Ali Iskandar dari Johor: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Pengembalian manual |
||
Baris 7:
|succession = {{flagicon|Johor}} [[Sultan Johor]]
| reign = 1835 – 1855
| predecessor = [[Hussain Syah dari Johor|
| successor = [[Abu Bakar dari Johor|Abu Bakar]]
| succession1 = Sultan Muar
| full name = Sultan Ali Iskandar Shah ibni Sultan Hussein Muazzam Shah{{efn|Dalam budaya Islam, gelar '''AL-MARHUM''' berarti "kepada orang yang telah diberi rahmat". Gelar ini digunakan untuk penguasa Muslim yang telah meninggal Dan orang Yang hidup.<ref>''Islamic Names: An Introduction'', Schimmel, p. 59</ref>}}
| reign1 = 1855–1877
Baris 18:
| place of burial = [[Mausoleum Sultan Ali]], [[Umbai]], [[Malaka]], [[British Malaya]]
| spouse = {{unbulleted list|Tengku Ngah|Daeng Siti|Cik Serimbuk}}
| issue = {{unbulleted list|[[Tengku Alam Shah dari Johor|Sultan Allauddin Alam Shah]]|Tengku Mahmud Putra|Tengku Mansur Putra|Tengku Putih Abdullah|Tengku
Tengku Aizzhia}} <ref>Ghazali, ''Istana dan politik Johor, 1835-1885'', p.70 </ref>
| house = [[
| father = [[Hussein Shah dari Johor|Hussein Shah]]
| mother = Tengku Perbu<ref>Ali, Hooker, Andaya, ''The Precious Gift: Tuhfat Al-nafis'', pp. 394, 411</ref>
Baris 65:
===Kematian dan perselisihan suksesi===
Sultan Ali menghabiskan tahun-tahun terakhirnya di [[Umbai]], [[Malaka]], dan menghidupi dirinya sendiri dengan gaji bulanan kecil yang diberikan oleh [[Perusahaan Hindia Timur Britania Raya]] kepadanya.<ref>Winstedt, ''A History of Johore (1365–1941)'', p. 132</ref> Ia membangun istana untuk dirinya sendiri dan tinggal bersama istri ketiganya, Cik' Sembuk sampai kematiannya pada bulan Juni 1877, dan dimakamkan di [[Mausoleum Sultan Ali|Mausoleum]] di dalam Masjid Umbai.<ref>Khoo, ''Melaka dan Sejarahnya'', p. 124</ref><ref>Studer, ''American and British Claims Arbitration: William Webster: Appendix to the Memorial of the United States, Vol. III'', p. 312</ref> Sesaat sebelum kematiannya, Sultan Ali mewariskan wilayah Kesang kepada Tengku Mahmud, putranya yang berusia 11 tahun dari Cik' Sembuk. Keputusannya mendapat banyak ketidaksetujuan di kalangan [[Melayu di Singapura]], yang merasa bahwa [[Tengku Alam Syah]] seharusnya menjadi pewaris wilayah Kesang karena ia merupakan anak tertua dari Daeng Siti yang merupakan putri seorang bangsawan [[Orang Bugis|Bugis]], sedangkan Cik' Sembuk adalah rakyat jelata.<ref>Winstedt, ''A History of Johore (1365–1941)'', p. 129</ref> Pada saat Sultan Ali meninggal dunia, hak asuh wilayah Kesang berada di tangan Ungku Jalil, kakak laki-laki Sultan Ali, Ungku Jalil menyerahkan hak asuh wilayah Kesang kepada Sultan [[Abu Bakar dari Johor|Abu Bakar]], setelah pemerintah Inggris mengadakan pemilihan Temenggong Paduka Tuan dari Muar dan para kepala suku di wilayah tersebut untuk memutuskan nasib wilayah Kesang, dan dengan suara bulat memilih Maharaja Abu Bakar sebagai pemimpin mereka. Gubernur Britania Raya menyerahkan tanggung jawab administratif wilayah Kesang kepada Abu Bakar, yang membuat marah Tengku Alam Shah dan banyak pendukungnya.<ref>Burns, Wilkinson, ''Papers on Malay Subjects'', p. 73</ref> Klaim mereka yang terus-menerus atas wilayah Kesang menyebabkan pecahnya [[Perang Saudara Jementah]] pada tahun 1879.<ref>Studer, ''American and British Claims Arbitration: William Webster: Appendix to the Memorial of the United States, Vol. III'', pp. 312, 352</ref>
==Lihat pula==
|