Suyati Tarwo Sumosutargio: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 31:
Pada saat Suyati diangkat menjadi penari di Istana Mangkunegaran, dia berada pada masa pemerintahan Mangkunegara VII yang dikenal memiliki semangat dan upaya memajukan kesenian, termasuk di dalamnya seni tari. Para putra dan ''narapraja'' di lingkungan Istana Mangkunegaran pun diwajibkan belajar menari dan karawitan.<ref>Hermono, Ully. (2014), hlm. 21-22.</ref><ref name=":1" /> Istana Mangkunegaran mendirikan Pakempalan Beksa Mangkunegaran (PBMN) sebagai wadah untuk memajukan berbagai kesenian tersebut. PBMN merupakan sebuah wadah belajar menari yang mirip dengan pendidikan formal. Dalam sistem pengajarannya, PBMN memiliki tingkatan-tingkatan atau kelas. Hasil evaluasi akhir belajar disampaikan dalam bentuk buku rapot, sedangkan pembagian kelas dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan bakat dan kemampuan dari para siswa.<ref>Prabowo, W.S. (2007). hlm. 155.</ref>
 
Suyati sendiri belajar menari di [[Istana Mangkunagaran|Istana Mangkunegaran]] mulai dari mendalami bentuk-bentuk ''tayungan''<ref>Tayungan merupakan latihan gerak-gerak dasar dalam belajar menari. Adapun urutan ''tayungan'' antara lain: ''dhekung, sembahan, ngadeg ngigel, ngedeg sabetan, tanjak tengen, tanjak kiwo, kalang kinantang, kambeng, bapang, bapang gecul, nayung, ukel nayung, ubet sampur, miwir sampur, mirong, ridhong, sampir sampur, ngolong sampur, dhadap, srisig, nyindur, ingkrong, larikan, larikan rakit'', dan ''larikan sungsun.''</ref> hingga bentuk-bentuk tari ''wireng''. Latihan menari di masa Suyati kecil dulu tidak terikat pada pakem atau hafalan urutan gerakan dari suatu tarian, namun berdasarkan ''kendangan''. Seorang penari harus pandai mengikuti irama [[Kendhang|kendang]] yang menyatu dengan gerakan.<ref>Nurdiyanto dan Theresia Ani Larasati. (2017), hlm. 33.</ref>
 
== Pengabdian ==