Gunung Tangkuban Parahu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan 26449799 oleh 114.122.117.107 (bicara)
Tag: Pembatalan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
Baris 38:
}}
 
'''Gunung Tangkuban Parahu''' ([[Aksara Sunda Baku]]: {{sund|ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮒᮀᮊᮥᮘᮔ᮪ ᮕᮛᮠᮥ}}, Latin: ''[[Gunung Tangkuban Parahu]]'') adalah salah satu [[gunung]] yang terletak di antara [[Subang, Kabupaten Subang |Desa Ciater]], dan [[Kabupaten SubangBandung Barat]], [[Provinsi]] [[Jawa Barat]], [[Indonesia]]. Sekitar 20&nbsp;km ke arah utara [[Bandung kota|Kota Bandung]], dengan rimbun pohon pinus dan hamparan kebun teh di sekitarnya[[, Gunung Tangkuban Parahu]] mempunyai ketinggian setinggi 2.086 [[meter]]. Bentuk gunung ini adalah ''Stratovulcano[[Gunung berapi kerucut|Stratovolcano]]'' dengan pusat erupsi yang berpindah dari timur ke barat. Jenis batuan yang dikeluarkan melalui letusan kebanyakan adalah [[lava]] dan [[sulfur]], mineral yang dikeluarkan adalah [[sulfur]] [[belerang]], mineral yang dikeluarkan saat gunung tidak aktif adalah uap [[belerang]]. Daerah Gunung Tangkuban Parahu dikelola oleh Perum Perhutanan. Suhu rata-rata hariannya adalah 17<sup>o</sup>C pada siang hari dan 2&nbsp;°C pada malam hari.
 
Gunung Tangkuban Parahu mempunyai kawasan [[hutan Dipterokarp Bukit]], [[hutan Dipterokarp Atas]], [[hutan Montane]], dan [[Hutan Ericaceous]] atau hutan gunung.
Baris 52:
Gunung Tangkuban Parahu sempat meletus beberapa kali. Orang yang sempat mencatat letusan pertamanya adalah botanis sekaligus geologis bernama [[Franz Wilhelm Junghuhn]]. Berdasarkan catatan yang dibuat Junghuhn tahun 1853, catatan pertama tentang letusan Gunung Tangkuban Parahu adalah tahun 1829. Tak ada data tentang letusan sebelumnya. Setelah itu letusan beristirahat selama 17 tahun, letusan berikutnya terjadi pada tahun 1846. Setelah itu gunung tercatat aktif berturut-turut tahun 1867 dan 1887. Letusan besar berikutnya terjadi tahun 1896 setelah gunung mengalami masa istirahat 50 tahun. Aktivitas atau letusan kemudian terjadi tahun 1910, 1929, 1935, 1946, 1947, 1950, 1952, 1957, 1961, 1965, 1967, 1969, 1971, 1983, 1992, 1994, 2004, 2013, dan 2019. Menurut T. Bachtiar, masa istirahat antar letusan Gunung Tangkuban Parahu berlangsung antara 30 - 70 tahun.
 
Pada tahun 2005, [[Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi|Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Daerah]] sudah membuat peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Tangkuban Parahu. Daerah-daerah yang rawan bencana dibagi dalam tiga kategori. Masing-masing Kawasan Rawan Bencana I, II, dan III. Ada yang berada dalam radius 1&nbsp;km, 5&nbsp;km dari letusan, dan yang berpotensi terkena terjangan lahar dan hujan abu atau lontaran batu pijar. Dalam buku ''Bandung Purba'' disebutkan, lembah yang berpotensi dilanda lahar meliputi [[Ciasem]], Cimuji, [[Cikole, Lembang, Bandung Barat|Cikole]], [[Cibogo, Lembang, Bandung Barat|Cibogo]], [[Cikapundung]], [[Cihideung, Parongpong, Bandung Barat|Cihideung]], [[Cibeureum, Cimahi Selatan, Cimahi|Cibeureum]] dan [[Kota Cimahi|Cimahi]].<ref>{{Cite web|url=https://m.ayobandung.com/read/2019/07/26/58839/gunung-tangkuban-parahu-sejarah-terbentuk-dan-letusannya|title=Gunung Tangkuban Parahu: Sejarah Terbentuk dan Letusannya|last=Network|first=Ayo Media|date=2019-07-26|website=AyoBandung.com|language=id|access-date=2019-10-18|archive-date=2020-04-25|archive-url=https://web.archive.org/web/20200425032331/https://m.ayobandung.com/read/2019/07/26/58839/gunung-tangkuban-parahu-sejarah-terbentuk-dan-letusannya|dead-url=no}}</ref>
 
=== Daftar Letusan dan Erupsi sejak 1829 ===
Baris 76:
== Legenda rakyat setempat ==
{{Main|Legenda Sangkuriang}}
Asal usul Gunung Tangkuban Parahu dikaitkan dengan legenda [[Sangkuriang (legenda)|Sangkuriang]], yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi/Rarasati. Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat sebuah telaga dan sebuah perahu dalam semalam. Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik. Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.
 
Gunung Tangkuban Parahu ini termasuk gunung api aktif yang statusnya diawasi terus oleh [[Direktorat Vulkanologi Indonesia]]. Beberapa kawahnya masih menunjukkan tanda tanda keaktifan gunung ini. Di antara tanda aktivitas gunung berapi ini adalah munculnya gas belerang dan sumber-sumber air panas di kaki gunungnya, di antaranya adalah di kawasan [[Ciater]], [[Subang]]. Gunung Tangkuban Parahu pernah mengalami letusan kecil pada tahun 2006, yang menyebabkan 3 orang luka ringan.
 
Keberadaan gunung ini serta bentuk [[topografi]] [[Cekungan Bandung|Bandung]] yang berupa [[cekungan]] dengan bukit dan gunung di setiap sisinya menguatkan teori keberadaan sebuah telaga besar yang kini merupakan kawasan Bandung. Diyakini oleh para ahli [[geologi]] bahwa kawasan dataran tinggi Bandung dengan ketinggian kurang lebih 709&nbsp;m di atas permukaan laut merupakan sisa dari [[Danau Bandung Purba|danau besar]] yang terbentuk dari pembendungan [[Ci Tarum]] oleh letusan gunung api purba yang dikenal sebagai [[Gunung Sunda]] dan Gunung Tangkuban Parahu merupakan sisa Gunung Sunda purba yang masih aktif. Fenomena seperti ini dapat dilihat pada [[Gunung Krakatau]] di [[Selat Sunda]] dan kawasan [[Ngorongoro]] di [[Tanzania]], [[Afrika]]. Sehingga legenda Sangkuriang yang merupakan cerita masyarakat kawasan itu diyakini merupakan sebuah dokumentasi masyarakat kawasan Gunung Sunda Purba terhadap peristiwa pada saat itu.
<!--
== Aksesibilitas Dengan Kendaraan ==