Ketuhanan dalam Buddhisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Sultan Hendrick (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
M. Adiputra (bicara | kontrib)
k tambah {{efn}}
Baris 2:
{{Buddhisme|dhamma}}
{{Konsep Tuhan}}
'''Ketuhanan dalam Buddhisme''' tidak berdasarkan kepada suatu [[Tuhan personal]] Yang [[Kemahakuasaan|Maha Kuasa]] sebagai [[Tuhan pencipta|pencipta]] dan pengatur [[alam semesta]] ([[Pāli|Pali]]: ''issara;'' [[Sanskerta]]: ''[[Iswara|īśvara]]'').<ref name=":02">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. hlm. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. {{efn|"Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."<ref name=":02">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. hlm. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2.</ref>}} [[Sang Buddha]] menyatakan bahwa pandangan tersebut merupakan suatu [[Pandangan (Buddhisme)|pandangan salah]] (''micchādiṭṭhi'') yang harus dihindari, dan menyampaikan pernyataan yang mirip seperti [[Masalah kejahatan (filsafat)|masalah kejahatan]] dalam [[filsafat agama]]. Meskipun [[Buddhisme]] meyakini eksistensi makhluk-makhluk di alam yang lebih tinggi, seperti [[Dewa (Buddhisme)|dewa]] dan [[Brahma (Buddhisme)|brahma]], mereka tidak diyakini sebagai Tuhan.
 
Sang Buddha sendiri tidak pernah menyebut diri-Nya sebagai Tuhan. Fungsi dari kemunculan seorang Buddha adalah untuk menemukan kembali ajaran yang telah hilang, yang kemudian disebut sebagai Dhamma.<ref name=":11">{{Cite book|last=Kheminda|first=Ashin|date=2017-09-01|url=https://books.google.co.id/books?id=vJEUEAAAQBAJ|title=Manual Abhidhamma: Bab 1 Kesadaran|publisher=Yayasan Dhammavihari|isbn=978-623-94342-6-7|language=id|url-status=live}}</ref> Buddha diyakini sebagai [[guru]] agung umat Buddha yang telah menemukan [[Dhamma]], bukan menciptakan Dhamma.<ref name=":63">{{Cite web|title=Sutta reference for that Buddha discovered the Dhamma, not invented it|url=https://discourse.suttacentral.net/t/sutta-reference-for-that-buddha-discovered-the-dhamma-not-invented-it/26152|website=SuttaCentral Discuss & Discover|access-date=2024-02-08}}</ref> Setelah mengajarkan Dhamma, ajaran yang telah ditemukan-Nya, Beliau memutuskan untuk hanya memberi hormat kepada Dhamma dan bukan suatu makhluk apa pun.
Baris 62:
{{Seealso|1=Diṭṭhi}}
[[Berkas:Alam_Kehidupan.png|jmpl|313x313px|Loka atau alam kehidupan menurut Buddhisme]]
Umat Buddha menerima keberadaan makhluk hidup di alam yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai [[Dewa (Buddhisme)|dewa]]. Dalam [[Kosmologi Buddha|kosmologi Buddhisme]], dewa adalah sebutan untuk makhluk-makhluk yang menempati [[Loka (Buddhisme)#Loka surga dan loka manusia|loka surga]], di dalamnya termasuk [[Loka (Buddhisme)#Loka brahma|loka brahma]] (''brahmaloka''). Dewa digambarkan sebagai makhluk yang tidak setara dengan manusia, memiliki kesaktian, dan berumur panjang. Para dewa yang tinggal di loka brahma (''brahmaloka'') secara spesifik disebut sebagai 'brahma'. Akan tetapi, mereka tetap tunduk pada kematian dan belum tentu lebih bijaksana daripada makhluk lainnya. Mereka bukan Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak Maha Sempurna. Para dewa, layaknya manusia, juga merupakan makhluk yang sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup. Bahkan, Buddha sering disebut sebagai guru para dewa.<ref name=":0">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. hlm. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. {{efn|"Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."<ref name=":0">Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. hlm. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2.</ref>}}
 
Kendati sama-sama merupakan agama berbasis [[darma]], [[Brahma (Buddhisme)|brahma]] dalam agama Buddha berbeda dengan [[Brahma]] dalam [[agama Hindu]] yang diyakini sebagai pencipta dunia. Mahābrahmā, atau Brahma Agung, disebutkan dalam [[Dīgha Nikāya]] sebagai makhluk yang menempati alam atas.<ref>{{cite book|author=Peter Harvey|year=2013|url=https://books.google.com/books?id=u0sg9LV_rEgC|title=An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-85942-4|pages=35–36}}</ref> Ia merupakan dewa pemimpin dan penguasa loka brahma.<ref>{{cite book|author1=Richard K. Payne|author2=Taigen Dan Leighton|year=2006|url=https://books.google.com/books?id=fRux5Nc19RMC|title=Discourse and Ideology in Medieval Japanese Buddhism|publisher=Routledge|isbn=978-1-134-24210-8|pages=57–58}}</ref><ref name="edkins224">{{cite book|author=Joseph Edkins|url=https://books.google.com/books?id=TPrOoe2_zsQC&pg=PA224|title=Chinese Buddhism: A Volume of Sketches, Historical, Descriptive and Critical|publisher=Trübner|pages=224–225}}</ref> Brahma, sebagai dewa yang berkedudukan lebih tinggi dalam [[Kosmologi Buddha|kosmologi Buddhisme]], juga bukan merupakan Tuhan Yang Maha Kuasa.
 
Kepercayaan bahwa dunia yang sekarang memiliki awal dan akhir—dengan merenungkan perumpamaan tentang rumah dengan pembangunnya—sering kali sampai pada kesimpulan bahwa dunia pasti memiliki pencipta: Sang Pencipta, Brahma, atau ‘Tuhan’ pada umumnya. Namun, menurut [[Buddhisme]], terjadinya dunia merupakan suatu siklus. Pandangan ini meyakini bahwa banyak dunia yang telah terbentuk dan hancur pada masa lampau. Setelahnya, dunia yang baru akan menggantikan dunia yang sekarang pada masa yang akan datang dan seterusnya.<ref>Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. ISBN 978-602-427-074-2. {{efn|"Dalam mencari sebab pertama permulaan dunia, mereka gagal. Namun, dengan merenungkan tentang rumah dan bangunan dengan perancang dan pembangunnya, mereka sampai pada kesimpulan bahwa dunia ini pasti memiliki penciptanya dan ia pastilah Sang Pencipta, mahabrahma, atau ‘Tuhan’'Tuhan'."</ref><ref>Corneles WoworNasiman, MNurwito.A 2017 (III). "KetuhananPendidikan YangAgama MahaesaBudha Dalamdan AgamaBudi Buddha"Pekerti untuk SMA Kelas X. WebsiteISBN Buddhis978-602-427-074-2.</ref>}}{{efn|"Mereka Samaggiantara Phala.lain:
1. #Helmut von Glasenapp, Buddhism, A Non-Theistic Religion.
2. #Douglas M. Burns, M.D., Buddhism, Science and Atheism.
 
"Mereka antara lain:
1. Helmut von Glasenapp, Buddhism, A Non-Theistic Religion.
2. Douglas M. Burns, M.D., Buddhism, Science and Atheism.
Kedua penulis ini menitikberatkan pengertian atau konsep Ketuhanan seperti konsep Ketuhanan yang ada pada agama lain di luar agama Buddha. Mereka menanggapi dengan serius tentang Maha Brahma sebagai pencipta yang ditolak oleh Sang Buddha. Bila Maha Brahma dilegitimasikan sebagai atau sama dengan Ketuhanan dalam agama tersebut, ini berarti bahwa Ketuhanan dalam agama tersebut pun turun derajatnya menjadi dewa atau manusia! Jelas pandangan seperti ini adalah keliru.
Menurut pandangan Buddhis, Maha Brahma yang disebutkan dalam Brahmajala Sutta adalah mahluk yang belum mencapi tingkat kesucian, dan pada suatu waktu kelak bila karma baik Maha Brahma tersebut untuk hidup di alam Maha Brahma itu telah habis, maka Maha Brahma itu akan terlahir di alam yang lebih rendah yaitu di alam para dewa (devaloka) atau terlahir sebagai manusia. Banyak penulis yang berpandangan seperti di atas, tapi karena terbatasnya waktu maka cukup dua penulis itu yang disinggung di sini."<ref>Corneles Wowor, M.A. "Ketuhanan Yang Mahaesa Dalam Agama Buddha". Website Buddhis Samaggi Phala.</ref>}} Dengan menekankan pada siklus terbentuknya dunia, [[Sang Buddha]] menolak kedudukan Mahābrahmā sebagai Tuhan, Pencipta, Yang Maha Kuasa, Yang Tak Tertaklukkan, Maha Melihat, Yang Termulia, Penguasa, Pengambil Keputusan, Pemberi Perintah, dan sebagainya dalam Brahmajāla Sutta ([[Dīgha Nikāya|DN]] 1).<ref>{{Cite web|last=Anggara|first=Indra|title=DN 1: Brahmajālasutta|url=https://suttacentral.net/dn1/id/anggara|website=SuttaCentral|access-date=2022-09-18}}</ref><ref>Sutta Pitaka, Digha Nikaya I, Proyek Pengadaan Kitab Suci Buddha hal 22-24. {{efn|"Kecuali alam Suddhavasa (Aviha, Atappa, Sudassa, Sudassi dan Akahittha) dari 31 alam ini yaitu 26 alam pernah menjadi tempat kelahiran dari mahluk yang telah menjadi manusia sekarang. Dengan kata lain kita dapat terlahir di 26 alam tersebut, tapi selama kita belum mencapai kesucian atau kebebasan mutlak maka alam kehidupan kita berubah terus. Terlahir kembali menurut pandangan Buddhis yaitu kelahiran seseorang di antara 31 alam kehidupan tersebut. Dalam ungkapan "Bila seorang meninggal dunia maka ia akan langsung terlahir kembali" ini berarti orang tersebut langsung terlahir kembali di salah satu alam dari 31 alam, dan kelahiran ini tergantung dari amal perbuatan selama hidup juga sampai di mana kematangan batinnya. Lima alam Suddhavasa adalah khusus tempat kelahiran para anagami dan dari alam-akam Suddhavasa ini mereka akan parinibbana yang berarti tidak akan terlahir lagi sebagai mahluk di alam mana pun. Nibbana (nirvana) bukan alam tetapi sesuatu keadaan batin yang bebas dari belenggu."<ref>Sutta Pitaka, Digha Nikaya I, Proyek Pengadaan Kitab Suci Buddha hal 22-24.</ref>}}
 
=== Penemu Dhamma ===
Baris 332 ⟶ 331:
 
Berbeda dari ajaran Hindu, Buddhisme tidak menekankan keberadaan "Tuhan sang Pencipta" sehingga Buddhisme dikategorikan sebagai salah satu aliran ''nāstika'' (heterodoks; secara harfiah berarti "Itu tidak ada") menurut aliran-aliran [[agama darmik]] lainnya, seperti [[Dwaita]]. Kata "''Buddha"'' berarti "Dia yang mendapat [[Bodhi|kecerahan]]" dan dapat mengacu kepada [[Siddhattha Gotama|Buddha Gotama]].
 
== Catatan ==
{{notelist}}
 
== Rujukan ==