Tanah longsor Tulabolo 2024: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
menambahkan data dan referensi |
|||
Baris 37:
Data [[Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia|Kementerian ESDM]], hingga tahun 2023 terdapat lebih dari 2.700 titik tambang ilegal tersebar di seluruh Indonesia, terutama di [[Kalimantan]], [[Sumatra]], dan [[Sulawesi]].{{sfn|Zakiyuddin|4 September 2024}}
== Latar
Longsor mulai terjadi pada Sabtu, 6 Juli 2024 dini hari sekitar pukul 23.45 WITA seiring hujan deras yang terjadi. Saat itu sebagian korban sedang beristirahat dan tertidur di beberapa kem atau warung yang ada di lokasi tambang.{{sfn|Sako|7 Juli 2024}} Longsor parah terjadi pada dua titik (yaitu pada titik bor 1 dan titik bor 2) dengan kondisi daerah curam.{{sfn|Lahay|10 Juli 2024}} Total ada 9 titik bor di lokasi tersebut, namun satu titik bor sudah tak digunakan lagi karena kandungan emas di dalamnya sudah tak ada. Pada setiap titik bor, para penambang membangun semacam rumah yang terbuat dari papan dan kayu yang beralaskan terpal. Rumah-rumah sederhana tersebut dijadikan tempat istirahat dan mengolah hasil tambang.{{sfn|Rahmawati|13 Juli 2024}}
Baris 47:
Masa tanggap darurat berlangsung hingga 13 Juli 2024 atau 7 hari setelah terjadinya bencana. Penghentian pencarian juga disebabkan oleh cuaca ekstrem yang menyebabkan terjadinya longsor susulan. Sepekan masa tanggap darurat dilaporkan total korban dari bencana longsor ini sebanyak 325 orang. Dari jumlah tersebut 27 korban meninggal, 15 orang hilang, dan sebanyak 283 orang dinyatakan selamat.{{sfn|Yunus|13 Juli 2024}}
== Pasca
Setelah peristiwa longsor, aktivitas penambangan sempat berhenti sementara sesuai dengan kesepakatan Forum Pimpinan Daerah (Forkopimda) Bone Bolango. Berkembang usulan untuk menjadikan pertambangan tersebut menjadi legal melalui perubahan status menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).{{sfn|Lahay|15 Agustus 2024}}
|