Ogoh-ogoh: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: pranala ke halaman disambiguasi |
M. Adiputra (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Ogoh-ogoh1.jpg|jmpl|ka|Pengarakan ogoh-ogoh, 2016.]]
[[Berkas:Ogoh Ogoh di Denpasar 2024.jpg|jmpl|ka|Ogoh Ogoh, Denpasar, 2024.]]▼
'''Ogoh-ogoh''' ([[bahasa Bali|Bali]]: {{script/Bali|ᬳᭀᬕᭀᬳᭀᬕᭀᬄ}}) adalah karya seni [[patung]] dalam [[Bali|kebudayaan Bali]] yang umumnya menggambarkan sosok ''[[Butakala]]''. Bahan pembuatan ogoh-ogoh pada umumnya ialah [[bambu]] atau [[rotan]] yang dijalin—atau bahkan [[stirofoam]]—kemudian dilapisi dengan kertas. Mereka dibuat selama beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan untuk diarak dalam suatu pawai pada saat ''Pangrupukan'', yaitu tradisi [[Hindu Bali]] yang dilaksanakan untuk menyambut [[Nyepi]]. Dalam pawai tersebut, ogoh-ogoh merupakan lambang keburukan sifat-sifat manusia atau negativitas di alam, yang dinetralkan menjelang [[Nyepi|Tahun Baru Saka]]. Setelah pawai selesai, ogoh-ogoh akhirnya dibakar, biasanya di lapangan kuburan desa.<ref>{{citation|
url=http://voi.id/lifestyle/364146/ritual-pembakaran-ogoh-ogoh-dan-maknanya-pembersihan-sebelum-hari-raya-nyepi| publisher=VOI| title=Ritual Pembakaran Ogoh-Ogoh dan Maknanya, Pembersihan sebelum Hari Raya Nyepi| date=11 Maret 2024| author=Alfiandana| editor=Puput Puji Lestari}}</ref>
Baris 14:
Dalam perkembangannya—terutama pada dekade [[1990-an]] dan [[2000-an]]<ref name="hanna">{{citation| title=Brief History Of Bali: Piracy, Slavery, Opium and Guns: The Story of a Pacific Paradise| author=Willard A. Hanna |year=2016 |publisher=Tuttle Publishing| isbn=9781462918751| url=https://www.google.co.id/books/edition/Brief_History_Of_Bali/Uv9ODQAAQBAJ?hl=id&gbpv=0}}</ref>—banyak bentuk ogoh-ogoh yang mencari referensi kepada [[budaya populer|budaya]] dan isu populer pada masa tersebut, atau dibuat menyerupai tokoh masyarakat, seperti [[selebritas]], [[politikus]], bahkan [[narapidana]].<ref>{{citation| author=Tim Redaksi| url=https://news.detik.com/berita/d-1861997/ogoh-ogoh-mirip-angie-nazaruddin-ramaikan-nyepi-di-bali|title=Ogoh-ogoh Mirip Angie-Nazaruddin Ramaikan Nyepi di Bali | publisher=detikNews| date=08 Maret 2012}}</ref> Dalam perlombaan yang lebih konservatif, komunitas pembuat ogoh-ogoh secara tidak langsung diharuskan untuk menggali cerita Hindu dan Bali untuk diangkat sebagai inspirasi ogoh-ogoh. Namun kreativitas masyarakat Bali tidak lepas dari pantauan pemerintah dan lembaga adat. Mereka memantau ogoh-ogoh yang dibuat masyarakat, serta melarang ogoh-ogoh yang dinilai mengandung unsur [[SARA]] dan politik.<ref name="anas"/> Pada [[:wikt:tahun politik|tahun-tahun politik]] dekade 1990-an dan 2000-an, tradisi pengarakan ogoh-ogoh pernah dilarang oleh pemerintah daerah.<ref>{{citation| chapter=Bahasan Khusus Nyepi| page=16| url=https://www.google.co.id/books/edition/Raditya/tILXAAAAMAAJ?hl=id| author=Kontributor| title=Majalah Hindu Raditya |edition= 79-83| year=2004| publisher=Yayasan Manikgeni Dharma Sastra}}</ref><ref>{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Majalah_Hindu_raditya/xHzXAAAAMAAJ?hl=id| title=Majalah Hindu raditya |edition=20-29| publisher=Yayasan Manikgeni Dharma Sastra| author=Kontributor| year=1999}}</ref> Meskipun demikian, beberapa komunitas masyarakat tetap membuatnya tetapi tidak seramai tahun-tahun yang lain, atas pertimbangan bahwa ogoh-ogoh merupakan tradisi dan kreativitas yang tersalurkan.<ref>{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Galungan_Naramangsa/Jo7XAAAAMAAJ?hl=id| title=Galungan Naramangsa| isbn=9789797221683| place=Surabaya| publisher=Paramitha| year=2005}}</ref>
Awal dekade [[2010-an]], ogoh-ogoh yang semula dibuat dari jalinan [[bambu]] atau [[rotan]], akhirnya mulai banyak yang dibuat dari [[stirofoam]] dengan alasan kemudahan. Atas pertimbangan kesehatan, sejak 2015 pemerintah daerah Bali "melarang" pemanfaatan stirofoam pada proses pembuatan ogoh-ogoh,<ref name="larang"/> dan banyak perlombaan ogoh-ogoh yang melarang pemakaiannya.<ref name="
Memasuki dekade [[2020-an]], [[pandemi Covid-19]] melanda seluruh dunia, termasuk [[Bali]]. Pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan larangan berkerumun atau mengadakan keramaian, dan menetapkan [[Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Indonesia|pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat]] pada [[Februari 2020]]. Hal ini juga berdampak kepada tradisi pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh yang telanjur dibuat pada awal 2020 (sebelum pembatasan kegiatan masyarakat) akhirnya batal diarak, meskipun ritual menyambut Nyepi tetap dilaksanakan dengan pembatasan yang ketat.<ref name="ritual">{{citation| url=https://www.balipost.com/news/2020/03/21/111171/Umat-Hindu-Harus-Paham-Bedakan...html| title=Umat Hindu Harus Paham Bedakan Tradisi dan Ritual| date=21 Maret 2020| publisher=Bali Post| author=Winatha}}</ref> Pada tahun 2021, saat pandemi Covid-19 belum berakhir, [[Parisada Hindu Dharma Indonesia]], Majelis Desa Adat, dan pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan surat edaran untuk meniadakan pawai ogoh-ogoh pada tahun tersebut.<ref>{{citation| url=https://www.antaranews.com/berita/1956472/phdi-bali-dan-mda-keluarkan-edaran-tiadakan-pengarakan-ogoh-ogoh| title= PHDI Bali dan MDA Keluarkan Edaran Tiadakan Pengarakan Ogoh-ogoh |date=19 Januari 2021| author=Ni Luh Rhismawati | editor=Triono Subagyo |publisher=Antara News}}</ref> Tahun 2022, pemerintah provinsi Bali juga mengeluarkan larangan yang sama.<ref>{{citation| title=Gubernur Koster Larang Pawai Ogoh-ogoh saat Perayaan Nyepi di Bali| publisher=CNN Indonesia| date=08 Februari 2022| url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220208170010-20-756606/gubernur-koster-larang-pawai-ogoh-ogoh-saat-perayaan-nyepi-di-bali |author=Kadafi}}</ref> Pawai ogoh-ogoh kembali diadakan pada tahun 2023, ditandai dengan pengumuman lomba ogoh-ogoh yang diedarkan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.<ref name="disbud">{{citation| title=Disbud Bali Gelar Lomba Ogoh-ogoh 2023, Dilarang Pakai Plastik dan Styrofoam| date=22 Desember 2022| author=Ni Luh Putu Wahyuni Sari | editor= Putu Dewi Adi Damayanthi| publisher=Tribun-Bali.com |url= https://bali.tribunnews.com/2022/12/22/disbud-bali-gelar-lomba-ogoh-ogoh-2023-dilarang-pakai-plastik-dan-styrofoam}}</ref>
== Pembuatan ==▼
[[File:Pembuatan Ogoh Ogoh di Banjar Tainsiat.jpg|thumb|Pembuatan ogoh-ogoh di Banjar Tainsiat, Denpasar, 2019.]]▼
Ogoh-ogoh dibuat sebagai simbol keburukan atau kejahatan yang akan diarak dan dibakar mejelang Hari Raya [[Nyepi]] ([[Tahun Baru Saka]]). Ini merupakan tradisi memeriahkan ritual [[Nyepi#Aktivitas|Tawur Kesanga]], salah satu prosesi menyambut Nyepi. Berbeda dengan upacara [[Melasti]] dan Tawur Kesanga, tradisi ogoh-ogoh bukan merupakan suatu kewajiban dalam menyambut Nyepi,<ref name="ritual"/> melainkan pemeriah ritual,<ref>{{citation| url=https://disbud.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/41_ogoh-ogoh| title=Ogoh-Ogoh| author=Admin disbud | date= 20 Januari 2024| publisher=Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng}}</ref> sehingga tradisi ini sempat tidak diadakan pada tahun-tahun tertentu, terutama saat [[pandemi Covid-19]].
Pada umumnya, ogoh-ogoh dibuat oleh komunitas tradisional [[suku Bali|orang Bali]] yang disebut ''[[banjar (Bali)|banjar]]'', terutama ''seka teruna-teruni'' (STT), yaitu divisi dalam suatu banjar yang menaungi kegiatan pemuda-pemudi di banjar tersebut. Kreativitas yang dicurahkan serta dana yang digelontorkan membuat ogoh-ogoh kerap menjadi kebanggaan dan [[:wikt:prestise|prestise]] kelompok pemuda-pemudi di Bali setiap menyambut Nyepi.<ref>{{citation| url=https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/pawai-ogoh-ogoh-kemeriahan-festival-rakyat-menjelang-nyepi | title=Pawai Ogoh-ogoh, Kemeriahan Festival Rakyat Menjelang Nyepi| publisher=Indonesia Kaya| author=Ardee}}</ref> Banyak pula ogoh-ogoh yang dibuat oleh komunitas lain di luar banjar, meliputi kelompok lingkungan perumahan serta ''seka demen'' (kelompok sehobi).
Ada pula ogoh-ogoh yang berbahan dasar [[stirofoam]] atau gabus, suatu produk busa [[sintesis kimia|sintetis]] dari [[polistirena]]. Pembuatan ogoh-ogoh berbahan stirofoam marak di [[Denpasar]] sejak 2011, karena bahan tersebut mudah dibentuk.<ref name="gabus"/> Namun ogoh-ogoh harus dibakar, dan asap yang ditimbulkan dari pembakaran stirofoam lebih berbahaya untuk dihirup dibandingkan dengan bahan yang lebih alami.<ref name="bahan"/><ref>{{citation| title=STT di Denpasar Buat Ogoh-ogoh Ramah Lingkungan dari Kulit Nangka| author=Ni Made Lastri Karsiani Putri |publisher=detikBali |date=12 Februari 2023 |url= https://www.detik.com/bali/berita/d-6565070/stt-di-denpasar-buat-ogoh-ogoh-ramah-lingkungan-dari-kulit-nangka}}</ref> Sejak 2015, pemerintah daerah Bali meregulasi larangan pembuatan ogoh-ogoh berbahan stirofoam.<ref name="gabus">{{citation|url=http://dasarbali.com/2015/03/20/1268/| title=Ogoh-ogoh Gabus Dilarang, Bagaimana dengan Iringan Musik Keras?| author=R3mB1t@17M1nOn |date=20 Maret 2015 |publisher=Dasar Bali}}</ref><ref name="larang">{{citation| url=https://www.nusabali.com/berita/135327/gabus-dilarang-untuk-ogoh-ogoh-penjual-sisitan-bambu-ketiban-rezeki |title=Gabus 'Dilarang' untuk Ogoh-ogoh, Penjual Sisitan Bambu Ketiban Rezeki| publisher=Nusa Bali| author=Tim Redaksi| date=09 Februari 2023}}</ref> Usai [[pandemi Covid-19]], pemanfaatan bahan organik sebagai bahan dasar ogoh-ogoh—misalnya daun dan kulit pohon—menjadi tren di sebagian besar ''seka teruna-teruni'' atau komunitas pemuda Bali.<ref>{{citation| url=https://balitribune.co.id/content/ogoh-ogoh-mulai-manfaatkan-bahan-organik| title=Ogoh-ogoh Mulai Manfaatkan Bahan Organik| date=16 Maret 2023| author=Tim Redaksi| publisher=Bali Tribune}}</ref>▼
== Bentuk ==
▲[[Berkas:Ogoh Ogoh di Denpasar 2024.jpg|jmpl|ka|Ogoh Ogoh, Denpasar, 2024.]]
Wujud seperti [[dewa-dewi Hindu]] dan [[awatara]] identik dengan sifat [[darma]] sehingga bertolak belakang dengan makna pengarakan dan pembakaran ogoh-ogoh sebagai representasi pengenyahan sifat-sifat adarma.<ref name="mendebat">{{citation| title=Mendebat Bali: Catatan Perjalanan Budaya Bali Hingga Bom Kuta| author= Putu Setia |year=2002| publisher=Pustaka Manik Geni| place=Denpasar| isbn=9789794440322| url=https://www.google.co.id/books/edition/Mendebat_Bali/2_VhDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=0}}</ref> Tokoh-tokoh baik dalam [[sastra Hindu]] seperti [[Pandawa]] dan [[Rama]] juga dinilai tidak layak untuk dijadikan ogoh-ogoh karena bukan tokoh kejahatan, sehingga menyimpang dari tujuan pembuatan ogoh-ogoh.<ref>{{citation| date=24 Januari 2019| publisher=Tribun-Bali.com| title=Warga Dilarang Membuat dan Mengarak Ogoh-ogoh ini, Sehingga Tak Dinilai Menyimpang| url=https://bali.tribunnews.com/2019/01/24/warga-dilarang-membuat-dan-mengarak-ogoh-ogoh-ini-sehingga-tak-dinilai-menyimpang| author=I Wayan Eri Gunarta | editor=Aloisius H Manggol}}</ref>
Seiring dengan perkembangan zaman dan kreativitas masyarakat, ogoh-ogoh tidak terbatas kepada simbol adarma atau raksasa. Selain wujud raksasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di dunia, [[swarga]], dan [[naraka]], seperti: [[makhluk mitologis|hewan mitologis]] ([[naga (mitologi India)|naga]], [[garuda]], [[makara]]), makhluk gaib ([[detya]], [[wanara]], [[bidadari]]), tokoh [[wayang]] dan [[sastra Jawa Kuno]] (tokoh ''[[Ramayana]]'', ''[[Mahabharata]]'', ''[[Calon Arang]]'') bahkan [[dewa-dewi Hindu]].<ref>{{citation| title=Mudra: Jurnal Seni Budaya| year=2019| volume=34| chapter=Ogoh-Ogoh Dan Implementasinya Pada Kreativitas Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi| url=https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/632| place=Denpasar| publisher=Institut Seni Indonesia| author1=Made Aditya Abhi Ganika| author2=I Wayan Suardana}}</ref>
Pada dekade 1990-an dan 2000-an banyak ogoh-ogoh yang terinspirasi dari tokoh masyarakat dan pesohor, serta isu-isu populer pada masa tersebut. Meskipun demikian, pemerintah daerah dan adat Bali umumnya melarang pembuatan atau pengarakan ogoh-ogoh yang dianggap mengandung unsur [[SARA]] atau politik.<ref name="anas">{{citation| url=https://news.detik.com/berita/d-2191848/ogoh-ogoh-mirip-anas-di-denpasar-batal-diarak| title=Ogoh-ogoh Mirip 'Anas' di Denpasar Batal Diarak| publisher=detiknews| date=11 Maret 2013| author=Tim Redaksi}}</ref> Kini bentuk ogoh-ogoh dengan referensi dari budaya populer kurang diminati. Bentuk yang lebih tradisional—seperti makhluk dalam mitologi Hindu atau cerita rakyat Bali—lebih disarankan dan dihimbau oleh lembaga adat dan keagamaan yang [[:wikt:konservatif|konservatif]].<ref name="hanna"/>
▲== Pembuatan ==
▲[[File:Pembuatan Ogoh Ogoh di Banjar Tainsiat.jpg|thumb|Pembuatan ogoh-ogoh di Banjar Tainsiat, Denpasar, 2019.]]
▲Pada umumnya, ogoh-ogoh dibuat dengan bahan dasar [[bambu]] atau [[rotan]] yang dijalin membentuk kerangka sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Di Bali, banyak ogoh-ogoh yang dibentuk pada suatu rangkaian besi yang berfungsi sebagai "[[rangka manusia|tulang]]" yang menopang dan memperkuat konstruksi ogoh-ogoh.<ref name="bahan">{{citation| url=https://bali.idntimes.com/opinion/social/ari-budiadnyana/opini-perbedaan-membuat-ogoh-ogoh-dari-bambu-vs-styrofoam-c1c2| title=Perbedaan Membuat Ogoh-ogoh dari Bambu Vs Styrofoam |publisher =Idntimes.com | date=31 Januari 2023| author=Ari Budiadnyana |editor=Irma Yudistirani}}</ref> Kemudian bentuk dari jalinan bambu atau rotan tersebut dilapisi dengan kertas dalam beberapa tahap sampai mencapai ketebalan atau tekstur yang diharapkan. Proses berikutnya ialah pelapisan dengan bahan bertentu, lalu pewarnaan dengan cat. Beberapa ogoh-ogoh dibuat dengan menambahkan bulu-bulu, serat, atau bahan lainnnya sesuai kreativitas. Kain, perhiasan, dan aksesoris merupakan pelengkap yang dipasang belakangan. Lamanya proses pengerjaan suatu ogoh-ogoh berkisar antara 1 minggu hingga 1 bulan,<ref>{{citation| author=Nurhadi Wicaksono | publisher=detikJatim| date=20 Maret 2023| title=Menilik Pembuatan Patung Ogoh-ogoh Jelang Nyepi di Lumajang| url=https://www.detik.com/jatim/berita/d-6629154/menilik-pembuatan-patung-ogoh-ogoh-jelang-nyepi-di-lumajang}}</ref> bahkan ada yang mencapai 5 bulan.<ref>{{citation|title=Ogoh-ogoh: An Indonesian Creative Local Wisdom Inspired by Hindu Philosophy as Ethno-physics| url=http://ojs.uhnsugriwa.ac.id/index.php/IJHSRS/article/view/315/570 |author1=Hanandita Veda Saphira |author2=Nadi Suprapto |author3=Setyo Admoko| year=2022| publisher=Faculty of Mathematics and Natural Science, Universitas Negeri Surabaya| place=Surabaya}}</ref>
▲Ada pula ogoh-ogoh yang berbahan dasar [[stirofoam]] atau gabus, suatu produk busa [[sintesis kimia|sintetis]] dari [[polistirena]]. Pembuatan ogoh-ogoh berbahan stirofoam marak di [[Denpasar]] sejak 2011, karena bahan tersebut mudah dibentuk.<ref name="gabus"/> Namun ogoh-ogoh harus dibakar, dan asap yang ditimbulkan dari pembakaran stirofoam lebih berbahaya untuk dihirup dibandingkan dengan bahan yang lebih alami.<ref name="bahan"/><ref>{{citation| title=STT di Denpasar Buat Ogoh-ogoh Ramah Lingkungan dari Kulit Nangka| author=Ni Made Lastri Karsiani Putri |publisher=detikBali |date=12 Februari 2023 |url= https://www.detik.com/bali/berita/d-6565070/stt-di-denpasar-buat-ogoh-ogoh-ramah-lingkungan-dari-kulit-nangka}}</ref> Sejak 2015, pemerintah daerah Bali meregulasi larangan pembuatan ogoh-ogoh berbahan stirofoam.<ref name="gabus">{{citation|url=http://dasarbali.com/2015/03/20/1268/| title=Ogoh-ogoh Gabus Dilarang, Bagaimana dengan Iringan Musik Keras?| author=R3mB1t@17M1nOn |date=20 Maret 2015 |publisher=Dasar Bali}}</ref><ref name="larang">{{citation| url=https://www.nusabali.com/berita/135327/gabus-dilarang-untuk-ogoh-ogoh-penjual-sisitan-bambu-ketiban-rezeki |title=Gabus 'Dilarang' untuk Ogoh-ogoh, Penjual Sisitan Bambu Ketiban Rezeki| publisher=Nusa Bali| author=Tim Redaksi| date=09 Februari 2023}}</ref> Usai [[pandemi Covid-19]], pemanfaatan bahan organik sebagai bahan dasar ogoh-ogoh—misalnya daun dan kulit pohon—menjadi tren di sebagian besar ''seka teruna-teruni'' atau komunitas pemuda Bali.<ref>{{citation| url=https://balitribune.co.id/content/ogoh-ogoh-mulai-manfaatkan-bahan-organik| title=Ogoh-ogoh Mulai Manfaatkan Bahan Organik| date=16 Maret 2023| author=Tim Redaksi| publisher=Bali Tribune}}</ref>
== Prosesi ==
|