Rajegwesi, Pagerbarang, Tegal: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kang Waryo (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Kang Waryo (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 10:
|penduduk=
|kepadatan=
|Lurah=Sapuro, S.Pd}}'''Rajegwesi''' adalah sebuah [[desa]] yang berada di Kecamatan [[Pagerbarang, Tegal|Pagerbarang]], Kabupaten [[Kabupaten Tegal|Tegal]], Provinsi [[Jawa Tengah]], [[Indonesia]]. Desa Rajegwesi terletak di wilayah barat [[Kabupaten Tegal]]. Jarak Balai Desa Rajegwesi ke Pendopo Amangkurat Kabupaten Tegal adalah 16,8 KM (jika ditempuh melalui jalur utara), sementara jika ditempuh melalui jalur timur (Randusari-Balapulang-Lebaksiu-Slawi) adalah 20,1 KM. Desa Rajegwesi memiliki sebidang tanah fasum seluas +/- 7000 m2, dimana 100 m x 60,6 m untuk lapangan sepakbola, sebagian yang lain untuk jalan umum, hutan desa dan sumur PAMSIMAS serta fasiltas lainnya (joging). Menurut informasi dari banyak sumber (mantan kades Bapak Tohir dan lainnya), tanah tersebut diperoleh dan dibeli dari warga desa Sidomulyo secara swadaya dan gotong royong oleh masyarakat desa Rajegwesi (hasil lumbung padi). Oleh karenanya fasilitas umum ini (lapangan sepakbola) terletak di wilayah desa Sidomulyo bukan di wilayah desa Rajegwesi. Jadi, tanah lapangan ini merupakan hak milik masyarakat desa Rajegwesi dan bukanlah tanah kas desa/bengkok, meskipun secara administrasi diatasnamakan Pemerintah Desa Rajegwesi. Penulis menyebutnya sebagai tanah ulayat.
 
'''Sedikit tentang sejarah keberadaan Desa Rajegwesi'''
 
Penetapan nama Rajegwesi sendiri kira-kira pada tahun 1672 pada masa P. A. Martloyo hampir berakhir. Kami ingi tahu tentang awal pemerintahan yang ada di Desa Rajegwesi, setelah terbentuknya suatu wilayah hukum dalam masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah.  Maka mulailah  ada suatu bentuk tatanan keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
 
Namun mulai  tahun 1672 sampai dengan sekitar tahun 1887 kami tidak mengetahui secara pasti siapa yang menjadi kepala desa atau kepala pemerintahannya. Setelah kami telusuri ke beberapa sumber dan narasumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bahwa kepala desa pada masa itu (1887) yaitu Bapak “ Suwargi Taham”.
 
'''Sejarah Pemerintahan di  Desa Rajegwesi'''
 
# Pemerintahan Kepala Desa Taham (1888-1896)
# Pemerintahan Kepala Desa Rasijam (1896-1907)
# Pemerintahan Kepala Desa Banda Lancong / Bancong (1907-1919)
# Pemerintahan Kepala Desa Surawijaya (1919-1933)
# Pemerintahan Kepala Desa Suradiwangsa (1933-1949)
# Pemerintahan Kepala Desa Dullah (1949-1951)
# Pemerintahan Kepala Desa Kaslani (1952-1954)
# Pemerintahan Kepala Desa Sibun (1954-1954)
# Pemerintahan Kepala Desa Kaslani (1954-1956)
# Pemerintahan Kepala Desa Soemarjo Wijaya (1956-1957)
# Pemerintahan Kepala Desa Tarmoedi S. (1975-1986)
# Pemerintahan Kepala Desa Tohir (1986-1997)
# Pemerintahan Kepala Desa Warjo (1997-2007)
# Pemerintahan Kepala Desa Haryoto (2007-2013) ( Sumber: https://faridulansor.blogspot.com/)
# Pemerintahan Kepala Desa Tanuri (2013-2019)
# Pemerintahan Kepala Desa Sapuro (2019-sekarang)
 
 
Desa Rajegwesi memiliki sebidang tanah fasum seluas +/- 7000 m2, dimana 100 m x 60,6 m untuk lapangan sepakbola, sebagian yang lain untuk jalan umum, hutan desa dan sumur PAMSIMAS serta fasiltas lainnya (joging). Menurut informasi dari banyak sumber (mantan kades Bapak Tohir dan lainnya), tanah tersebut diperoleh dan dibeli dari warga desa Sidomulyo secara swadaya dan gotong royong oleh masyarakat desa Rajegwesi (hasil lumbung padi). Oleh karenanya fasilitas umum ini (lapangan sepakbola) terletak di wilayah desa Sidomulyo bukan di wilayah desa Rajegwesi. Jadi, tanah lapangan ini merupakan hak milik masyarakat desa Rajegwesi dan bukanlah tanah kas desa/bengkok, meskipun secara administrasi diatasnamakan Pemerintah Desa Rajegwesi. Penulis menyebutnya sebagai tanah ulayat.
 
Yang menarik bagi masyarakat Rajegwesi dan sekitarnya adalah keberadaan dan kondisi lapangan sepakbola Rajegwesi yang selalu terlihat bagus dan terpelihara (dipotong rumputnya) serta adanya instalasi air di area lapangan (memanfaatkan keberadaan kolam PAMSIMAS) yang digunakan pada saat kemarau datang, sehingga rumput selalu terlihat hijau atau setidaknya lapangan tidak gundul sepanjang tahun. Hal ini tak lepas dari kepedulian warganya misalnya dengan memanfaatkan mesin pemotong rumput milik pribadi. Terpeliharanya lapangan bola seharusnya menjadi motivasi bagi pemuda untuk terus meningkatkan prestasi dalam bidang olahraga kesebelasan tersebut dan butuh perhatian khusus dari pemerintah, bukan hanya materi tapi juga moril. Tidak seharusnya lapangan bola dipelihara, tapi nihil prestasi. Lapangan bola ini juga sangat berpotensi besar bagi wisata kekinian seperti Bumi Perkemahan.