengan penolakan [[Pengepungan Damietta (1169)|serangan Tentara Salib]] di [[Damietta]], dan kedatangan keluarganya dari Suriah, memperkuat kekuasaan Salahuddin atas Mesir.{{sfn|Lev|1999|pp=84–85}} Dia mulai menempatkan keluarganya dan pengikutnya sendiri ke posisi sipil dan militer,{{sfn|Brett|2017|p=292}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|p=82}}{{sfn|Halm|2014a|p=286}} membuka jalan bagi serangan terakhir terhadap rezim Fathimiyah itu sendiri: semua ekspresi publik dari kredo Isma'ili dihapuskan, dan Sunni menggantikan Isma'iliyah di semua jabatan peradilan, termasuk kepala {{transl|ar|[[qadi]]}}.{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=87–89}}{{sfn|Halm|2014a|pp=289–290}} Beberapa pasukan Fathimiyah yang selamat dari pembantaian di Kairo, dan yang lainnya yang kemudian diberhentikan oleh Salahuddin saat dia mengkonsolidasikan kekuasaannya, menuju [[Mesir Hulu]], di mana mereka melancarkan pemberontakan sporadis, tetapi tanpa banyak keberhasilan.{{sfn|Halm|2014a|p=286}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=78–79, 81–82}} Kebijakan Salahuddin mencapai puncaknya pada 10 September 1171, ketika nama [[khalifah]] [[Sunni]] [[Abbasiyah]], [[al-Mustadi]] diproklamasikan dalam [[khotbah]] [[salat Jumat]], bukan nama al-Adid.{{sfn|Halm|2014a|p=290}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=89–92}} Rezim Fathimiyah berakhir, dan kematian al-Adid hanya beberapa hari kemudian, pada 13 September 1171, setelah sakit sebentar, hanya menutup kehancurannya.{{sfn|Halm|2014a|pp=290–291}}{{sfn|Brett|2017|p=294}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=92–94}} Setelah kematian al-Adid, komunitas Isma'ili yang masih cukup besar dianiaya oleh rezim [[dinasti Ayyubiyah|Ayyubiyah]] baru Salahuddin, sementara anggota keluarga Fathimiyah ditahan di istana, dan kemudian di [[Benteng Salahuddin (Kairo)|Benteng Kairo]], tempat mereka menjalani hari-hari mereka.{{sfn|Halm|2014a|pp=291–292, 294–299}}
== Cikal bakal ==
=== Latar Belakang: Permulaan Syiah ===
Sejak kematian [[Khalifah]] [[Ali bin Abi Thalib]] ({{memerintah|656|661}}) pada tahun 661, yang menyebabkan berdirinya [[Kekhalifahan Umayyah]], sebagian masyarakat [[Muslim]] menolak Umayyah sebagai perampas kekuasaan dan menyerukan pembentukan rezim yang dipimpin oleh anggota {{transl|ar|[[ahlul bait|ahl al-bayt]]}}, keluarga Muhammad. [[Abbasiyah]], yang mengklaim keturunan dari paman dari pihak ayah Muhammad, [[Abbas bin Abdul Muthalib]] dan dengan demikian mengklaim keanggotaan keluarga yang lebih luas, mendapat keuntungan dari ini selama kebangkitan mereka ke kekuasaan melawan Umayyah; tetapi klaim mereka ditolak oleh [[Syiah]], yang bersikeras pada hak eksklusif keturunan [[Hasan bin Ali|Hasan]] ({{died in|670}}) dan [[Husain bin Ali|Husain]] ({{died in|680}}), putra Ali dari putri Muhammad, [[Fatimah az-Zahra]].{{sfn|Brett|2017|p=18}} Sebuah garis [[Imamah dalam doktrin Ismailiyah|imam]] muncul dari keturunan Husain, yang tidak secara terbuka mengklaim kekhalifahan, namun dianggap oleh para pengikutnya sebagai wakil sejati Tuhan di bumi.{{sfn|Brett|2017|p=18}} Doktrin ini didasarkan pada penunjukan ({{transl|ar|[[nass (Islam)|nass]]}}) Ali oleh [[Muhammad]] di [[Ghadir Khumm]], dan kemudian para ulama pro-Fathimiyah berpendapat bahwa rantai imam yang ditunjuk akan terus berlanjut hingga akhir dunia; bahkan, para ulama ini berpendapat bahwa keberadaan para imam merupakan kebutuhan yang tak terelakkan.{{sfn|Brett|2001|p=31}}
 
== Konspirasi dan tindakan keras ==
Imam keenam ini, [[Ja'far ash-Shadiq]], menunjuk ({{transl|ar|[[nass (Islam)|nass]]}}) putranya [[Isma'il al-Mubarak]] sebagai penggantinya, tetapi Isma'il meninggal sebelum ayahnya, dan ketika ash-Shadiq sendiri meninggal pada tahun 765, suksesi dibiarkan terbuka. Satu faksi pengikut ash-Shadiq berpendapat bahwa ia telah menunjuk putra lainnya, [[Musa al-Kadzim]], sebagai ahli warisnya. Yang lain mengikuti putra-putra lainnya, [[Muhammad al-Dibaj]] dan [[Abdallah al-Aftah|Abd Allah al-Aftah]]—karena yang terakhir meninggal segera setelah itu, para pengikutnya pergi ke kamp Musa—atau bahkan menolak untuk percaya bahwa al-Sadiq telah meninggal, dan mengharapkan kedatangannya kembali sebagai seorang [[mesias]].{{sfn|Daftary|2007|pp=88–89}} Pengikut Musa, yang merupakan mayoritas pengikut ash-Shadiq, mengikuti garisnya hingga imam kedua belas yang konon [[Okultasi (Islam)|menghilang]] pada tahun 874. Penganut garis ini dikenal sebagai [[Syiah Dua Belas Imam|Syiah Dua Belas]].{{sfn|Brett|2017|p=18}}{{sfn|Daftary|2007|p=89}} Cabang lain percaya bahwa Ja'far ash-Shadiq diikuti oleh imam ketujuh, yang juga telah bersembunyi; maka kelompok ini dikenal sebagai Syiah Tujuh. Identitas pasti dari imam ketujuh itu diperdebatkan, tetapi pada akhir abad kesembilan umumnya telah diidentifikasikan dengan [[Muhammad bin Isma'il|Muhammad]], putra Isma'il dan cucu ash-Shadiq. Dari ayah Muhammad, Isma'il, sekte tersebut menerima namanya 'Isma'ili'.{{sfn|Brett|2017|p=18}}{{sfn|Halm|1991|pp=27–28}}{{sfn|Daftary|2007|pp=89–90}} Baik kehidupan Isma'il maupun Muhammad tidak diketahui dengan baik, dan setelah kematian Muhammad yang dilaporkan pada masa pemerintahan [[Harun ar-Rasyid]] ({{memerintah|786|809}}), sejarah gerakan Isma'ili awal menjadi tidak jelas.{{sfn|Daftary|2007|pp=90–96}}
[[Gambar:Map Crusader states 1165-en.svg|jempol|250px|kanan||alt=Peta Timur Tengah yang menunjukkan negara-negara utamanya pada tahun 1165 dengan warna|Peta politik Levant pada sekitar tahun  1165, sesaat sebelum Salahuddin mengambil alih kekuasaan di Mesir]]
Selama tahun-tahun berikutnya, sisa elit era Fathimiyah di Kairo bergabung dalam konspirasi melawan Salahuddin.{{sfn|Lev|1999|pp=86–87}}{{sfn|Halm|2014a|pp=295–296}} Konspirasi tersebut melibatkan misionaris ({{transl|ar|[[dai (pendakwah)|da'i]]}}) Isma'ili dan mantan kepala {{transl|ar|qadi}}, [[Hibatallah bin Kamil al-Mufaddal]], kepala {{transl|ar|da'i}} Fathimiyah terakhir, [[Abd al-Jabbar al-Jalis]], dan mantan kepala {{transl|ar|qadi}}, [[al-Hasan al-Uwairis]], sekretaris senior Shubruma, komandan militer Abd al-Samad al-Qashsha, kepala simpatisan Fathimiyah di [[Aleksandria]], Qadid al-Qafas, serta penyair [[Yaman]] terkenal [[Umara al-Yamani]], yang telah lama berkecimpung di istana Fathimiyah,{{Sfn|Halm|2014a|p=295}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|p=112}} yang terus menulis puisi berkabung atas bubarnya dinasti Fathimiyah.{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=67}}{{Sfn|Lev|1999|p=90}}
 
Sumber-sumber berbeda mengenai tujuan dan metode konspirasi: sebuah laporan dikirim setelah konspirasi terungkap kepada Nuruddin oleh sekretaris utama Salahuddin, [[Qadi al-Fadil]], yang kemudian dikutip oleh sejarawan abad ke-13 [[Ibnu Abi Tayyi]] dan [[Abu Shama]], menyatakan bahwa para konspirator membuat tujuan yang sama dengan Tentara Salib,{{sfn|Lev|1999|pp=86–87}}{{sfn|Halm|2014a|pp=295–296}} menggunakan jasa Ibnu Qarjalah, yang telah melarikan diri dari Mesir beberapa tahun sebelumnya dan telah membantu Tentara Salib merencanakan invasi mereka pada tahun 1169.{{sfn|Ehrenkreutz|1972|p=113}} Raja [[Amalric dari Yerusalem]] dilaporkan mengirim salah satu abdi dalemnya, seseorang bernama George, ke Kairo seolah-olah untuk bernegosiasi dengan Salahuddin, tetapi pada kenyataannya untuk bertemu dengan para konspirator, serta penulis Kristen dan Yahudi dari bekas kanselir Fathimiyah yang telah diambil alih oleh rezim baru.{{sfn|Lev|1999|p=87}}{{Sfn|Halm|2014a|p=295}} Rencananya adalah agar Amalric berkampanye melawan Salahuddin di Levant atau pantai Mediterania Mesir, seperti dalam operasi Damietta tahun 1169. Ini akan memaksa Salahuddin untuk berbaris sendiri, atau setidaknya mengirim sebagian besar tentaranya, menjauh dari Kairo. Ditambah dengan pembubaran adat prajurit yang tersisa ke wilayah kekuasaan mereka untuk musim panen di akhir musim panas, para konspirator bertujuan untuk memobilisasi sisa-sisa pasukan Afrika dan Armenia kulit hitam Fathimiyah, mantan personel istana Fathimiyah, dan simpatisan lainnya dan merebut kekuasaan di Kairo.{{sfn|Halm|2014a|pp=295–296}}{{sfn|Lev|1999|p=87}} Sebaliknya, kisah cendekiawan kontemporer [[Imaduddin al-Isfahani]], seperti yang dikutip oleh [[al-Bundari]], tidak menyebutkan kontak apa pun dengan Tentara Salib, sementara versi [[Ibnu Khallikan]], meskipun juga didasarkan pada Imaduddin, bersikeras mereka melakukannya.{{sfn|Lev|1999|pp=87–88}}
=== Silsilah Fathimiyah dan kontroversinya ===
Doktrin resmi Fathimiyah mengklaim garis silsilah yang tidak terputus antara khalifah Fathimiyah pertama, [[Abdullah al-Mahdi Billah]] ({{memerintah|909|934}}), dan Ali dan Fatimah, melalui Muhammad bin Isma'il.{{sfn|Canard|1965|p=850}} Keturunan ini diterima dan ditentang pada Abad Pertengahan, dan tetap menjadi topik perdebatan di kalangan cendekiawan saat ini.<ref>cf. {{harvnb|Andani|2016|pp=199–200}} for a summary.</ref> Seperti yang dikomentari oleh sejarawan Islam Syiah [[Heinz Halm]], "Dugaan keturunan dinasti dari Ali bin Abi Thalib dan putri Muhammad, Fatimah, telah dipertanyakan oleh orang-orang sezaman sejak awal dan tidak dapat dibuktikan",{{sfn|Halm|2014}} sementara Michael Brett, seorang ahli Fathimiyah, menegaskan bahwa "jawaban faktual atas pertanyaan tentang identitas mereka tidak mungkin".{{sfn|Brett|2001|p=29}}
 
Qadi al-Fadil juga mengklaim bahwa para konspirator mengirim utusan ke [[Rasyiduddin Sinan|Sinan]], 'Orang Tua Gunung' yang melegenda, pemimpin Ordo Nizari [[Hassassin]] di Suriah, dengan permintaan untuk membunuh Salahuddin.{{sfn|Lev|1999|pp=86–87}}{{sfn|Halm|2014a|pp=296, 310}} Para Hassassin memang melakukan tiga kali percobaan pembunuhan yang gagal terhadap Salahuddin, pada Desember 1174/Januari 1175, Mei 1176, dan Juni 1176—setelah itu Salahuddin menyerbu wilayah mereka sebelum menyetujui gencatan senjata dengan Sinan—tetapi motif mereka tidak jelas.{{Sfn|Lewis|1953|pp=239–243}} Sebagai seorang Nizari, Sinan mungkin acuh tak acuh terhadap akhir dari cabang Fathimiyah saingan yang telah digulingkan Salahuddin, yang dianggap oleh Nizari sebagai bid'ah;{{Sfn|Lewis|1953|p=242}} Agen-agen Nizari sebelumnya telah membunuh wali penguasa Fathimiyah [[al-Afdhal Syahansyah]] pada tahun 1121,{{sfn|Halm|2014a|pp=140–141}} dan Khalifah [[al-Amir bi-Ahkam Allah|al-Amir]] pada tahun 1130.{{sfn|Halm|2014a|pp=177–178}} Di sisi lain, pembelaan Salahuddin terhadap Sunni, dan sebaliknya, penentangannya terhadap Syiah dari aliran apa pun, serta ambisinya untuk memperluas kekuasaannya ke Suriah Zankiyah yang sudah terlihat sejak musim panas tahun 1174, membuatnya menjadi musuh yang jelas bagi kepentingan Nizari, bahkan tanpa adanya seruan dari para konspirator di Kairo.{{Sfn|Lewis|1953|pp=241–243}}
Masalah utama muncul dengan silsilah yang menghubungkan al-Mahdi dengan Ja'far ash-Shadiq. Menurut doktrin Isma'ili, para imam yang mengikuti Muhammad bin Isma'il berada dalam penyembunyian ({{transl|ar|[[Satr (Isma'ilisme)|satr]]}}), tetapi sumber-sumber Isma'ili awal tidak menyebutkan mereka, dan bahkan kemudian, silsilah resmi Isma'ili berbeda pendapat tentang jumlah, nama dan identitas 'imam tersembunyi' ini ({{transl|ar|al-a'imma al-masturin}}), sebuah masalah yang rumit oleh klaim Isma'ili bahwa para imam tersembunyi mengasumsikan berbagai alias untuk keamanan.{{sfn|Canard|1965|pp=850–851}}{{sfn|Daftary|2007|pp=99–100, 104}} Jadi Prince Peter Hagop Mamour yang pro-Isma'ili, dalam karya apologetiknya tahun 1934 ''Polemik tentang Asal Usul Khalifah Fatimi'', menyertakan tidak kurang dari lima puluh variasi garis empat imam tersembunyi antara Isma'il bin Ja'far dan al-Mahdi, mengklaim bahwa berbagai nama tersebut mewakili nama samaran.{{sfn|Brett|2001|p=34}} Sumber-sumber Isma'ili awal cenderung bungkam tentang masalah ini, dari campuran keharusan agama—karena Tuhan telah menetapkan para imamnya untuk disembunyikan, mereka harus tetap demikian—dan ketidaktahuan yang nyata.{{sfn|Brett|2001|p=35}} Al-Mahdi sendiri, dalam sebuah surat yang dikirim ke komunitas Isma'ili di Yaman, bahkan mengklaim bukan keturunan Isma'il bin Ja'far, tetapi dari kakak laki-lakinya Abdallah al-Aftah, yang secara umum dianggap tidak memiliki keturunan sama sekali. Khususnya, silsilah Fathimiyah resmi kemudian menolak versi ini.{{sfn|Canard|1965|p=851}}{{sfn|Daftary|2007|p=101}}{{sfn|Halm|1991|pp=146–147}} Selain itu, tampaknya leluhur pertama yang diketahui dari garis Fathimiyah, [[Ahmad al-Wafi|Abdallah al-Akbar]], kakek buyut khalifah Fathimiyah pertama, awalnya mengklaim bukan keturunan Ali sama sekali, tetapi dari saudaranya [[Aqil bin Abi Thalib]], dan diterima seperti itu oleh Aqili di Basra.{{sfn|Halm|1991|pp=19–20}} Menurut Brett, garis keturunan yang diklaim oleh Fathimiyah antara Ja'far ash-Shadiq dan al-Mahdi mencerminkan "kepercayaan sejarah daripada tokoh sejarah, yang mana sedikit atau tidak ada konfirmasi independen",{{sfn|Brett|2001|p=29}} karena bahkan Isma'il bin Ja'far adalah tokoh yang tidak jelas, apalagi penggantinya yang seharusnya tersembunyi.{{sfn|Brett|2001|p=30}}
 
Para konspirator juga harus menghindari campur tangan oleh saudara Salahuddin yang cakap, Turan-Shah, tetapi dalam hal ini mereka beruntung: pada tahun 1173 ia dikirim ke Mesir Hulu untuk meredakan kekacauan yang disebabkan oleh bekas tentara Fathimiyah dan [[Kampanye Nubia Turan-Shah|melawan serangan]] kerajaan [[Nubia]] di [[Makuria]], sementara pada tahun 1174, Turan-Shah berlayar ke Arabia, di sana untuk mengambil alih bekas daerah pengaruh Fathimiyah di [[Hejaz]] (termasuk kota suci Muslim [[Makkah]] dan [[Madinah]]) dan Yaman.{{sfn|Halm|2014a|pp=295, 310}} Hal ini tidak hanya menyingkirkan seorang jenderal yang cakap, yang telah membantu menekan pemberontakan tahun 1169, serta pasukannya dari Mesir, tetapi juga sosok yang paling mungkin dikerahkan oleh para loyalis Ayyubiyah jika Salahuddin meninggal.{{sfn|Fulton|2022|pp=148–149}} Bahkan, menurut beberapa catatan, penyair Umara mengklaim telah dengan sengaja mendorong Turan-Shah dalam ambisinya untuk meninggalkan Mesir, dengan ajakan seperti "di depanmu adalah penaklukan Yaman dan Suriah" atau "ciptakan sendiri kerajaan yang tidak akan kau masuki dengan kerajaan lain".{{sfn|Halm|2014a|pp=295, 310}}{{sfn|Lyons|Jackson|1982|pp=66, 67}} Di sisi lain, seperti yang ditunjukkan oleh kisah Umara, Turan-Shah mengasosiasikan dirinya dengan beberapa tokoh tingkat tinggi rezim Fathimiyah, yang akan menjadi korban tindakan keras konspirasi tersebut.{{sfn|Fulton|2022|p=148}}
Sementara sumber-sumber pro-Fathimiyah menekankan bahwa mereka adalah [[Bani Ali|keturunan Ali]]—dinasti tersebut menamakan dirinya sendiri hanya sebagai 'Dinasti Ali' ({{transl|ar|al-dawla al-alawiyya}})—banyak sumber [[Sunni]] malah menyebut mereka sebagai 'Ubaydi' ({{lang-ar|بنو عبيد|Banu Ubayd}}), setelah bentuk kecil Ubayd Allah untuk nama al-Mahdi, yang umumnya digunakan dalam sumber-sumber Sunni dengan maksud yang tampaknya merendahkan.{{sfn|Canard|1965|p=852}}{{sfn|Halm|2014}} Para polemik anti-Fathimiyah Abad Pertengahan, dimulai dengan [[Ibnu Rizam]] dan [[Akhu Muhsin]], sangat ingin mendiskreditkan Isma'ilisme sebagai bid'ah [[antinomian]] dan secara umum menganggap klaim Fathimiyah atas keturunan Ali palsu. Sebaliknya, mereka mengajukan klaim balasan bahwa al-Mahdi adalah keturunan Abdallah, putra seseorang bernama [[Maymun al-Qaddah]] dari [[Khuzistan]],{{sfn|Daftary|2007|pp=8, 101–103}} bahwa nama asli al-Mahdi adalah Sa'id, atau bahwa ayah al-Mahdi sebenarnya adalah seorang Yahudi (kiasan antisemit yang umum di kalangan penulis Arab abad pertengahan).{{sfn|Canard|1965|p=850}} Sementara beberapa penulis Sunni abad pertengahan dan penguasa kontemporer—termasuk para {{transl|ar|syarif}} Ali di [[Makkah]] dan [[Madinah]]—menerima atau tampak menerima klaim Fathimiyah begitu saja,{{sfn|Andani|2016|pp=199–200}} 'legenda hitam' anti-Isma'ili ini, sebagaimana cendekiawan modern [[Farhad Daftary]] menyebutnya, memengaruhi para ahli sejarah Sunni sepanjang abad-abad berikutnya, dan menjadi doktrin resmi dengan [[Manifesto Bagdad]] tahun 1011.{{sfn|Daftary|2007|pp=8–9, 24–25}} Karena sedikitnya materi Isma'ili yang sebenarnya hingga sumber-sumber Isma'ili mulai tersedia dan menjalani pemeriksaan ilmiah selama abad ke-20, versi Sunni diadopsi bahkan oleh beberapa [[Orientalis]] modern awal.{{sfn|Daftary|2007|pp=101–103}}
 
Para konspirator tampaknya bermaksud untuk mengembalikan rezim Fathimiyah, tetapi tidak bersatu dalam menentukan siapa yang harus memimpinnya: beberapa lebih menyukai putra tertua al-Adid, [[Daoud bin al-Adid|Dawud]], sebagai khalifah, sementara yang lain, mengingat Dawud masih minoritas, lebih menyukai memilih seorang khalifah di antara sepupu-sepupu dewasa al-Adid.{{sfn|Halm|2014a|p=296}} Demikian pula jabatan wazir merupakan objek pertikaian di antara keturunan wazir-wazir terdahulu [[Syawar]] (1162–1163 dan 1164–1169) dan [[Tala'i bin Ruzzik]] (1154–1161).{{sfn|Halm|2014a|p=296}} Meskipun kondisi menguntungkan pada tahun 1173, ketika Salahuddin sedang berkampanye di seberang [[Laut Mati]] dan Turan-Shah menduduki Mesir Hulu, para konspirator tidak melakukan tindakan apa pun, mungkin karena tidak adanya tindakan dari Raja Yerusalem.{{sfn|Halm|2014a|pp=295–296}} Konspirasi itu segera terbongkar, meskipun lagi-lagi sumbernya berbeda tentang bagaimana dan oleh siapa: oleh [[Najmuddin bin Masal]], putra wazir Fathimiyah yang berumur pendek [[Ibnu Masal]] (1149), yang telah mendukung Syirkuh dalam [[Pengepungan Aleksandria (1167)|Pengepungan Aleksandria]] selama kampanyenya tahun 1167 di Mesir,{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=112–113}}{{sfn|Halm|2014a|pp=294, 389 (note 208)}} secara tidak sengaja, oleh utusan Tentara Salib George, yang berteman dengan agen Kristen Salahuddin;{{sfn|Fulton|2022|pp=149–150}} atau oleh pendakwah [[Zainuddin Ali bin Naja]], yang dilaporkan meminta harta sitaan Ibnu Kamil al-Mufaddal sebagai hadiah.{{Sfn|Halm|2014a|p=295}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|pp=112–114}} Catatan lain menyatakan bahwa Zainuddin dikirim untuk menyelidiki komandan Abd al-Samad, yang sedang dipersiapkan Salahuddin untuk difavoritkan, dan dengan demikian menemukan rencana tersebut.{{sfn|Fulton|2022|p=150}} Imaduddin berpendapat bahwa konspirasi tersebut telah disusupi sejak awal oleh agen-agen Salahuddin, yang memberitahu Salahuddin tentang rencana tersebut jauh sebelum ia menghancurkannya.{{sfn|Lev|1999|p=87}}
Sumber-sumber Isma'ili awal mengabaikan keberadaan Maymun al-Qaddah, tetapi kemudian, sumber-sumber era Fathimiyah dipaksa untuk menghadapi klaim lawan mereka tentang orangnya, dan mencoba untuk mendamaikan silsilah yang saling bertentangan itu.{{sfn|Canard|1965|p=851}}{{sfn|Daftary|2007|p=105}} Beberapa sumber Isma'ili sektarian—terutama [[Druze]]—bahkan mengklaim bahwa selama periode penyembunyian imam Isma'ili, gerakan Isma'ili sebenarnya dipimpin oleh keturunan Maymun al-Qaddah, sampai pemulihan garis yang benar dengan khalifah Fathimiyah.{{sfn|Daftary|2007|p=105}} Penulis [[Isma'ilisme Tayyibi|Ismailiyah Tayyibi]] kemudian juga menggunakan figur Maymun al-Qaddah dan putranya Abdallah untuk membela legalitas adanya pengganti atau perwakilan imam, setiap kali yang terakhir masih di bawah umur.{{sfn|Daftary|2007|pp=105–106}} Kontroversi lebih lanjut yang muncul pada abad pertengahan adalah apakah khalifah kedua Fathimiyah, [[Al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|Muhammad al-Qa'im bi-Amr Allah]], adalah putra al-Mahdi, atau apakah al-Mahdi hanya merebut posisi seorang imam yang masih tersembunyi; itu berarti bahwa al-Qa'im adalah imam-khalifah Fathimiyah pertama yang sejati.{{sfn|Canard|1965|p=851}}{{sfn|Daftary|2007|p=105}}
 
Ini terjadi pada 31 Maret 1174, para pemimpin konspirasi ditangkap. Beberapa dengan bebas mengakui peran mereka, yang lain hanya setelah disiksa.{{sfn|Halm|2014a|p=296}} Salahuddin mencari seorang juriskonsul ({{transl|ar|[[fatwa]]}}) mengenai nasib mereka, yaitu kematian: dimulai pada 6 April, dengan penyair Umara, dan berakhir pada 23 Mei dengan Ibnu Kamil al-Mufaddal, mereka dieksekusi di depan umum dan tubuh mereka disalibkan di [[Bayn al-Qasrayn]], alun-alun utama Kairo, yang terletak di antara [[Istana-istana Fathimiyah Agung|Istana Besar Fathimiyah]].{{sfn|Halm|2014a|pp=296–297}}{{sfn|Fulton|2022|p=150}} Anggota yang tersisa diasingkan ke Mesir Hulu, sementara beberapa dicap sebagai pengkhianat.{{sfn|Fulton|2022|p=150}} Tak lama kemudian, armada [[Kerajaan Sisilia|Sisilia]] [[Pengepungan Aleksandria (1174)|menyerang Aleksandria]] tanpa hasil, yang oleh sejarawan kontemporer [[Ibnul Atsit al-Jazari|Ibnu al-Atsir]] dikaitkan dengan konspirasi: menurut pandangannya, Amalric, yang telah mendengar tentang runtuhnya plot, tidak bergerak, tetapi orang Sisilia, yang tidak menyadari kejadian di Kairo, melanjutkan rencana yang disepakati.{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=67}}
Para penulis modern telah mencoba untuk merekonsiliasi silsilah-silsilah tersebut. Dalam ''Origins of Ismāʿı̄lism'', ahli bahasa Arab [[Bernard Lewis]] mengusulkan keberadaan dua seri imam paralel: imam wali amanat ({{transl|ar|mustawda'}}), yang merupakan keturunan Maymun al-Qaddah, yang tugasnya adalah menyembunyikan dan melindungi keberadaan imam sejati ({{transl|ar|mustakarr}}, {{lit.|permanen}}). Lewis berpendapat bahwa al-Mahdi adalah yang terakhir dari garis keturunan tersebut, dan bahwa al-Qa'im adalah yang pertama dari para imam {{transl|ar|mustakarr}} yang duduk di singgasana.{{sfn|Canard|1965|p=851}}{{sfn|Daftary|2007|p=107}} Penelitian oleh [[Vladimir Ivanov (orientalis)|Vladimir Ivanov]], di sisi lain, telah secara meyakinkan menunjukkan bahwa keturunan Qaddahi dari Fathimiyah adalah sebuah legenda, kemungkinan besar diciptakan oleh Ibnu Rizam sendiri: Maymun al-Qaddah yang historis sekarang diketahui telah menjadi murid [[Muhammad al-Baqir]] (diakui oleh Isma'ili dan Syiah Dua Belas sebagai seorang imam), dan dia dan putranya Abdallah berasal dari [[Hejaz]]. Atas alasan kronologi saja, versi Ibnu Rizam terbukti tidak dapat dipertahankan.{{sfn|Daftary|2007|p=103}} Akses ke lebih banyak sumber selanjutnya telah menyebabkan rekonsiliasi sebagian dari akun yang bertentangan dengan mendalilkan bahwa beberapa nama varian dalam silsilah memang nama samaran untuk para imam Isma'ili: dengan demikian Maymun ('Yang Beruntung') disarankan sebagai julukan untuk Muhammad bin Isma'il, terutama karena sebuah sumber menghubungkannya dengan sebuah sekte yang dikenal sebagai Maymuniyya. Penjelasan ini juga hadir dalam sebuah surat dari khalifah Fathimiyah keempat, [[Muiz Lidinillah|al-Mu'izz]], pada tahun 965. Ini akan membuat klaim tentang keturunan al-Mahdi dari seorang 'Abdallah bin Maymun' sebenarnya benar, dan menyebabkan sumber-sumber yang bermusuhan untuk membingungkannya dengan tokoh Syiah sebelumnya.{{sfn|Daftary|2007|pp=104–105}} Saran lain, oleh Abbas Hamdani dan F. de Blois, adalah bahwa silsilah yang diterbitkan secara resmi merupakan kompromi antara dua garis keturunan yang berbeda dari Ja'far ash-Shadiq, satu dari Isma'il dan yang lainnya (per surat al-Mahdi kepada orang Yaman) dari Abdallah al-Aftah.{{sfn|Brett|2001|p=36}}{{sfn|Daftary|2007|p=107}} Cendekiawan lain, seperti Halm, tetap skeptis, sementara Omert Schrier dan Michael Brett menolak klaim Fathimiyah tentang keturunan Ali sepenuhnya sebagai fiksi saleh.{{sfn|Andani|2016|p=200}}
 
== Penilaian historis ==
=== Dinasti Fathimiyah dan dakwah awal Ismailiyah ===
Kisah resmi konspirasi tersebut, sebagaimana dilaporkan oleh Qadi al-Fadil dan diulang oleh sebagian besar sumber setelahnya, telah diperiksa secara kritis oleh para sejarawan modern, yang telah meragukan kebenarannya.{{sfn|Fulton|2022|pp=150–151}} Sejarawan [[Heinz Halm]] pada umumnya menerima peristiwa tersebut sebagaimana yang digambarkan.{{sfn|Halm|2014a|pp=294–297}} Dalam biografi Salahuddin tahun 1972, Andrew Ehrenkreutz, juga memberikan kepercayaan pada plot tersebut, tetapi menyatakan bahwa pengiriman Turan-Shah ke Yaman adalah untuk menyingkirkannya dari Kairo, dan membuatnya tidak dapat melindungi orang-orang yang dieksekusi, yang telah ia lindungi saat berada di Mesir.{{sfn|Fulton|2022|pp=148, 150}}{{sfn|Ehrenkreutz|1972|p=114}} Sejarawan M. C. Lyons dan D. E. P. Jackson juga menunjukkan bahwa ekspedisi Turan-Shah ke Yaman didorong oleh Salahuddin dan sesuai dengan kepentingan politiknya yang lebih luas,{{sfn|Lyons|Jackson|1982|pp=65–67}} sambil meremehkan pandangan bahwa Umara terutama memotivasi ekspedisinya sebagai "saran yang mengerikan".{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=67}} Namun, mereka menyatakan ketidakpercayaan pada gagasan bahwa Najmuddin bin Masal dan Zainuddin, keduanya anggota terpercaya dari rombongan dekat Salahuddin, mungkin pernah direkrut ke dalam plot seperti itu, dan bahwa jika mereka benar-benar terlibat, peran mereka mungkin sebagai ''[[agent provocateur|agen provokator]]'' untuk mencari tahu oposisi terhadap Salahuddin.{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=68}} Dalam pandangan mereka, Salahuddin menyadari plot tersebut dan mempercepat tindakan kerasnya, karena keinginan untuk mengamankan bagian belakangnya mengingat serangan Sisilia yang diantisipasi, atau bahkan untuk mengesankan al-Sahib Muwaffaq bin al-Qaysarani, utusan Nuruddin, yang telah dikirim untuk menilai perilaku dan kesetiaan Salahuddin. Seperti yang mereka katakan, "Salahuddin tidak bisa yakin dengan reaksi Nuruddin, dan kisah langsung tentang konspirasi berbahaya akan membantu menggarisbawahi kehalusan situasi di Mesir serta menekankan kesulitan dan tanggung jawab posisinya sendiri".{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=68}} Memang, Ibnu al-Atsir bersikeras bahwa Nuruddin bermaksud untuk menyerang Mesir dan menggulingkan Salahuddin pada tahun yang sama, sebelum kematian mendadak Nuruddin pada tanggal 15 Mei 1174 membatalkan rencana ini.{{sfn|Lyons|Jackson|1982|pp=68–69}}
{{Ismailiyah}}
Baik Syiah Dua Belas dan Syiah Tujuh berpendapat bahwa imam terakhir mereka tidak mati, tetapi hanya pergi bersembunyi, dan bahwa mereka akan segera kembali sebagai seorang mesias, sang {{transl|ar|[[imam Mahdi|mahdi]]}} ('Yang Dibimbing dengan Benar') atau {{transl|ar|[[Qa'im Al Muhammad|qa'im]]}} ('Dia yang Bangkit'), sebagai [[Eskatologi Islam|pengantar memasuki akhir zaman]].{{sfn|Brett|2017|p=18}}{{sfn|Halm|1991|p=28}} Sang {{transl|ar|mahdi}} akan dengan cepat menggulingkan Abbasiyah yang merampas kekuasaan dan menghancurkan ibu kota mereka, [[Bagdad]], memulihkan persatuan kaum Muslim, menaklukkan [[Konstantinopel]], memastikan kemenangan akhir Islam dan membangun pemerintahan yang damai dan adil.{{sfn|Halm|1991|pp=28–29}} Kaum Isma'ili khususnya percaya bahwa sang {{transl|ar|mahdi}} akan mengungkapkan makna agama yang benar, '{{transl|ar|[[batin (Islam)|batin]]', yang sampai saat itu disediakan untuk beberapa inisiat terpilih. Sang {{transl|ar|mahdi}} akan menghapuskan bentuk-bentuk dan batasan-batasan Islam yang 'lahiriah' ({{transl|ar|[[Zahir (Islam)|zahir]]}}), karena sejak saat itu agama yang benar, agama [[Nabi Adam|Adam]], akan dimanifestasikan tanpa perlu simbol-simbol dan alat-alat mediasi lainnya.{{sfn|Halm|1991|p=29}}
 
Sejarawan Yaacov Lev, setelah meneliti dengan saksama catatan-catatan utama,{{sfn|Fulton|2022|p=150}} menyimpulkan bahwa rencana itu tidak menimbulkan bahaya nyata bagi Salahuddin. Seperti yang dikomentari Lev, terdapat "perbedaan aneh antara dugaan cakupan dan ancaman rencana itu dan tindakan Salahuddin setelah rencana itu terbongkar", terutama mengingat pengasingan pasukan Fathimiyah terdahulu yang diduga siap membantu kudeta ke Mesir Hulu, wilayah yang sudah dilanda kekacauan akibat pasukan pemberontak dan serangan Nubia. Seperti yang juga ditunjukkan Lev, tidak ada anggota keluarga Fathimiyah, yang dipenjarakan oleh Salahuddin, yang diketahui dieksekusi sebagai akibat dari rencana itu.{{sfn|Lev|1999|p=89}} Menurut Lev, eksekusi pada bulan April–Mei 1174 bukanlah hasil dari konspirasi yang sebenarnya, tetapi pembersihan atau penyelesaian persaingan di antara elit sipil pasca-Fathimiyah; Lev secara khusus menunjuk Qadi al-Fadil, yang juga mantan pejabat tinggi Fathimiyah, yang secara tidak langsung tetapi jelas dituduh Umara sebagai pengkhianat Fathimiyah.{{sfn|Lev|1999|pp=90–94}} Sejarawan militer Michael Fulton juga menolak gagasan kolusi dengan Tentara Salib, yang tidak ada buktinya dalam sumber-sumber Barat, sementara juga menunjukkan kesamaan tuduhan dengan konspirasi Mu'tamin pada tahun 1169. Namun, tuduhan itu mungkin setidaknya telah diberikan kredibilitas, dengan serangan Sisilia yang kebetulan terjadi di Aleksandria pada tahun yang sama.{{sfn|Fulton|2022|p=151}} Dia juga berbagi pandangan dengan Lyons dan Jackson tentang Salahuddin yang "dengan mudah mengungkap rencana Fathimiyah" tepat ketika utusan Nuruddin hadir dan hubungannya sendiri dengan penguasa Suriahnya menegang.{{sfn|Fulton|2022|pp=151–152}}
Sementara {{transl|ar|mahdi}} Muhammad bin Isma'il tetap tersembunyi, bagaimanapun, ia perlu diwakili oleh agen-agen, yang akan mengumpulkan orang-orang beriman, menyebarkan berita ({{transl|ar|da'wah}}, 'undangan, panggilan'), dan mempersiapkan kepulangannya. Kepala jaringan rahasia ini adalah bukti hidup keberadaan imam, {{transl|ar|[[hujjah]]}} ({{lit.|segel}}).{{sfn|Halm|1991|pp=29–30}} {{transl|ar|Hujjah}} pertama yang diketahui adalah Abdallah al-Akbar, seorang pedagang kaya dari [[Askar Mukram]], di kini merupakan [[Iran]] barat daya. Terlepas dari cerita-cerita yang tidak mungkin disebarkan oleh para polemik anti-Isma'ili di kemudian hari, asal usulnya yang sebenarnya tidak diketahui.{{sfn|Halm|1991|pp=16–18}} Ajarannya menyebabkan ia dipaksa meninggalkan kota kelahirannya untuk menghindari penganiayaan oleh penguasa Abbasiyah, dan mencari perlindungan di [[Basra]]. Sekali lagi, ajarannya menarik perhatian penguasa, dan ia pindah ke kota kecil [[Salamiyah]] di tepi barat [[Gurun Suriah]].{{sfn|Halm|1991|pp=17–20}} Di sana ia menetap sebagai pedagang dari Basra, dan memiliki dua putra, Ahmad dan Ibrahim. Ketika Abdallah meninggal {{circa|827/8}}, Ahmad menggantikan ayahnya sebagai kepala gerakan Isma'ili, dan pada gilirannya digantikan oleh putranya yang lebih muda, Muhammad, yang dikenal sebagai Abu'l-Syalaghlagh.{{sfn|Halm|1991|pp=22–24}} Dalam doktrin Fathimiyah kemudian, Abdallah al-Akbar disebutkan sebagai putra tertua Muhammad bin Isma'il, dan penggantinya sebagai imam, diikuti oleh Ahmad.{{sfn|Daftary|2007|pp=99–100}} Sementara Muhammad Abu'l-Syalaghlagh adalah kepala {{transl|ar|da'wah}}, bagaimanapun, imamah diwariskan kepada putra lainnya, [[Radi Abdullah|al-Husain]] ({{died in|881/2}}), dan kemudian kepada putra al-Husain, Abdallah atau Sa'id, calon Khalifah al-Mahdi, yang lahir pada 873/4.{{sfn|Daftary|2007|p=100}} Teks-teks Isma'ili menunjukkan bahwa Abu'l-Syalaghlagh adalah wali dan guru al-Mahdi, namun ia juga mencoba untuk merebut tahta untuk anak-anaknya sendiri namun gagal, karena semua anak-anaknya meninggal sebelum waktunya.{{sfn|Daftary|2007|p=100}}
 
== Akibat ==
Selama akhir abad kesembilan, harapan-harapan [[milenialisme|milenialis]] meningkat di dunia Muslim, bertepatan dengan krisis mendalam Kekhalifahan Abbasiyah selama [[Anarki di Samarra]] yang berlangsung selama satu dekade, bangkitnya rezim-rezim yang memisahkan diri dan otonom di provinsi-provinsi, dan [[Pemberontakan Zanj]] skala besar, yang pemimpinnya mengklaim keturunan Ali dan menyatakan dirinya sebagai {{transl|ar|mahdi}}.{{sfn|Brett|2017|p=17}} Dalam suasana yang kacau ini, dan dengan Abbasiyah yang disibukkan dengan penindasan pemberontakan Zanj, dakwah Isma'ili menyebar dengan cepat, dibantu oleh ketidakpuasan di antara penganut Syiah Dua Belas dengan sikap tenang politik kepemimpinan mereka dan hilangnya imam kedua belas mereka baru-baru ini.{{sfn|Daftary|2007|p=108}} Para misionaris ({{transl|ar|da'i}}) seperti [[Hamdan Qarmat]] dan saudara iparnya [[Abu Muhammad Abdan]] menyebarkan jaringan agen ke daerah sekitar [[Kufah]] pada akhir 870-an, dan dari sana ke Yaman ([[Ibnu Hawsyab]], 882) dan kemudian India (884), [[Arabia Timur|Bahrayn]] ([[Abu Sa'id al-Jannabi]], 899), [[Persia]], dan [[Ifriqiyah]] ([[Abu Abdallah al-Shi'i]], 893).{{sfn|Halm|1991|p=47}}{{sfn|Daftary|2007|pp=108–110}} Kepemimpinan sebenarnya dari gerakan tersebut tetap tersembunyi di Salamiyah, dan hanya para da'i kepala dari setiap daerah, seperti Hamdan Qarmat, yang tahu dan berkorespondensi dengannya.{{sfn|Daftary|2007|p=116}} Namun, kepala gerakan yang sebenarnya tetap tersembunyi bahkan dari para misionaris senior, dan seseorang bernama Fayruz berfungsi sebagai kepala misionaris ({{transl|ar|da'i al-du'at}}) dan 'gerbang' ({{transl|ar|[[bab (Syiah)|bab]]}}) kepada pemimpin yang tersembunyi.{{sfn|Halm|1991|p=61}}
Mungkin diperkuat oleh pasukan yang dikirim ke sana sebagai hukuman, pemberontakan meletus di Mesir Hulu pada akhir musim panas 1174. Pemberontakan itu dipimpin oleh kepala suku [[Bedawi|Badui]] [[Rabi'a bin Nizar|Rabi'a]], yang nenek moyangnya telah memegang posisi turun-temurun sebagai gubernur [[Aswan]] di perbatasan selatan Mesir, dengan gelar [[Kanz al-Dawla]]. Didukung oleh mantan tentara Fathimiyah dan sukunya sendiri, ia berbaris ke utara menuju Kairo dengan tujuan yang dinyatakan untuk memulihkan Kekhalifahan Fathimiyah. Pada saat yang sama, pemberontakan pro-Fathimiyah lainnya pecah di dekat [[Luxor]] di bawah pimpinan Abbas bin Shadi, yang anak buahnya menyerbu lingkungan [[Qus]]. Komandan [[Husamuddin Abu'l-Hayja]], serta sepupu Salahuddin, Izz al-Din Musik, dan saudaranya, [[al-Adil I|al-Adil]], ditugaskan untuk menekan pemberontakan, yang dengan cepat dicapai: Kanz al-Dawla dikalahkan dan dibunuh pada tanggal 7 September, dan pada akhir bulan, al-Adil kembali ke Kairo.{{sfn|Lyons|Jackson|1982|p=77}}{{sfn|Halm|2014a|p=297}}
 
Setelah kekalahan pemberontakan ini, setiap kemungkinan untuk restorasi Fathimiyah dengan kekuatan militer telah padam.{{sfn|Halm|2014a|p=297}} Pada tahun 1176/7 seorang penipu yang mengklaim sebagai Dawud al-Adid menemukan dukungan luas di [[Qift]] di Mesir utara, tetapi sekali lagi al-Adil mampu dengan cepat menekan pemberontakan.{{sfn|Halm|2014a|p=297}} Pada tahun 1188, sebuah upaya pemberontakan di Kairo oleh sekelompok kecil yang meneriakkan teriakan Syiah 'Keluarga Ali' pada malam hari, tidak menemukan respons dari penduduk.{{sfn|Halm|2014a|p=298}} Komunitas Hafizi Isma'ili pro-Fathimiyah terakhir di Mesir dibuktikan di Mesir Hulu, di mana mereka bertahan sampai akhir [[Kesultanan Mamluk (Kairo)|periode Mamluk]].{{sfn|Halm|2014a|p=325}}
=== Skisma Qaramitah dan pelarian ke Maghreb ===
Sekitar tahun 899, Abdallah bin al-Husayn mengambil alih kepemimpinan dakwah. Tak lama kemudian, ia mulai membuat perubahan pada doktrin tersebut, yang membuat Hamdan Qarmat khawatir. Abdan pergi ke Salamiyah untuk menyelidiki masalah tersebut, dan mengetahui bahwa Abdallah mengklaim bahwa {{transl|ar|mahdi}} yang diharapkan bukanlah Muhammad bin Isma'il, seperti yang biasa disebarkan, tetapi Abdallah sendiri, dan bahwa leluhur Abdallah, jauh dari sekadar {{transl|ar|hujjah}} para imam, sebenarnya adalah para imam itu sendiri. Dalam sebuah surat kepada masyarakat Yaman, Abdallah mengklaim bahwa 'Muhammad bin Isma'il' sebenarnya adalah nama samaran yang diambil oleh setiap imam yang menjabat, dan menyangkal peran khusus Muhammad bin Isma'il sebagai {{transl|ar|mahdi}} yang diharapkan yang akan mengantar datangnya akhir zaman.{{sfn|Daftary|2007|pp=116–119}} Inovasi doktrinal ini menyebabkan keretakan besar dalam gerakan tersebut, karena Hamdan mengecam kepemimpinan di Salamiyah, mengumpulkan para {{transl|ar|da'i}} Irak dan memerintahkan mereka untuk menghentikan upaya misionaris. Tak lama setelah itu Hamdan "menghilang" dari markasnya, dan Abdan dibunuh oleh [[Zakarawayh bin Mihrawayh]], yang tetap setia kepada Salamiyah.{{sfn|Daftary|2007|p=117}}
 
Perpecahan tersebut meninggalkan dakwah Isma'ili awal terbagi menjadi dua faksi: mereka yang menerima klaim Abdallah, dan terus mengikutinya, dan menjadi Isma'ili yang tepat, dan mereka yang menolaknya dan terus percaya pada kembalinya Muhammad bin Isma'il sebagai {{transl|ar|mahdi}}, yang kemudian dikenal sebagai [[Qaramitah]] (meskipun sumber-sumber anti-Fathimiyah juga menggunakan label untuk Fathimiyah sendiri).{{sfn|Daftary|2007|p=120}} Di Irak dan Persia, komunitas terpecah antara dua faksi, tetapi di Bahrayn, para {{transl|ar|da'i}} lokal memisahkan diri dari Salamiyah dan mendirikan negara Qaramitah independen yang bertahan hingga tahun 1070-an.{{sfn|Daftary|2007|p=120}} Di sisi lain, Zakarawayh dan loyalisnya sekarang memulai serangkaian pemberontakan anti-Abbasiyah di Irak dan Suriah pada tahun 902–907, dengan dukungan suku [[Bedawi|Badui]]. Menyebut diri mereka {{transl|ar|Fathimiyyun}}, pemberontakan menikmati beberapa keberhasilan sementara, tetapi akhirnya ditekan oleh tentara Abbasiyah yang masih kuat. Zakarawayh tampaknya bergerak tanpa otorisasi Abdallah atau pengetahuan sebelumnya, dan dengan demikian menempatkannya dalam bahaya: otoritas Abbasiyah memulai tindakan keras terhadap {{transl|ar|da'wa}}, dan putra-putra Zakarawayh tanpa disadari mengungkapkan lokasi dan identitas Abdallah kepada Abbasiyah, yang meluncurkan perburuan terhadapnya.{{sfn|Daftary|2007|pp=122–124}} Sudah pada tahun 902, Abdallah dengan rumah tangganya meninggalkan Salamiyah menuju [[Ramla]]. Ketika pemberontakan yang dipicu oleh Zakarawayh ditekan, Abdallah pindah ke [[Dinasti Thuluniyah|Thuluniyah]] Mesir pada awal tahun 904. Ketika Abbasiyah mendapatkan kembali kendali atas Mesir pada tahun berikutnya, kelompok kecil itu melarikan diri lagi. Ketika para sahabatnya bersiap untuk berangkat ke Yaman, dimana dakwah Ismailiyah telah mencapai kesuksesan besar, Abdullah berbalik ke arah barat dan menetap di kota oasis [[Sijilmasa]], yang sekarang merupakan wilayah barat daya [[Maroko]], pada bulan Agustus 905.{{sfn|Canard|1965|p=852}}{{sfn|Daftary|2007|pp=123, 125}}
 
== Memerintah sebuah kekaisaran ==
=== Berdirinya Khilafah Fathimiyah ===
Seorang {{transl|ar|da'i}} di Ifriqiyah Abu Abdallah al-Shi'i telah berhasil mengubah suku [[Berber]] dari [[Kutama]] ke pihak Isma'ili. Sejak 902 dan seterusnya, Kutama secara bertahap menaklukkan wilayah tersebut dari klien Abbasiyahnya, [[Aghlabiyyah]]. Pada 25 Maret 909, Abu Abdallah dan Kutama-nya memasuki kota istana Aghlabiyyah di [[Raqqada]] dengan penuh kemenangan.{{sfn|Halm|2014}}{{sfn|Daftary|2007|pp=126–127}} {{transl|ar|Da'i}} tersebut mengumumkan rezim Syiah, tetapi merahasiakan nama tuannya hingga saat ini, hanya menggunakan gelar {{transl|ar|hujjat Allah}}, 'bukti Tuhan'; dan segera berangkat ke barat, memimpin pasukan besar, untuk membawa imamnya ke Ifriqiyah.{{sfn|Halm|2014}}{{sfn|Daftary|2007|p=127}} Tentara Kutama menghancurkan emirat Khawarij [[Dinasti Rustam|Rustami]] dalam perjalanannya, dan tiba di Sijilmasa pada bulan Agustus 909. Di sana, Abdallah diakui sebagai khalifah oleh pasukannya.{{sfn|Daftary|2007|pp=127–128}} Pada tanggal 4 Januari 910, Abdallah memasuki Raqqada, di mana ia secara terbuka menyatakan dirinya sebagai khalifah dengan [[laqab|gelar kerajaan]] {{transl|ar|al-imam al-mahdi bi'llah}}, 'imam yang mendapat petunjuk benar dari Tuhan'.{{sfn|Daftary|2007|p=128}}
 
Krisis pertama rezim baru terjadi dengan cepat. Abu Abdallah al-Shi'i dan saudaranya menuntut bukti Abdallah sebagai {{transl|ar|[[imam Mahdi|mahdi]]}}, atau membenci pembatasan otoritas mereka yang ditempatkan oleh penguasa baru. Al-Mahdi Billah mampu melenyapkan mereka pada tahun 911, tetapi ini menyebabkan pemberontakan Kutama, yang dipimpin oleh seorang {{transl|ar|mahdi}} anak-anak sebagai boneka. Pemberontakan itu dikalahkan, dan kendali Fathimiyah atas Kutama terkonsolidasi.{{sfn|Canard|1965|p=852}}{{sfn|Daftary|2007|p=141}} Meskipun demikian, kekuasaan Fathimiyah tetap rapuh, karena hampir secara eksklusif didasarkan pada—seringkali keras kepala—Kutama, dan kemudian suku [[Sanhaja]] juga.{{sfn|Halm|2014}} Sebaliknya, orang Arab lokal Ifriqiyah adalah Sunni [[Mazhab Maliki|Maliki]], sementara sebagian besar suku Berber lebih jauh ke barat—terutama konfederasi [[Zenata]]—menganut berbagai bentuk [[Khawarij|Kharijisme]], dan dengan demikian menentang rezim Isma'ili dari Fathimiyah.{{sfn|Canard|1965|p=852}}{{sfn|Daftary|2007|pp=141–142}}
 
=== Ekspansi kekaisaran ===
=== Pemberontakan Abu Yazid ===
=== Penaklukan Mesir dan pemindahan ibu kota ke Kairo ===
=== Ekspansi ke Suriah ===
=== Pemerintahan al-Hakim ===
Al-Aziz meninggal pada tahun 996, saat mempersiapkan kampanye besar melawan Bizantium dan Hamdaniyah. Ia digantikan oleh putranya yang berusia sebelas tahun, [[al-Hakim Biamrillah|al-Hakim]] ({{memerintah|996|1021}}).{{sfn|Halm|2014}} Awalnya di bawah pengawasan pejabat yang kuat, al-Hakim berhasil merebut tampuk kekuasaan untuk dirinya sendiri pada tahun 1000.{{sfn|Halm|2014}} Tahun-tahun awal pemerintahannya melihat kesimpulan perdamaian dengan Bizantium pada tahun 1001,{{sfn|Canard|1965|p=855}} serta pemberontakan suku besar [[Abu Rukwa]] di [[Kirenaika]] pada tahun 1005, dan [[Mufarrij bin Daghfal]] di Palestina pada tahun 1012-13.{{sfn|Halm|2014}} Di utara, [[Bani Uqayl]] dari [[Mosul]] secara singkat mengakui kedaulatan Fathimiyah pada tahun 1010, dan pada tahun 1015, Aleppo melakukan hal yang sama, dengan pasukan Fathimiyah memasuki kota dan memaksakan kontrol langsung pada tahun 1017.{{sfn|Canard|1965|p=854}} Hubungan dengan [[Banu Ziri|Ziri]], yang dengan cepat mulai menjauhkan diri dari otoritas Kairo, menjadi lebih tegang di bawah al-Hakim karena perselisihan atas Kirenaika dan [[Tripoli, Libya|Tripoli]],{{sfn|Canard|1965|p=855}} dan pada 1016/7, emir Ziri yang baru, [[al-Mu'izz bin Badis]], meluncurkan pogrom terhadap Isma'ili yang tersisa di Ifriqiyah.{{sfn|Halm|2014}}
 
Sejak 1015, Kekhalifahan Fathimiyah, dan komunitas Isma'ili, dihadapkan pada kebangkitan sektarianisme: serangkaian pengkhotbah yang menyebarkan versi ekstremis Isma'ilisme muncul, mengkhotbahkan kedekatan akhir zaman, keilahian al-Hakim, dan penghapusan [[Syariah]]. Pendirian agama Fathimiyah menentang pandangan antinomian tersebut, tetapi al-Hakim tampaknya telah menoleransi, jika tidak mendorong mereka. Meskipun al-Hakim tidak pernah secara resmi menganut pandangan mereka, ajaran orang-orang seperti [[al-Darzi]] dan [[Hamza bin Ali]] mengakibatkan lahirnya agama [[Druze]].{{sfn|Halm|2014}} Pada saat yang sama, al-Hakim membuat inovasi yang aneh dalam suksesi, dengan membagi jabatannya menjadi dua: satu untuk menggantikan kekhalifahan, yaitu jabatan sekuler, dan satu untuk menggantikan sebagai imam, yaitu sebagai pemimpin komunitas Isma'ili. Lebih jauh lagi, ia menyingkirkan putranya sendiri dan mengangkat dua orang sepupunya untuk menduduki jabatan tersebut, sehingga menimbulkan permusuhan dari para elit Fathimiyah. Sebagai akibat dari persekongkolan di antara para elit tersebut, al-Hakim dibunuh dalam salah satu perjalanan malamnya di luar Kairo, dan mayatnya dibuang, dan tidak pernah ditemukan.{{sfn|Halm|2014}}
 
== Dinasti yang berkuasa ==
Anggota dinasti dengan hati-hati dijauhkan dari urusan publik; bahkan pangeran dan putri dari darah tidak memiliki posisi khusus di pengadilan, apalagi dipercayakan dengan pemerintahan provinsi atau komando tentara seperti di negara-negara abad pertengahan lainnya, yang mungkin menghasilkan basis kekuatan independen yang dapat mengancam suksesi ayah-ke-anak yang teratur dari imamah dan kekhalifahan.{{sfn|Halm|2014|p=149}} Satu-satunya pengecualian adalah penerus yang ditunjuk, seperti al-Qa'im, al-Mansur dan Abdallah bin al-Mu'izz, dan itu hanya dalam dekade awal dinasti; karena para khalifah semakin naik takhta sebagai anak-anak, praktik ini juga ditinggalkan.{{sfn|Halm|2015|p=93}} Ini tidak menghapus perseteruan antar keluarga, namun, terutama dalam penyisihan Nizar dan putra-putra al-Mustansir lainnya pada aksesi al-Musta'li, yang diikuti oleh upaya berulang kali oleh keturunan Nizar untuk meningkatkan pemberontakan dan merebut kembali kekuasaan.{{sfn|Halm|2015|pp=93–94}} Hal ini menyebabkan perbedaan pangkat: daftar rinci mengenai preseden pengadilan dari tahun 1122, pada masa pemerintahan al-Amir, saudara laki-laki kandung khalifah ({{transl|ar|shaqiq}}), Ja'far, diberi tempat pertama dalam hierarki, sementara saudara tiri mereka dari wanita lain didaftarkan jauh lebih rendah, setelah selir khalifah sendiri, diikuti oleh "putra dan putri sepupu".{{sfn|Halm|2015|pp=94–95}}
 
Karena alasan yang serupa, putri-putri Fathimiyah biasanya tidak menikah dengan orang di luar keluarga, dan para khalifah sendiri biasanya tidak melakukan [[pernikahan dalam Islam|pernikahan penuh]], tetapi memiliki selir-selir budak, yang dapat naik ke status tinggi sebagai {{transl|ar|[[umm walad]]}} setelah kelahiran seorang putra.{{sfn|Halm|2014|pp=149–150}} Beberapa putri khalifah bahkan tidak diketahui namanya, dan bagi mereka yang diketahui, kemungkinan besar mereka tidak pernah menikah sama sekali sebagai masalah kebijakan, meskipun mereka sering disebutkan hanya dengan [[Kunya|teknonim]] mereka.{{sfn|Halm|2015|pp=95–96}}
 
Meskipun tidak aktif secara politik, para anggota dinasti menikmati kekayaan yang sangat besar, yang didirikan atas kepemilikan properti di ibu kota, Kairo, dan sekitarnya, serta perdagangan.{{sfn|Lev|1991|pp=65–67}} Khalifah sendiri tidak berada di atas pengayaan tersebut, dan memiliki bagian-bagian yang luas dari Kairo; menurut pengelana pertengahan abad ke-11 [[Nasir Khusraw]], semua 20.000 toko di kota tersebut, serta karavan dan pemandiannya, dan 8.000 bangunan lainnya yang membayar sewa bulanan ke kas pribadi khalifah ({{transl|ar|diwan al-khass}}) atau kas pribadi ({{transl|ar|khizana al-khass}}).{{sfn|Lev|1991|p=65}} Putri-putri Fathimiyah juga tercatat sangat kaya, sebagian dari perkebunan yang dialokasikan untuk mereka, dan sebagian lagi karena kegiatan komersial dan kewirausahaan mereka sendiri. Maka ketika meninggal pada tahun 1050/51, dua orang putri Khalifah al-Mu'izz meninggalkan harta warisan masing-masing sekitar 1,7 juta dinar emas, sementara Sitt al-Mulk diketahui memiliki banyak staf administrator yang cakap, baik pria maupun wanita, untuk kepentingan ekonominya yang luas.{{sfn|Lev|1991|pp=68–69}}
 
== Pohon keluarga ==
=== Keturunan dari Ali sebagaimana diterima oleh Ismailiyah kemudian ===
=== Silsilah menurut surat al-Mahdi kepada masyarakat Yaman ===
{{chart top|Keturunan menurut surat yang dikirim kepada komunitas Isma'ili di Yaman oleh al-Mahdi bi'llah, yang ditulis kembali oleh [[Ja'far bin Mansur al-Yaman]]{{sfn|Daftary|2007|pp=101, 118–119}}{{sfn|Halm|1991|pp=145–147}}}}
{{Tree chart/start|align=center| summary=Boxes and lines diagram with 22 boxes}}
{{tree chart| |ALI|~|y|~|FATIM|ALI=[[Ali bin Abi Thalib]]|boxstyle_ALI=background-color: #dfd;|FATIM=[[Fatimah binti Muhammad]]}}
{{tree chart| |,|-|-|-|^|-|-|-|.| }}
{{tree chart|HASAN| | | | | |HUSAY|HASAN=[[Hasan bin Ali]]|boxstyle_HASAN=background-color: #dfd;|HUSAY=[[Husain bin Ali]]|boxstyle_HUSAY=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| | | | | | | | | |!| }}
{{tree chart| | | | | | | | |ALI2 |ALI2=[[Ali bin Husain|Ali Zaynal Abidin]]|boxstyle_ALI2=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| |,|-|-|-|-|-|-|-|(| }}
{{tree chart|ZAYD | | | | | |MUHAM|ZAYD=[[Zaid bin Ali]]|MUHAM=[[Muhammad al-Baqir]]|boxstyle_MUHAM=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| | | | | | | | | |!| }}
{{tree chart| | | | | | | | |JAFAR| |JAFAR=[[Ja'far ash-Shadiq ]]|boxstyle_JAFAR=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| |,|-|-|-|v|-|-|-|(| }}
{{tree chart|ISMAI| |MUSA | |AFTAH|AFTAH=[[Abdallah al-Aftah]]|MUSA=[[Musa al-Kadzim]]|ISMAI=[[Isma'il bin Ja'far]]|boxstyle_AFTAH=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| |!| | | |!| | | |!| }}
{{tree chart|MUHA2| |TWELV| |AKBAR|AKBAR=[[Ahmad al-Wafi|Abdallah al-Akbar]]<br/>(dalam penyembunyian)|TWELV=[[Dua Belas Imam]]|MUHA2=[[Muhammad bin Isma'il]]|boxstyle_AKBAR=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| | | | | | | | | |!| }}
{{tree chart| | | | | | | | |AHMAD|AHMAD=[[Muhammad at-Taqi|Ahmad]]<br/>(dalam penyembunyian)|boxstyle_AHMAD=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| |,|-|-|-|-|-|-|-|(| }}
{{tree chart|ABUAL| | | | | |HUSA2|ABUAL=Abu Ali Muhammad<br>(Abu'l-Shalaghlagh)|HUSA2=[[Radi Abdullah|al-Husain]]<br/>(dalam penyembunyian)|boxstyle_HUSA2=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| |!| | | | | | | |!| }}
{{tree chart|DAUGH|~|~|y|~|~|MAHDI|DAUGH=Anak perempuan|MAHDI=[[Abdullah al-Mahdi Billah|Abdullah<br>'''al-Mahdi bi'llah''']]|boxstyle_MAHDI=background-color: #dfd;}}
{{tree chart| | | | | |!| | | | | }}
{{tree chart| | | | |QAIM | | | | |QAIM=[[Al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|Muhammad<br>'''al-Qa'im bi-Amr Allah''']]|boxstyle_QAIM=background-color: #dfd;}}
{{Tree chart/end}}
{{center|1=<small>{{legend2|#dfd}} menunjukkan imam, '''nama kerajaan dicetak tebal'''</small>}}
{{chart bottom}}
 
=== Silsilah seperti yang diusulkan oleh Bernard Lewis ===
{{chart top|Imam {{transliteration|ar|Mustawda'}}/Qaddahi (kiri) dan {{transliteration|ar|Mustakarr}}/Bani Ali (kanan), seperti yang diusulkan oleh Bernard Lewis{{sfn|Lewis|1940|pp=71–73}}}}
{{chart/start|align=left}}
{{Tree chart|MAYMUN|MAYMUN=[[Maymun al-Qaddah]]}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|ABDALLAH|ABDALLAH=[[Abd Allah bin Maymun al-Qaddah|Abdallah]]}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|MUHAMMAD|MUHAMMAD=Muhammad}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|HUSAYN|HUSAYN=Husain}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|AHMAD|AHMAD=Ahmad}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|SAID|SAID=Sa'id<br>[[Abdullah al-Mahdi Billah]]}}
{{Tree chart/end}}
 
{{chart/start|align=right}}
{{Tree chart|MBI|MBI=[[Muhammad bin Isma'il]]}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|AHMAD|AHMAD=Ahmad}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|ALI|ALI=Ali}}
{{Tree chart| |!| |}}
{{Tree chart|QAIM|QAIM=[[al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|Muhammad<br>al-Qa'im bi-Amr Allah]]}}
{{Tree chart/end}}
{{chart bottom}}
 
=== Pohon keluarga dinasti ===
{{chart top|Pohon keluarga Dinasti Fathimiyah}}
{{Tree chart/start|align=center| summary=Boxes and lines diagram with 10 boxes}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |MAHDI|MAHDI=[[Abdullah al-Mahdi Billah|Abu Muhammad Abdallah<br>'''al-Mahdi bi'llah''']]<br>({{memerintah|909|934}})|boxstyle_MAHDI=background-color: #dfd;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |)|-|-|-|v|-|-|-|jc}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |QAIM| |ABUALI| | |OTHER|QAIM=[[Al-Qa'im (Khalifah Fathimiyah)|Abu'l-Qasim Muhammad<br>'''al-Qa'im bi-Amr Allah''']]<br>({{memerintah|934|946}})|ABUALI=Abu Ali Ahmad|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_QAIM=background-color: #dfd;|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |,|-|-|-|+|-|-|-|jc}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |QASIM| |MANSUR| |OTHER|QASIM=al-Qasim<sup>§</sup>|MANSUR=[[al-Mansur Billah|Abu Tahir Isma'il<br>'''al-Mansur bi'llah''']]<br>({{memerintah|946|953}})|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_MANSUR=background-color: #dfd;|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | |:}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |MUIZZ| | | | | | |ABDALRAHIM|MUIZZ=[[Muiz Lidinillah|Abu Tamim Ma'ad<br>'''al-Mu'izz li-Din Allah''']]<br>({{memerintah|953|975}})|boxstyle_MUIZZ=background-color: #dfd;|ABDALRAHIM=[[Abdur Rahim bin Ilyas|Abdul Rahim]]<sup>§</sup>}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |,|-|-|-|v|-|-|-|+|-|-|-|jc}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |TAMIM | |ABDALLAH| |AZIZ| |OTHER|ABDALLAH=[[Abdallah bin al-Mu'izz|Abdallah]]<sup>§</sup>|AZIZ=[[al-Aziz Billah|Abu Mansur Nizar<br>'''al-Aziz bi'llah''']]<br>({{memerintah|975|996}})|TAMIM=Tamim|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_AZIZ=background-color: #dfd;|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | |)|-|-|-|v|-|-|-|jc}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |AMINA| |HAKIM| |SITTALMULK| |OTHER|AMINA=Aminah|SITTALMULK=[[Sitt al-Mulk]]|HAKIM=[[al-Hakim Biamrillah|Abu Ali Mansur<br>'''al-Hakim bi-Amr Allah''']]<br>({{memerintah|996|1021}})|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_HAKIM=background-color: #dfd;|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |`|-|-|-|(}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |ZAHIR| | | | |ZAHIR=[[Ali azh-Zhahir li-i'zaz Din Allah|Abu'l-Hasan Ali<br>'''al-Zahir li-I'zaz Din Allah''']]<br>({{memerintah|1021|1036}})|boxstyle_ZAHIR=background-color: #dfd;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |!}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |MUSTANSIR|MUSTANSIR=[[al-Mustansir Billah|Abu Tamim Ma'ad<br>'''al-Mustansir bi'llah''']]<br>({{memerintah|1036|1094}})|boxstyle_MUSTANSIR=background-color: #dfd;}}
{{tree chart|border=1| |,|-|-|-|v|-|-|-|v|-|-|-|v|-|-|-|v|-|-|-|j|-|-|-|(}}
{{tree chart|border=1|NIZAR| |ABUABDALLAH | |ABDALLAH| |ISMAIL| |ABULQASIM| |OTHER| |MUSTALI|ABULQASIM=Abu'l-Qasim Muhammad|MUSTALI=[[al-Musta'li|Abu'l-Qasim Ahmad<br>'''al-Musta'li bi'llah''']]<br>({{memerintah|1094|1101}})|boxstyle_MUSTALI=background-color: #dfd;|NIZAR=[[Nizar bin al-Mustansir|Abu Mansur Nizar]]<sup>§</sup>|ABUABDALLAH=Abu Abdallah|ABDALLAH=Abdallah|ISMAIL=Isma'il|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| |)|-|-|-|jc| | | | | | | |!| | | | | | | | | | | |)|-|-|-|v|-|-|-|jc}}
{{tree chart|border=1|HUSAYN| |NIZARIS| | | | | |HAFIZ| | | | | | | | | |AMIR| |JAFAR| | |OTHER|NIZARIS=[[Daftar imam Isma'iliyah#Nizari|Imam Nizari]]<br>(mengklaim keturunan)|boxstyle_NIZARIS=border: 0;|HAFIZ=[[al-Hafiz|Abu'l-Maymun Abd al-Majid<br>'''al-Hafiz li-Din Allah''']]<br>({{memerintah|1132|1149}})|boxstyle_HAFIZ=background-color: #dfd;|AMIR=[[al-Amir bi-Ahkam Allah|Abu Ali Mansur<br>'''al-Amir bi-Ahkam Allah''']]<br>({{memerintah|1101|1130}})|boxstyle_AMIR=background-color: #dfd;|HUSAYN=[[al-Husayn bin Nizar|al-Husayn]]|JAFAR=Ja'far|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| |,|-|-|-|v|-|-|-|v|-|-|-|+|-|-|-|v|-|-|-|jc| | | |!}}
{{tree chart|border=1|SULAYMAN| |HAYDARA| |HASAN| |ZAFIR| |YUSUF| |OTHER| |TAYYIB|SULAYMAN=[[Sulayman bin al-Hafiz|Sulayman]]<sup>§</sup>|HAYDARA=[[Haydara bin al-Hafiz|Haydara]]<sup>§</sup>|HASAN=[[Hasan bin al-Hafiz|Hasan]]<sup>§</sup>|YUSUF=Yusuf|ZAFIR=[[al-Zafir|Abu Mansur Isma'il<br>'''al-Zafir bi-Amr Allah''']]<br>({{memerintah|1149|1154}})|boxstyle_ZAFIR=background-color: #dfd;|TAYYIB=[[Abu'l-Qasim al-Tayyib]]<sup>§</sup>|OTHER=Anak-anak lainnya|boxstyle_OTHER=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | |!| | | |!| | | | | | | |:}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | |FAIZ| |ADID| | | | | |TAYYIBIS|FAIZ=[[al-Fa'iz Binasrillah|Abu'l-Qasim Isa<br>'''al-Fa'iz bi-Nasr Allah''']]<br>({{memerintah|1154|1160}})|boxstyle_FAIZ=background-color: #dfd;|ADID=[[al-Adid|Abu Muhammad Abdallah<br>'''al-Adid li-Din Allah''']]<br>({{memerintah|1160|1171}})|boxstyle_ADID=background-color: #dfd;|TAYYIBIS=[[Satr (Isma'ilisme)|Imam tersembunyi]] [[Isma'ilisme Tayyibi|Tayyibi]]<br>(mengklaim keturunan)|boxstyle_TAYYIBIS=border: 0;}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | }}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |DAWUD|DAWUD=[[Daoud bin al-Adid|Dawud]]}}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | | |!| | | | | | | | }}
{{tree chart|border=1| | | | | | | | | | | | | | | | |SULAYMAN|SULAYMAN=[[Sulayman bin Daoud|Sulayman]]}}
{{Tree chart/end}}
{{center|1=<sup>§</sup> menunjukkan [[nass (Islam)|yang ditunjuk]] sebagai ahli waris namun tidak naik takhta<br>{{legend2|#dfd}} menunjukkan penguasa [[Kekhalifahan Fathimiyah]] (dengan nama kerajaan '''bercetak tebal''' dan tanggal berkuasa)}}
{{chart bottom}}
 
== Referensi ==