Efek Pigmalion: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k clean up, added orphan tag
Dayrintik (bicara | kontrib)
Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Tugas pengguna baru Disarankan: tambahkan pranala
 
Baris 2:
 
{{Yatim|Oktober 2022}}
'''Efek Pigmalion''' adalah fenomena psikologis di mana berekspektasi tinggi terhadap sesuatu mengakibatkan peningkatan kinerja untuk beberapa hal yang berkaitan dengan ekspektasi tersebut.<ref name=":0">{{Cite book|last=Mitchell|first=Terrence R.|date=2003|title=Hand Book of Psychology (volume 12)|url-status=live}}</ref> Istilah ''Pigmalion'' berasal dari mitos [[Yunani Kuno]], yaitu seorang pematung bernama [[Pigmalion]] yang jatuh cinta dengan patung wanita buatan dirinya sendiri. Karena perasaanya itu, Pigmalion berdoa kepada Dewi [[Venus (mitologi)|Venus]] sehingga membuat patung tersebut menjadi hidup.
 
Psikologis bernama [[Robert Rosenthal (psychologist)|Robert Rosenthal]] dan [[Lenore Jacobson]] dalam bukunya yang berjudul ''Pygmalion in the Classroom'' menuliskan bahwa ekspektasi seorang guru terhadap muridnya dapat mempengaruhi prestasi siswa tersebut.<ref>{{Cite journal|last=Raudenbush|first=Stephen W.|date=1984|title=Magnitude of teacher expectancy effects on pupil IQ as a function of the credibility of expectancy induction: A synthesis of findings from 18 experiments|journal=Pendidikan Psikologi}}</ref> Rosenthal dan Jacobson berpendapat bahwa ekspektasi yang tinggi mengakibatkan prestasi atau hasil yang tinggi pula, sedangkan ekspektasi yang rendah akan menyebabkan hasil yang rendah pula.<ref name=":0" /> Dengan kata lain, efek pigmalion mendasarkan ekspektasi seseorang sebagai bantuan semangat atau motivasi seseorang dalam berproses, baik dalam meraih prestasi yang baik atau malah mendapatkan kegagalan. Seperti meningkatkan ekspektasi seorang atasan kepada bawahannya akan membuat kinerja bawahan-bawahannya juga meningkat.
 
== Penelitian Rosenthal-Jacobson ==
Pada tahun 1968, [[Robert Rosenthal (psychologist)|Robert Rosenthal]] dan [[Lenore Jacobson]] melakukan penelitian terkait pigmalion efek. Dari penelitian ini, Rosenthal dan Jacobson menyimpulkan bahwa jika seorang tenaga pendidik memberikan ekspektasi yang tinggi akan prestasi siswanya, ekspektasi yang tinggi itu dapat meningkatkan prestasi siswanya.<ref>{{Cite journal|last=Robert Rosenthal; Lenore Jacobson|date=September 1968|title=Pygmalion in the classroom|journal=Pygmalion in the classroom}}</ref> Begitu pula sebaliknya, jika seorang guru mempunyai ekspektasi yang rendah pada prestasi siswanya, hal itu dapat menghasilkan kinerja yang berkurang atau lebih rendah pula. Rosenthal dan Jacobson menyatakan bahwa hasil penelitian mereka mendukung [[hipotesis]] dimana kinerja atau prestasi seseorang dapat dipengaruhi secara positif atau negatif, tergantung pada ekspektasi yang diberikan oleh orang lain. Efek ini juga dinamakan sebagai ''[[observer-expectancy effect]].'' Rosenthal menyatakan bahwa harapan yang diberikan dapat mempengaruhi kenyataan dan menciptakan ramalan yang terwujud dengan sendirinya.<ref>{{Cite journal|last=Rosenthal|first=Robert|last2=Jacobson|first2=Lenore|date=1992|title=Pygmalion in the classroom : teacher expectation and pupils' intellectual development|url=https://archive.org/details/pygmalioninclass00rose|journal=Pygmalion in the classroom : teacher expectation and pupils' intellectual development}}</ref>
 
Semua siswa Sekolah Dasar di California diberikan tes IQ secara diam diam atau terselubung guna mengambil sample untuk penelitian. hasil dari tes IQ itu tidak diberitahukan kepada guru mereka. Para guru hanya diberitahu bahwa beberapa siswa mereka (sekitar 20% dari sekolah yang dipilih secara acak tersebut) dapat diharapkan menjadi "pembangkit intelektual" pada tahun itu, karena siswa-siswa tersebut mendapatkan hasil yang lebih baik dari yang diharapkan dan dibandingkan dengan hasil dari teman sekelas mereka. Nama-nama siswa yang dicanangkan dapat menjadi pembangkit intelektual itu diberitahukan kepada para guru. Di akhir pembelajaran, semua siswa kembali diuji dengan tes IQ yang sama dengan yang digunakan pada awal pembelajaran. Semua enam nilai dalam kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan peningkatan rata-rata dalam IQ dari sebelum tes hingga setelah tes. Namun, siswa kelas satu dan dua menunjukkan peningkatan yang signifikan secara statistik yang mendukung kelompok eksperimen "pembangkit intelektual." Hal ini mengarah pada kesimpulan bahwa harapan guru, terutama untuk anak bungsu, dapat mempengaruhi prestasi siswa. Rosenthal percaya bahwa bahkan sikap atau suasana hati dapat mempengaruhi siswa secara positif ketika guru disadarkan akan "kebangkitan". Guru mungkin lebih memperhatikan dan bahkan memperlakukan anak secara berbeda di saat-saat sulit.
 
Rosenthal meramalkan bahwa guru [[sekolah dasar]] mungkin secara tidak sadar berperilaku dengan cara yang memfasilitasi dan mendorong keberhasilan siswa. Setelah selesai, Rosenthal berteori bahwa studi masa depan dapat diterapkan untuk menemukan guru yang akan mendorong siswa mereka secara alami tanpa mengubah metode pengajaran mereka. Studi Rosenthal dan Jacobson tentang efek Pigmalion dikritik karena metodologi yang lemah dan kurangnya replikasi.
 
Penelitian sebelumnya yang mendorong penelitian ini dilakukan pada tahun 1911 oleh para psikolog mengenai kasus [[Clever Hans]], seekor kuda yang menjadi terkenal karena dianggap dapat membaca, mengeja, dan memecahkan masalah matematika dengan menggunakan kukunya untuk menjawab. beberapa orang yang skeptis atau meragukan hal tersebut menyarankan bahwa penanya dan pengamat secara tidak sengaja memberi isyarat kepada Hans yang Pintar. Misalnya, setiap kali [[Clever Hans]] ditanyai pertanyaan, sikap pengamat biasanya menimbulkan perilaku tertentu dari subjek yang pada gilirannya mengkonfirmasi harapan mereka. Misalnya, Hans yang pandai akan diberikan soal matematika untuk dipecahkan, dan penonton akan menjadi sangat tegang saat ia mengetukkan kakinya lebih dekat ke angka yang tepat, sehingga memberi Hans petunjuk yang ia butuhkan untuk mengetuk jumlah yang benar.<ref>{{Cite book|last=Oskar Pfungst|date=2010|url=http://www.gutenberg.org/files/33936/33936-h/33936-h.htm#CHAPTER_IV|title=Clever Hans (The Horse of Mr. von Osten)|url-status=live}}</ref>