Sejarah Kota Samarinda: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Pekerti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Pekerti (bicara | kontrib)
Baris 44:
Penetapan tanggal 21 Januari 1668 ini kemudian mendapat legitimasi politis pada saat kepemimpinan Wali kota Samarinda Drs. H. [[Abdul Waris Husain]] dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor 1 tahun 1988 pasal 1 yang berbunyi: "Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya'ban 1078 Hijriyah".<ref name="MKSKS 168" /> Namun, penelitian yang dipublikasikan di ''Yupa: Historical Studies Journal'' menemukan hasil bahwa narasi resmi Hari Jadi Kota Samarinda yang berlandaskan kedatangan rombongan Bugis Wajo di Samarinda Seberang pada 21 Januari 1668, ternyata tidak valid. Kisah La Mohang Daeng Mangkona sebagai pemimpin para perantau Bugis Wajo ke Samarinda tidak berdasarkan sumber sejarah yang valid. Penelitian merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Samarinda agar merevisi dan merekonstruksi ulang sejarah Hari Jadi Kota Samarinda sesuai dengan metode historiografi.<ref>Sarip (2021), ''Kontroversi Sejarah''</ref>
 
Sejumlah kronologi perkembangan Samarinda sejak masa permukiman kuno hingga menjadi kota modern menunjukkan bahwa kedatangan orang-orang dari pulau seberang bukanlah titik awal kehidupan Samarinda. Yang sebenarnya, peradaban di Samarinda didirikan secara kolektif oleh penduduk Kutai dan Banjar sejak relasi antara Kerajaan Kutai Kertanegara dan Kerajaan Banjar.<ref>Sarip name=":0"(2021), ''Kontroversi Sejarah''</ref>
 
Versi ke-2 menurut berita lisan atau cerita rakyat, rombongan Bugis Wajo merantau ke Samarinda pada masa pemerintahan Raja Kutai [[Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura|Aji Pangeran Dipati Anom Panji Mendapa ing Martadipura]] (1730–1732). Latar belakang hijrahnya La Mohang Daeng Mangkona ke Samarinda Seberang disebabkan kepadatan pemukiman para pendatang Bugis Wajo di Muara [[Sungai Kendilo]], daerah Paser. Sebelumnya, mereka migrasi dari Wajo di bawah pimpinan [[La Madukelleng|La Maddukkelleng]] karena negeri kelahirannya dikuasai oleh [[Kerajaan Bone]] akibat serangan Bone setelah kasus penikaman seorang bangsawan Bone oleh La Maddukkelleng pada sebuah acara pesta sabung ayam.<ref name="MKSKS 168">Tim Penyusun (2004), p. 33</ref>