Aksi Polisionil: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Dwinug (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Dwinug (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 5:
 
== Latar belakang ==
Setelah [[Perang Dunia II]] berakhir pemerintah Belanda berselisih pendapat dengan pemerintah Indonesia yang waktu itu akan dibentuk setelah [[Jepang]] menyerah dan menduduki seluruh pulau Indonesia kecuali Jawa dan Sumatra. Di pulau-pulau tersebut saling terjadi pertempuran antara pasukan-pasukan Belanda dan Republik dan juga di pulau-pulau lain. Selain dari itu Belanda menuduh Indonesia kurang melindungi orang [[Eropa-IndonesiaOrang Indo|Indo-Eropa]] karena ribuan di antaranya dibunuh, sebagian dengan cara digorok. Dari mereka yang terbunuh, 5.000 orang dapat diindentifikasi dan lebih dari 20.000 orang sandera hilang.
 
(Sesudah pejabat-pejabat wibawa Belanda berangsur-angsur kembali ketegangan antara orang pribumi dan nonpribumi bertambah. Penduduk keturunan [[Orang Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]] juga menjadi korban. [[Daftar Perdana Menteri Indonesia|Perdana Menteri]] [[Sutan Sjahrir]] mengakhiri kurun waktu ini, yang berlangsung dari Oktober 1945 sampai Maret 1946. Topik ini, di Belanda disebut Periode Bersiap, masih saja pantang baik di Belanda maupun di Indonesia.)
 
Akhirnya ada gencatan senjata dan rundingan untuk akur politik, disebut [[PerjanjianPerundingan Linggajati]].
 
== Agresi Militer Belanda I (Operasi Produk) ==
{{utama|Agresi Militer Belanda I}}
Aksi pertama terjadi karena saat itu pemerintahan Indonesia dinilai oleh Belanda, tidak bekerja sama melaksanakan isi [[PerjanjianPerundingan LinggarjatiLinggajati]], yang disahkan pihak [[Belanda]] tanggal [[24 Maret]] [[1947]]. Pihak Indonesia dianggap sudah kehilangan kepercayaan, karena [[Tweede Kamer]] (Parlemen Belanda) pada awalnya ragu untuk menyetujui isi perjanjian.
 
Operasi Produk direncanakan oleh Jenderal [[Simon Hendrik Spoor]], untuk menduduki wilayah terpenting secara ekonomis di [[Jawa Barat]] dan [[Jawa Timur|Timur]] tanpa mengganggu [[Kota Yogyakarta]], pusat pemerintah Indonesia waktu itu, karena biaya tinggi. Operasi ini berhasil menduduki sebagian besar [[Jawa]] dan [[Sumatra]], karena [[TNI]] tidak melakukan perlawanan yang berarti (kekurangan senjata). Akan tetapi mengakibatkan adanya aksi-aksi [[gerilya]] oleh [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] dan [[Pelopor (pejuang)|Pelopor]] di wilayah-wilayah lain.
 
[[Perserikatan Bangsa -Bangsa]] melakukan campur tangan untuk mengadakan [[gencatan senjata]], disahkan pada tanggal [[17 Januari]] [[1948]] menurut ''Renville-overeenkomst'' ([[Perjanjian Renville]]). Karena itu masalah internal [[Belanda]] menjadi masalah internasional.
 
== Agresi Militer Belanda II (Operasi Gagak) ==
:''artikel utama: [[Agresi Militer Belanda II]]''
Aksi polisionil kedua akhir 1948 dilaksanakan memaksa Republik bekerja sama dengan pengurus Belanda untuk ''deelstatenpolitiek'' (Politik Negara Bagian) menurut Perjanjian Linggajati. Maksud pemerintah Belanda ([[Kabinet Drees/Van Schaik]]) menyelenggarakan Indonesia berdasar federal dengan hubungan ketat Belanda.
 
Sewaktu aksi polisionil ini Yogyakarta (Yogyakarta) langsung diserang dan pemerintah Indonesia, termasuk presiden Soekarno, ditahan. Selainnya semua kota besar dan jalan-jalan di antaranya diduduki. Aksi Belanda ini, sebetulnya upaya membinasakan Republik, gagal karena percampuran tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, aksi-aksi boikot internasional dan gerilya Republik yang sangat hebat. Pada [[Agustus]] [[1949]] sebelum ada gencatan senjata, Yogyakarta dapat direbut kembali oleh Indonesia dalam waktu enam jam, Belanda mundur ke Surakarta. Indonesia mengejar Belanda ke Surakarta sebelum genjatan senjata menjelang Konferensi Meja Bundar. Akhirnya Akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia karena tekanan keras dari [[Amerika Serikat]] dan pesimisnya kekuatan tentara Belanda untuk melawan Indonesia.
 
Sewaktu dua aksi polisi, 100.000 tentara dikerahkan setiap kali, termasuk [[KNIL]]Tentara (Bala TentaraKerajaan Hindia Belanda Kerajaan)|KNIL]]. Ternyata aksi polisionil ini tidak terbatas, yang dinyatakan pemerintah Belanda. Jumlahnya lebih dari 4500 tentara Belanda tewas. Pihak Indonesia kelipatan, kira-kira lebih dari 15.000.
 
== Peristiwa-Peristiwa ==
Baris 31:
=== Zuid-Celebes-Affaire (Peristiwa Sulawesi) ===
{{utama|Pembantaian Westerling}}
Peristiwa [[Westerling]] yang terjadi sebelum aksi polisionil pertama. Di Sulawesi perlawanan terhadap Belanda keras sekali. Kapten [[Raymond Pierre Paul Westerling]] (1919-1987), kepala DST (Depot Speciale Troepen), bertindak kejam. DST (Korps Pasukan Khusus) adalah pasukan yang berwenang beroperasi tanpa menunggu perintah [[KNIL]]. Menurut ''noodrecht'' (hak darurat) di beberapa desa banyak orang pribumi sipil dihukum mati. Juga orang-orang yang tertangkap dihukum mati tanpa proses hukum. Kadang-kadang ada penganiayaan.
 
Sewaktu kejadian ini terkenal, hak kewenangan khusus pasukan itu diambil. Pada April 1947 [[komisi Enthoven]] menyelidiki hal ini. Laporan ini dikirim parlemen Belanda akhir 1948, bersifat pribadi. Awal 1949 surat-surat dari tentara-tentara Belanda dibacakan di parlemen, yang juga dicatat koran-koran Belanda. Penulisnya, sekalipun demikian sering tidak melawan kehadiran militer di Indonesia, tetap melaporkan kejahatan-kejahatan perang. Pemerintah mempertimbangkan mengutus [[Bernhard dari Belanda|Pangeran Bernhard]] (suami [[Juliana dari Belanda|Ratu Juliana]]), Pemeriksa Angkatan Darat, ke Indonesia, akan tetapi ini dianggap tidak baik untuk proses perdamaian.
 
Peristiwa ini sempat menimbulkan ketegangan lagi di Belanda, sewaktu ahli jiwa dr. J.E. Hueting, bekas veteran Hindia, pada [[1969]] menceritakan tindakan Belanda melalui TV. Penyelidikan berikut, dikepalai [[Cees Fasseur]], menghasilkan ''Excessennota'' nota yang melaporkan 3144 korban dibunuh oleh tentara, 136 oleh polisi dan 576 oleh polisi kampung.
 
Jumlah ini diragukan. Indonesia melaporkan 40.000 korban. Masih saja ada jalan-jalan di Sulawesi disebut "Jalan 40.000". Memang, 42 tentara Belanda dihukum karena ini, akan tetapi tidak pernah perwira-perwira.
Baris 42:
 
=== Bondowoso Dan Pakisadji ===
[[Peristiwa Bondowoso]], pada tahun 1947, adalah peristiwa dimana kereta api yang mengangkut 47 tawanan orang Indonesia meninggal dunia karena kelaparan, tanpa makanan dan minuman. Beberapa tentara Belanda dihukum dua sampai delapan bulan penjara.
 
Kira-kira pada waktu yang sama, tentara Belanda membakar kampung [[Pakisaji, Malang|Pakisadji]] karena pejuang-pejuang kemerdekaan menaruh ranjau-ranjau di sekitarnya. Tiga tentara Belanda menolak karena alasan etik dan dihukum dua tahun sampai dua tahun enam bulan penjara.