Manipulasi internet: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Herryz (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Herryz (bicara | kontrib)
Kasus
Baris 10:
 
Selain itu, Chomsky juga berpedapat bahwa manipulasi ini berdampak pada keragaman persfektif publik yang tidak sehat. Misalnya, sebuah media hanya terpusat pada beberapa perusahaan besar demi kepentingan ekonomi dan politik, maka perbedaan pendapat dan suara-suara minoritas akan terabaikan.<ref name="DAMPAK"/> Dampak lain dari manipulasi ini yakni berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap berita di [[sosial media]]. Jika hal ini terjadi, maka masyarakat akan [[skeptis]] terhadap isu-isu yang beredar, sekalipun jika hal tersebut adalah sebuah informasi yang sangat penting.<ref name="DAMPAK"/>
 
== Kasus ==
Sejak terjadinya [[Invasi Ukraina oleh Rusia]] pada tahun 2022, peristiwa ini menjadi berita utama di banyak negara. Akan tetapi, para pengamat beranggapan bahwa [[Rusia]] berhasil menyebarkan disinformasi di [[sosial media]], sehingga banyak pihak mendukung. Di dunia barat, berita ''infowar'' atau perang berita dapat diminimalis, sementara di [[Indonesia]], sebagian besar penduduk mendukung invasi tersebut. Dedy Rudianto dari Evello, sebuah platform pemantauan ''big data'' di [[Jakarta]] mengatakan bahwa 95% pengguna [[TikTok]] dan 73% pengguna [[Instagram]] di Indonesia, mendukung Rusia. ''Internet Reserch Agency'' adalah lembaga informasi milik Rusia berbasis di Kota [[Sankt-Peterburg]], dianggap sebagai pabrik yang memengaruhi opini publik untuk mendukung Rusia.<ref>{{cite web|url=https://www.voaindonesia.com/a/rusia-sukses-lancarkan-propaganda-di-media-sosial-soal-konflik-ukraina-/6544637.html|title=Rusia Sukses Lancarkan Propaganda di Media Sosial Soal Konflik Ukraina|first=Jimmy|last=Manan|date=26 April 2022|website=www.voaindonesia.com|accessdate=13 Desember 2024}}</ref>
 
== Referensi ==