Kabupaten Klungkung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Nyilvoskt (bicara | kontrib)
k Mengembalikan suntingan oleh Jacksalemm (bicara) ke revisi terakhir oleh Herryz
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Masa Kerajaan Gelgel dan Klungkung: Lebih melengkapi dengan menampilkan tokoh Panglima Patih Agung dari Kerajaan Klungkung.
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 75:
Pada masa kerajaan, [[Kerajaan Klungkung|Klungkung]] menjadi pusat pemerintahan raja-raja Bali. Ida I Dewa Agung Jambe adalah Pendiri Kerajaan Klungkung tahun [[1686]] dan merupakan penerus Dinasti Gelgel. Pada waktu itu, Kerajaan Gelgel merupakan pusat kerajaan di Bali dan masa keemasan kerajaan ini tercipta pada masa pemerintahan [[Dalem Baturenggong|Dalem Waturenggong]]. Raja Klungkung adalah pewaris langsung dan keturunan dari Dinasti Kresna Kepakisan. Karenanya, sejarah Klungkung berhubungan erat dengan raja-raja yang memerintah di Samprangan dan Gelgel.
 
Pada tahun 1650, terjadi pemberontakan oleh seorang Perdana Menteri Kerajaan bernama I Gusti Agung Maruti yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Gelgel yang pada saat itu diperintah [[Dalem Di Made]]. Gusti Agung Maruti mengambil alih Kerajaan tersebut dari tangan Dalem Di Made raja terakhir yang memerintah kerajaan Gelgel. Pada waktu itu Dalem Di Made menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Desa Guliang di wilayah Kerajaan Bangli didampingi oleh Patih Agung yang masih setia bernama Rakriyan Gusti Ngurah Kubontubuh Kuthawaringin (Kyayi Jumbuh). Salah seorang Putranya, Ida I Dewa Agung Jambe, dengan Panglima Perangnya Patih Agung Rakriyan Gusti Ngurah Kubontubuh Kuthawaringin (Kyayi Jumbuh) kemudian berhasil merebut kembali kerajaan Gelgel dari cengkraman I Gusti Agung Maruti pada tahun 1686 M. Sejak itu Gelgel tidak lagi sebagai tempat kerajaan. Di daerah utara dari Gelgel, yang kemudian dinamai Klungkung, disitulah kemudian Ida I Dewa Agung Jambe mendirikan Istana tempat tinggal. Istana ini kemudian dinamakan Semarapura atau Semarajaya dan Jero Agung Kepatihan Pekandelan Kyayi Jumbuh disebelah baratnya. Sejak itu gelar ''"Dalem"'' tidak lagi dipergunakan bagi raja- raja yang memerintah di Kerajaan Klungkung. Gelar yang disandang secara turun–temurun oleh raja – raja Klungkung disebut "Dewa Agung".
 
Selama pemerintahan Dinasti Kepakisan di Bali, terjadi dua kali perpindahan pusat kerajaan (tahun 1350-1908):
* Pertama: dari Samprangan ke Gelgel dengan Swecapuramenempati istana Swecalingarsapura ex Puri Sira Arya Kuthawaringin yang dihaturkan oleh Putranya yang bernama Kyayi Klapodhyana (Pre-Gusti Kubontubuh), dan berlangsung secara damai (abadtahun ke-141383 M) dengan raja yang berkuasa: [[Dalem Ketut|Dalem Ketut Nglesir]], [[Dalem Baturenggong|Dalem Waturenggong]], [[Dalem Bekung]], [[Dalem Seganing|Dalem Segening]], dan [[Dalem Di Made|Dalem Dimade]].
* Kedua: pusat kerajaan pindah dari Gelgel – SwecapuraSwecalingarsapura ke pusat Kerajaan Klungkung – SemarapuraSemarajaya, dengan Patih Agung Kyayi Jumbuh, antara abad 17–20 dengan Raja Dewa Agung Jambe, Dewa Agung Made, Dewa Agung Di Madya, Sri Agung Sakti, Sri Agung Putra Kusamba, dan [[Dewa Agung Istri Kanya]].
 
Kerajaan Klungkung Bali telah berhasil mencapai punjak kejayaan dan keemasannya dalam bidang pemerintahan, adat dan seni budaya pada abad ke 14 – 17 di bawah kekuasaan Dalem Waturenggong dengan pusat kerajaan di Keraton Gelgel – Swecapura memiliki wilayah kekuasaan sampai Lombok dan Blambangan. Terjadinya perang Puputan Klungkung ketika pusat kerajaan Klungkung sudah berada di keraton Semarapura.