Media abal-abal: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 7:
Profesi wartawan yang memiliki peran strategis di mata publik dan pejabat sering kali menjadi daya tarik bagi mereka yang ingin mencari penghasilan dengan cara instan. Kondisi ini menyebabkan banyak orang, termasuk mantan wartawan atau individu tanpa pengalaman jurnalistik, nekat mendirikan perusahaan pers dengan modal terbatas, tanpa memenuhi standar legalitas maupun kriteria sebagai perusahaan pers. Fenomena ini turut memicu munculnya “media abal-abal” yang menjadi ancaman terhadap kemerdekaan pers.<ref name=":0" />
Setelah Reformasi 1998, perkembangan media meningkat secara signifikan. Jika pada masa [[Orde Baru]] pendirian perusahaan pers memerlukan [[Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)]] serta persyaratan lainnya, yang jumlahnya dibatasi oleh pemerintah, maka sejak berlakunya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, setiap warga negara Indonesia memiliki kebebasan untuk mendirikan perusahaan pers tanpa hambatan birokrasi yang ketat. Namun, kebebasan ini juga berkontribusi pada maraknya pertumbuhan media tanpa kualitas dan [[profesionalisme]] yang memadai.<ref name=":0" />
== Dampak Media Abal-abal ==
|