Budaya media: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
'''Budaya media''' adalah budaya yang berlandaskan kepada visual dan audio, sementara media visual dan audio tersebut bisa bermacam-macam seperti [[televisi]], [[radio]], [[musik]], [[media cetak]]. Dalam media tersebut, unsur penglihatan dan pendengaran dicampuradukkan untuk mendapatkan emosi dari audiens, baik yang melihat maupun yang mendengar. Budaya media juga terkait dengan relasi kuasa, siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai.<ref>{{Cite book|last=M.Si|first=Azwar|date=2018-03-01|url=https://books.google.co.id/books?id=-JJeDwAAQBAJ&pg=PA100&dq=budaya+media&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwipgP3L3pqKAxWNxjgGHS2zExgQ6AF6BAgHEAI#v=onepage&q&f=false|title=4 Pilar Jurnalistik|publisher=Prenada Media|isbn=978-602-422-235-2|language=id}}</ref>
{{under construction}}
== Budaya media sebagai entitas bisnis ==
Dalam konteks relasi kuasa, media juga kerap dimanfaatkan oleh para pemilik media demi kepentingan ekonomi dan politiknya sehingga sulit bagi media untuk bisa bermanfaat bagi kepentingan publik secara luas.<ref name=":0">{{Cite book|last=Ramadlan|first=Mohammad Fajar Shodiq|last2=Wahid|first2=Abdul|last3=Rakhmawati|first3=Fariza Yuniar|last4=Destrity|first4=Nia Ashton|last5=Hair|first5=Abdul|last6=Harjo|first6=Indhar Wahyu Wira|last7=Utaminingsih|first7=Alifiulahtin|date=2019-12-31|url=https://books.google.co.id/books?id=4f7bDwAAQBAJ&pg=PR9&dq=budaya+media&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwipgP3L3pqKAxWNxjgGHS2zExgQ6AF6BAgEEAI#v=onepage&q=budaya%20media&f=false|title=Media, Kebudayaan, dan Demokrasi: Dinamika dan Tantangannya di Indonesia Kontemporer|publisher=Universitas Brawijaya Press|isbn=978-602-432-919-8|language=id}}</ref>
Baris 9:
Pers berperan utama untuk menjembatani pemerintah, masyarakat serta tokoh politik dengan cara menyampaikan kebijakan publik yang telah dirancang oleh pemerintah dan tokoh politik kepada masyarakat, di samping itu juga pers mesti bisa bersikap kritis secara objektif dengan memantau dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pers dalam hal ini dapat dilihat sebagai pedang bermata dua. Pers berfungsi sebagai penghubung agar kebijakan pemerintah dapat dipahami oleh masyarakat sehingga transparansi dapat tercipta dan diharapkan masyarakat dapat mengambil keputusan politik dengan tepat. Di sisi lain, cara media menyajikan informasi kepada masyarakat akan mempengaruhi persepsi masyarakat atas pemerintah maupun terhadap suatu peristiwa tertentu. Media harus bijak dalam menyampaikan berita dengan memilih diksi-diksi yang sesuai serta visual yang tidak hiperbola.<ref>{{Cite book|last=Putranto|first=Dr Algooth|date=2024-01-18|url=https://books.google.co.id/books?id=u4nxEAAAQBAJ&pg=PA94&dq=kampanye+kotor&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwjYn5jCyZ6KAxVQxDgGHRQIIuE4ChDoAXoECAkQAg#v=onepage&q&f=false|title=KOMUNIKASI POLITIK|publisher=Cendikia Mulia Mandiri|isbn=978-623-8382-81-1|language=id}}</ref>
Di negara demokrasi liberal, media menjadi ruang pertarungan antara jurnalis, pengusaha dan politisi saling berinteraksi secara dinamis terutama ketika ada agenda atau kepentingan di antara ketiganya. Ketika media dimiliki oleh pengusaha, maka media dimanfaatkan untuk kepentingan bisnisnya, sementara itu, ketika media dimiliki oleh politisi, maka pemberitaan di media lebih condong untuk menyuarakan kepentingan politik tertentu, bukan kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian, ketika media sudah sedemikian terdistorsinya, maka akan semakin banyak bias pemberitaan yang beredar di masyarakat yang pada akhirnya akan memperlemah pilar-pilar demokrasi itu sendiri.<ref name=":0" />
== Referensi ==
<references />
|