Hizbut Tahrir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Amrullah SE (bicara | kontrib)
k gunakan isitilah sesuai SK
Amrullah SE (bicara | kontrib)
k penggunaan simbol kurung
Baris 92:
== Pencabutan Badan Hukum di Indonesia ==
{{main|Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia}}
Pemerintah [[Indonesia]] secara resmi telah mencabut status Badan Hukum (BH) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada tanggal 19 Juli 2017 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 Tentang Pencabutan Status BH HTI yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.<ref>{{Cite web|last=Sahbani|first=Agus|date=2017-07-19|title=Kemenkumham Cabut Status Badan Hukum HTI|url=https://www.hukumonline.com/berita/a/kemenkumham-cabut-status-badan-hukum-hti-lt596f08d298b25|website=hukumonline.com|language=Indonesia|access-date=2024-12-06}}</ref><ref>News Detik: [https://news.detik.com/berita/d-3565571/hti-dibubarkan-jokowi-kami-dapat-masukan-termasuk-dari-ulama HTI Dibubarkan, Jokowi: Kami Dapat Masukan Termasuk dari Ulama] diakses 19 Juli 2017</ref> Pencabutan BH HTI dilandasi ideologi yang mereka bawa, pendirian negara [[syariah]], dinilai "tidak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945".<ref name="Jones, Sydney 2015">Jones, Sydney. 2015. Sisi Gelap Demokrasi: Kekerasan Masyarakat Madani di Indonesia. Jakarta: PUSAD Paramadina</ref> Organisasi radikal HTI dianggap mengancam eksistensi demokrasi yang telah dinikmati bangsa Indonesia sejak runtuhnya Orde Baru.<ref name="Jones, Sydney 2015"/> Atas dasar itulah, pemerintah membubarkan HTI.
 
Untuk memberikan gambaran yang komprehensif mengenai pertarungan [[demokrasi]] dan [[radikalisme]] di Indonesia, Sosiologi mengenal dua kerangka berpikir, yaitu ''dikotomi-negasi'' dan ''dynamos-dialektis''<ref name="Ikhwan, Hakimul 2010">Ikhwan, Hakimul. 2010. Eksklusi dan Radikalisme di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada</ref>''.'' Perspektif dikotomi-negasi menganggap demokrasi dan radikalisme saling mengancam dan membunuh satu-sama lain. Radikalisme dianggap akan menggerus nilai demokrasi, sedangkan demokrasi dinilai akan mengancam posisi radikalisme. Contoh dari kerangka berpikir tersebut adalah munculnya upaya negara untuk melindungi demokrasi dengan cara membubarkan ormas-ormas radikal.<ref name="Ikhwan, Hakimul 2010"/> Sedangkan perspektif ''dinamis-dialektis'' melihat radikalisme dan demokrasi dalam hubungan yang sebab-akibat. Kelompok radikal muncul karena adanya sistem demokrasi yang telah disepakati. Dalam konteks sosio-historis pun, radikalisme dinilai telah saling berdialektika secara dinamis untuk bersama-sama membangun atau menghancurkan dan membunuh atau menghidupkan struktur sosial dan politik di [[Indonesia]].<ref name="Ikhwan, Hakimul 2010"/>