Marapu: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
BayuAjisaka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
BayuAjisaka (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
{{Aliran kepercayaan di Indonesia}}
'''Marapu''' adalah sebuah [[agama asli Nusantara]] yang saat ini banyak dianut oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Sumba. Kepercayaan ini awalnya berkembang di Suku Mbojo (Bima Kuno) yang mendiami wilayah timur Pulau Sumbawa, kemudian meluas dan menyebar hingga ke wilayah timur. Pesatnya perkembangan kepercayaan Marapu di Pulau Sumba dikisahkan dengan jelas melalui Hikayat Putri Kalepe dalam BO' Sangaji Kai (naskah kuno Kerajaan Bima). Dikisahkan bahwa salah satu keluarga Bangsawan Kalepe (wilayah selatan Bima) lari ke [[Pulau Sumba]] karena dikucilkan akibat melawan keinginan salah satu penguasa ''Dana Mbojo'' (Bima kuno). Pernikahan putri Bangsawan Kalepe bernama La Bibano, dengan salah satu anak penguasa yang berpengaruh di [[Pulau Sumba]], turut menyebarluaskan kepecayaan ini. Namun di Suku Mbojo/Bima sendiri kepercayaan ini mulai ditinggalkan sejak kedatangan pengaruh Hindu-Budha (Siwa-Budha) pada abad 8-9 masehi, terlebih saat [[Kesultanan Bima|Kerajaan Bima]] memasuki era Kesultanan Islam pada abad 17 masehi, hanya masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah pegunungan yang masih mempraktikkannya, sebagaimana yang dicatat oleh Zolinger pada tahun 1850 dan catatan Elbert pada tahun 1910, yang menemukan praktik kepercayaan ini masih dilakukan di wilayah-wilayah pegunungan di Bima.
 
Kepercayaan ini disebut juga nama sebuah [[organisasi penghayat kepercayaan]] yang didaftarkan pada tahun 1982. Marapu berasal dari 2 kata yaitu "Ma" (yang) dan "Rappu" (Tidak disebut/Satu/Pemali/Sakral):"Yang Sakral", "Yang Pemali", suatu Entitas seperti Tuhan yang disembah yang adalah pencipta langit dan Bumi. Sementara di Bima, Marapu diterjemahkan sebagai "Ma" (Yang) dan "Rapu" (Dekat), sehingga diartikan sebagai "Yang Dekat"; yaitu merujuk pada roh alam penguasa langit dan bumi yang selalu ada di sekitar manusia. Lokasi tempat ibadahnya disebut ''Parafu'', tokoh-tokoh agamanya disebut ''Pamboro'' atau ''Sando'' (orang yang mampu berbicara dengan roh leluhur, dimana roh leluhur tersebut menjadi perantara bagi dunia manusia dengan roh alam yang menguasai langit dan bumi), sementara upacara hari besarnya disebut ''Toho Dore'' yang dilakukan satu tahun sekali berupa memberikan persembahan sesajian secara besar-besaran dari hasil tanam dan penyembelihan hewan.