Ogoh-ogoh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 6:
Di luar [[Bali]], tradisi ogoh-ogoh juga dilaksanakan di daerah-daerah dengan jumlah umat Hindu yang signifikan (terutama yang merayakan [[Nyepi]]), seperti [[Jawa Timur]] dan [[Nusa Tenggara Barat]]. Di daerah-daerah tersebut, pawai ogoh-ogoh dimaknai sebagai bentuk kerukunan antarumat beragama, dan partisipasi tidak terbatas kepada umat Hindu saja.<ref>{{citation| title=Tradisi Upacara Ogoh-ogoh| author=Mohammad Syamsudin Alfattah| publisher=Departemen Antropologi Fisip – Universitas Airlangga |place=Surabaya| url=https://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-aun2299ea3239full.pdf| year=2017}}</ref><ref>{{citation| url=https://jayapanguspress.penerbit.org/index.php/kamaya/article/view/512 |author= I Gusti Komang Kembarawan| publisher=Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja |place=Mataram |year=2020 | title=Construction Of Social Solidarity Between Hindus And Muslims At Ogoh-Ogoh Parade In Tanjung, North Lombok}}</ref><ref>{{citation| url=https://jurnalharmoni.kemenag.go.id/index.php/harmoni/article/view/319 |chapter=Pawai Ogoh-Ogoh dan Nyepi di Pulau Seribu Masjid: Penguatan Identitas Agama di Ruang Publik| author=Erni Budiwanti |title=Harmoni |year=2018 |publisher=Kementerian Agama RI| volume=17}}</ref>
 
== SejarahEtimologi ==
[[File:Festival Ogoh Ogoh Bali.webm|jmpl|Video Ogoh-ogoh di Kuta Bali, 2018.]]
Secara [[etimologi]], "Ogoh-ogoh" berasal dari [[bahasa Bali]], yaitu kata ''ogah'' yang artinya "goyang"; ''ngogah'' artinya "menggoyang".<ref name="gunawan">{{citation| url=https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/prabangkara/article/view/132 |volume=19 |number=23| year=2016 |title=Prabangkara| title=Seni Ogoh - ogoh (Konteks, Teks Dan Efek)| author=I Wayan Gunawan | publisher=Institut Seni Indonesia| place=Denpasar}}</ref> [[Reduplikasi]] ''ogah-ogah'', artinya "digoyang-goyangkan".<ref name="buleleng">{{citation| url=https://prokomsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-ogoh-ogoh-dan-fungsinya-97| title=Pengertian Ogoh-Ogoh Dan Fungsinya| publisher=Pemkab Buleleng| author=Admin Prokomsetda| date=27 Februari 2018}}</ref> Hal tersebut berkaitan dengan cara pengarakannya., Tidakyaitu adadigoyang-goyangkan kepastianagar tentangterlihat kapanseolah-olah tradisibergerak pengarakandan ogoh-ogohmenari. dilakukanIni untukmerupakan pertamakata kali.Bali Tradisiyang ogoh-ogohrelatif sepertibaru yangdan dikenaltidak sekarangditemukan inidefinisinya tergolongdalam budayakamus bahasa Bali yang relatifdisusun baru,sebelum 1980.<ref name="sejarah">{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Mediums_and_Magical_Things/kqgmEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0| title=MediumsSejarah andOgoh-ogoh Magical(1) Things:di Statues,Pagan PaintingsKelod, andTanpa Masks inTattwa, Asianhanya PlacesPerlawanan| author=Chairul Laurel KendallAmri Simabur|year date=202123 Maret 2020 |isbnurl=9780520298668https://baliexpress.jawapos.com/balinese/671151004/sejarah-ogohogoh-1-di-pagan-kelod-tanpa-tattwa-hanya-perlawanan| publisher=UniversityBali of California PressExpress}}</ref> danPada tidakkamus berasalbahasa dari zaman [[kerajaan Bali|Bali Kuno]].<refterbitan name="hanna"/>tahun Beberapa akademisi memperkirakan bahwa tradisi ini berkembang pada [[dekade]] [[1980-an]]1991,<ref name="hanna"/><refkata name="suwantana"/> meskipun sebelumnya sudah ada tetapi belum terlalu dikenal.<ref name="tempo"/> Ada [[hipotesis]] bahwa pengarakan ogoh-ogoh" terinspirasiada daridan ''lelakut''didefinisikan ([[orang-orangansebagai sawah]])patung yang berfungsi sebagai pengusir burung dan hama lainnya didibuat sawah.dari Hipotesisbambu lainnyaatau menyatakan bahwa ogoh-ogoh berasal dari tradisi ''ngelawang''kertas, yaituberbentuk menolakbuta balakala denganatau cara membawa [[barong (mitologi)|barong]] berkeliling desaraksasa.<ref name="suwantanagunawan"/>
 
== Sejarah ==
=== Asal-usul ===
Tradisi ogoh-ogoh diyakini sebagai kebudayaan baru tetapi berakar dari tradisi kuno. Tradisi pembuatan patung raksasa untuk diarak beramai-ramai sudah ada sebelum tradisi ogoh-ogoh yang dikenal sekarang ini. Namun pengarakannya tidak untuk pawai ''[[nyepi#Aktivitas|Pengrupukan]]'' (sehari sebelum [[Nyepi]]), melainkan upacara [[kremasi]] besar yang diselenggarakan oleh keluarga bangsawan [[puri di Bali|puri]], atau saat kremasi pendeta Hindu.<ref name="sudita"/> Tradisi [[Barong Landung]]—boneka raksasa yang diarak seperti [[Ondel-ondel]]—memiliki kemiripan dengan tradisi ogoh-ogoh.<ref name="widnyani">{{citation| author=Nyoman Widnyani |year=2012 |title=Ogoh-Ogoh: Fungsi dan Perannya di Masyarakat dalam Mewujudkan Generasi Emas Umat Hindu |place=Surabaya |publisher=Paramita}}</ref>
 
Tidak ada kepastian tentang kapan tradisi pengarakan ogoh-ogoh—untuk menyambut Hari Nyepi—dilakukan untuk pertama kali. Tradisi ogoh-ogoh seperti yang dikenal sekarang ini tergolong budaya yang relatif baru,<ref>{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Mediums_and_Magical_Things/kqgmEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0| title=Mediums and Magical Things: Statues, Paintings, and Masks in Asian Places| author= Laurel Kendall |year=2021 |isbn=9780520298668| publisher=University of California Press}}</ref> dan tidak berasal dari zaman [[kerajaan Bali|Bali Kuno]].<ref name="hanna"/> Beberapa jurnalis dan akademisi memperkirakan bahwa tradisi ini berkembang pada [[dekade]] [[1980-an]], meskipun sebelumnya sudah ada tetapi belum terlalu dikenal.<ref name="sejarah"/><ref name="tempo"/> Ada [[hipotesis]] bahwa pengarakan ogoh-ogoh terinspirasi dari ''lelakut'' ([[orang-orangan sawah]]) yang berfungsi sebagai pengusir burung dan hama lainnya di sawah.<ref name="sejarah"/> Hipotesis lainnya menyatakan bahwa ogoh-ogoh berasal dari tradisi ''ngelawang'', yaitu menolak bala dengan cara membawa [[barong (mitologi)|barong]] berkeliling desa.<ref name="suwantana"/>
 
=== Perkembangan awal ===
Cikal bakal ogoh-ogoh berasal dari tradisi beberapa komunitas [[suku Bali|masyarakat Bali]] yang disebut "[[banjar (Bali)|banjar]]" dalam menyambut [[Nyepi]]. Wayan Candra, pemilik Sanggar Gases [[Sesetan, Denpasar Selatan, Denpasar|Sesetan]] memperkirakan bahwa ogoh-ogoh sudah muncul sekitar tahun [[1950-an]], tetapi baru dikenal secara luas pada tahun [[1960-an]].<ref name="tempo">{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Beragam_Makna_Ogoh_Ogoh_dalam_Tradisi_Ny/OmpREAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0| title=Beragam Makna Ogoh-Ogoh dalam Tradisi Nyepi| author=Pusat Data Dan Analisa Tempo| isbn=9786233391085| publisher=Tempo Publishing| year=2020}}</ref> Pada tahun 1970-an di [[Denpasar]], beberapa banjar mengarak sebuah benda mirip ''lelakut'' (orang-orangan sawah) yang menjadi cikal bakal ogoh-ogoh.<ref name="sejarah"/> Jurnalis I Nyoman Suarna menyatakan bahwa perkembangan ogoh-ogoh di Denpasar diinisiasi oleh kaum pemuda. Namun perjalanannya tidak selamanya berjalan mulus karena pada awalnya banyak mendapat tentangan dari generasi tua. Meskipun demikian, kaum pemuda tetap bersikeras mengarak ogoh-ogoh lalu mendapat perhatian masyarakat luas. Tahun-tahun berikutnya, ogoh-ogoh bermunculan di sejumlah banjar.<ref name="sejarah"/>
 
Wayan Candra, pemilik Sanggar Gases [[Sesetan, Denpasar Selatan, Denpasar|Sesetan]] memperkirakan bahwa ogoh-ogoh sudah muncul sekitar tahun [[1950-an]], tetapi baru dikenal secara luas pada tahun [[1960-an]].<ref name="tempo">{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Beragam_Makna_Ogoh_Ogoh_dalam_Tradisi_Ny/OmpREAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0| title=Beragam Makna Ogoh-Ogoh dalam Tradisi Nyepi| author=Pusat Data Dan Analisa Tempo| isbn=9786233391085| publisher=Tempo Publishing| year=2020}}</ref> Semenjak Presiden [[Soeharto]] menetapkan [[Nyepi]] sebagai [[hari libur di Indonesia|hari libur nasional]] (Keputusan Presiden No. 3 tahun 1983),<ref>{{citation|url= https://peraturan.bpk.go.id/Details/65482/keppres-no-3-tahun-1983| title=Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 3 Tahun 1983. Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 251 Tahun 1967 Tentang Hari-Hari Libur Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1971 |date=19 Januari 1983}}</ref> masyarakatGubernur Bali menyambut[[Ida Bagus Mantra]] mengimbau masyarakat untuk memeriahkan penyambutan Nyepi dengan lebih meriahmembuat dan mengarak ogoh-ogoh pada dekadesaat ritual ''[[Nyepi#Aktivitas|Pengrupukan]]''.<ref name="sudita">{{citation| title=Buku Panduan Ogoh-ogoh| place=Denpasar| author=I Ketut Sudita, dkk.| year=2011| publisher=Dinas Kebudayaan Kota Denpasar}}</ref> Pada dasawarsa 1980-an, tradisi pengarakan ogoh-ogoh semakin berkembang di sejumlah tempat di Bali. Hal itu mendapat perhatian pemerintah dengan diselenggarakannya lomba ogoh-ogoh tingkat kecamatan.<ref name="bulelengsejarah"/> Ogoh-ogoh benar-benar "membumi" di Bali atau berkembang secara merata semenjak dilombakan pada [[Pesta Kesenian Bali]] tahun 1990.<ref name="tempo"/>
 
=== Dasawarsa 1990 dan 2000 ===
Dalam perkembangannya—terutama pada dekadedasawarsa [[1990-an]] dan [[2000-an]]<ref name="hanna">{{citation| title=Brief History Of Bali: Piracy, Slavery, Opium and Guns: The Story of a Pacific Paradise| author=Willard A. Hanna |year=2016 |publisher=Tuttle Publishing| isbn=9781462918751| url=https://www.google.co.id/books/edition/Brief_History_Of_Bali/Uv9ODQAAQBAJ?hl=id&gbpv=0}}</ref>—banyak bentuk ogoh-ogoh yang mencari referensi kepada [[budaya populer|budaya]] dan isu populer pada masa tersebut, atau dibuat menyerupai tokoh masyarakat, seperti [[selebritas]], [[politikus]], bahkan [[narapidana]].<ref>{{citation| author=Tim Redaksi| url=https://news.detik.com/berita/d-1861997/ogoh-ogoh-mirip-angie-nazaruddin-ramaikan-nyepi-di-bali|title=Ogoh-ogoh Mirip Angie-Nazaruddin Ramaikan Nyepi di Bali | publisher=detikNews| date=08 Maret 2012}}</ref> Dalam perlombaan yang lebih konservatif, komunitas pembuat ogoh-ogoh secara tidak langsung diharuskan untuk menggali cerita Hindu dan Bali untuk diangkat sebagai inspirasi ogoh-ogoh. Namun kreativitas masyarakat Bali tidak lepas dari pantauan pemerintah dan lembaga adat. Mereka memantau ogoh-ogoh yang dibuat masyarakat, serta melarang ogoh-ogoh yang dinilai mengandung unsur [[SARA]] dan politik.<ref name="anas"/> Pada [[:wikt:tahun politik|tahun-tahun politik]] dekadedasawarsa 1990-an dan 2000-an, tradisi pengarakan ogoh-ogoh pernah dilarang oleh pemerintah daerah.<ref name="raditya79">{{citation| chapter=Bahasan Khusus Nyepi| page=16| url=https://www.google.co.id/books/edition/Raditya/tILXAAAAMAAJ?hl=id| author=Kontributor| title=Majalah Hindu Raditya |edition= 79 {{ndash}} 83| year=2004| publisher=Yayasan Manikgeni Dharma Sastra}}</ref><ref name="raditya20">{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Majalah_Hindu_raditya/xHzXAAAAMAAJ?hl=id| title=Majalah Hindu raditya |edition=20 {{ndash}} 29| publisher=Yayasan Manikgeni Dharma Sastra| author=Kontributor| year=1999}}</ref> Meskipun demikian, beberapa komunitas masyarakat tetap membuatnya tetapi tidak seramai tahun-tahun yang lain, atas pertimbangan bahwa ogoh-ogoh merupakan tradisi dan kreativitas yang tersalurkan.<ref name="raditya79"/><ref name="raditya20"/><ref>{{citation| url=https://www.google.co.id/books/edition/Galungan_Naramangsa/Jo7XAAAAMAAJ?hl=id| title=Galungan Naramangsa| isbn=9789797221683| place=Surabaya| publisher=Paramitha| year=2005| author=I Wayan Watra}}</ref>
 
===Dasawarsa 2010===
Awal dekadedasawarsa [[2010-an]], ogoh-ogoh yang semula dibuat dari jalinan [[bambu]] atau [[rotan]], akhirnya mulai banyak yang dibuat dari [[stirofoam]] dengan alasan kemudahan. Atas pertimbangan kesehatan, sejak 2015 pemerintah daerah Bali "melarang" pemanfaatan stirofoam pada proses pembuatan ogoh-ogoh,<ref name="larang"/> dan banyak perlombaan ogoh-ogoh yang melarang pemakaiannya.<ref name="disbud"/> Musik dengan pengeras suara atau ''sound system'' juga mulai dilarang untuk mengiringi pawai ogoh-ogoh, karena dinilai tidak menampilkan kebudayaan Bali.<ref name="gamelan">{{citation| url=https://www.denpasarkota.go.id/berita/denpasar-tetap-konsisten-larang-soundsystem-saat-ngarak-ogoh-ogoh| title=Denpasar Tetap Konsisten Larang Soundsystem Saat Ngarak Ogoh-ogoh| publisher=Situs Kota Denpasar| author=Admin Pemkot Denpasar| date=04 Februari 2019}}</ref> Pemerintah dan lembaga adat menganjurkan agar pawai ogoh-ogoh tetap menggunakan [[gamelan]] [[baleganjur]], yang juga biasa dipakai mengiringi [[:wikt:arak-arakan|arak-arakan]] kegiatan adat di Bali. Selan itu, gamelan dinilai lebih menampilkan budaya Bali, serta meningkatkan ''[[:wikt:taksu|taksu]]'' atau karisma ogoh-ogoh yang diarak.<ref name="gamelan"/> Saat memasuki [[Pemilihan umum Indonesia 2019|tahun politik 2019]], pemerintah tidak melarang pembuatan ogoh-ogoh, tetapi meregulasi agar tidak ada pembuatan ogoh-ogoh yang dinilai mengandung unsur politik. Lomba ogoh-ogoh pun tetap diadakan pada tahun tersebut.<ref>{{citation|date=Kamis, 10 Januari 2019|author=Putu Supartika | editor= Irma Budiarti|publisher=Tribun-Bali.com |title=Larangan Pembuatan Ogoh-ogoh Bermuatan Politik di Denpasar| url= https://bali.tribunnews.com/2019/01/10/larangan-pembuatan-ogoh-ogoh-bermuatan-politik-di-denpasar?page=all}}</ref>
 
===Dasawarsa 2020===
Memasuki dekadedasawarsa [[2020-an]], [[pandemi Covid-19]] melanda seluruh dunia, termasuk [[Bali]]. Pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan larangan berkerumun atau mengadakan keramaian, dan menetapkan [[Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Indonesia|pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat]] pada [[Februari 2020]]. Hal ini juga berdampak kepada tradisi pawai ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh yang telanjur dibuat pada awal 2020 (sebelum pembatasan kegiatan masyarakat) akhirnya batal diarak, meskipun ritual menyambut Nyepi tetap dilaksanakan dengan pembatasan yang ketat.<ref name="ritual">{{citation| url=https://www.balipost.com/news/2020/03/21/111171/Umat-Hindu-Harus-Paham-Bedakan...html| title=Umat Hindu Harus Paham Bedakan Tradisi dan Ritual| date=21 Maret 2020| publisher=Bali Post| author=Winatha}}</ref> Pada tahun 2021, saat pandemi Covid-19 belum berakhir, [[Parisada Hindu Dharma Indonesia]], Majelis Desa Adat, dan pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan surat edaran untuk meniadakan pawai ogoh-ogoh pada tahun tersebut.<ref>{{citation| url=https://www.antaranews.com/berita/1956472/phdi-bali-dan-mda-keluarkan-edaran-tiadakan-pengarakan-ogoh-ogoh| title= PHDI Bali dan MDA Keluarkan Edaran Tiadakan Pengarakan Ogoh-ogoh |date=19 Januari 2021| author=Ni Luh Rhismawati | editor=Triono Subagyo |publisher=Antara News}}</ref> Tahun 2022, pemerintah provinsi Bali juga mengeluarkan larangan yang sama.<ref>{{citation| title=Gubernur Koster Larang Pawai Ogoh-ogoh saat Perayaan Nyepi di Bali| publisher=CNN Indonesia| date=08 Februari 2022| url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220208170010-20-756606/gubernur-koster-larang-pawai-ogoh-ogoh-saat-perayaan-nyepi-di-bali |author=Kadafi}}</ref> Pawai ogoh-ogoh kembali diadakan pada tahun 2023, ditandai dengan pengumuman lomba ogoh-ogoh yang diedarkan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.<ref name="disbud">{{citation| title=Disbud Bali Gelar Lomba Ogoh-ogoh 2023, Dilarang Pakai Plastik dan Styrofoam| date=22 Desember 2022| author=Ni Luh Putu Wahyuni Sari | editor= Putu Dewi Adi Damayanthi| publisher=Tribun-Bali.com |url= https://bali.tribunnews.com/2022/12/22/disbud-bali-gelar-lomba-ogoh-ogoh-2023-dilarang-pakai-plastik-dan-styrofoam}}</ref>
 
Pada masa kini, ogoh-ogoh tidak hanya diarak sehari sebelum Nyepi, tetapi ada yang dilombakan dan diarak pada festival penyambutan Hari Raya Nyepi.<ref>{{citation| url=https://www.antaranews.com/berita/3991185/12-ogoh-ogoh-terbaik-di-denpasar-tampil-dalam-parade-kasanga-festival| title=12 Ogoh-ogoh terbaik di Denpasar tampil dalam parade Kasanga Festival| date=1 Maret 2024| publisher=Antara News| author=Ni Luh Rhismawati| editor=Indra Gultom}}</ref> Terdapat pula [[Museum Ogoh-ogoh]] di [[Mengwi, Badung|Mengwi]], [[Bali]] yang menyimpan sejumlah ogoh-ogoh dan dikelola oleh pihak swasta.<ref>{{citation|url=https://www.detik.com/bali/berita/d-6815344/kisah-mantan-pelukis-bikin-museum-ogoh-ogoh-pakai-dana-pribadi |title=Kisah Mantan Pelukis Bikin Museum Ogoh-ogoh Pakai Dana Pribadi| author=Agus Eka |publisher=detikBali |date=11 Juli 2023}}</ref>
Baris 38 ⟶ 50:
Seiring dengan perkembangan zaman dan kreativitas masyarakat, ogoh-ogoh tidak terbatas kepada simbol adarma atau raksasa. Selain wujud raksasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di dunia, [[swarga]], dan [[naraka]], seperti: [[makhluk mitologis|hewan mitologis]] ([[naga (mitologi India)|naga]], [[garuda]], [[makara]]), makhluk gaib ([[detya]], [[wanara]], [[bidadari]]), tokoh [[wayang]] dan [[sastra Jawa Kuno]] (tokoh ''[[Ramayana]]'', ''[[Mahabharata]]'', ''[[Calon Arang]]'') bahkan [[dewa-dewi Hindu]].<ref>{{citation| title=Mudra: Jurnal Seni Budaya| year=2019| volume=34| chapter=Ogoh-Ogoh Dan Implementasinya Pada Kreativitas Berkarya Seni Rupa Tiga Dimensi| url=https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/632| place=Denpasar| publisher=Institut Seni Indonesia| author1=Made Aditya Abhi Ganika| author2=I Wayan Suardana}}</ref>
 
Pada dekadedasawarsa 1990-an dan 2000-an banyak ogoh-ogoh yang terinspirasi dari tokoh masyarakat dan pesohor, serta isu-isu populer pada masa tersebut. Meskipun demikian, pemerintah daerah dan adat Bali umumnya melarang pembuatan atau pengarakan ogoh-ogoh yang dianggap mengandung unsur [[SARA]] atau politik.<ref name="anas">{{citation| url=https://news.detik.com/berita/d-2191848/ogoh-ogoh-mirip-anas-di-denpasar-batal-diarak| title=Ogoh-ogoh Mirip 'Anas' di Denpasar Batal Diarak| publisher=detiknews| date=11 Maret 2013| author=Tim Redaksi}}</ref> Kini bentuk ogoh-ogoh dengan referensi dari budaya populer kurang diminati. Bentuk yang lebih tradisional—seperti makhluk dalam mitologi Hindu atau cerita rakyat Bali—lebih disarankan dan dihimbau oleh lembaga adat dan keagamaan yang [[:wikt:konservatif|konservatif]].<ref name="hanna"/>
 
== Prosesi ==