Salem, Brebes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tjmoel (bicara | kontrib)
k ←Suntingan 202.77.104.162 (bicara) dikembalikan ke versi terakhir oleh 219.83.74.15
Baris 66:
 
Agama yang dianut oleh penduduk kecamatan Salem adalah Islam. Jika ada penduduk yang beragama selain Islam, itu adalah pendatang dari luar kecamatan. Mereka datang ke Salem, biasanya karena melaksanakan tugas kantor, entah itu [[guru]], aparat keamanan, petugas kesehatan, petugas BRI atau aparat Pemda lainnya.
 
MAKALAH
 
AKULTURASI HINDU-ISLAM DI DESA BENTAR
 
KECAMATAN SALEM KABUPATEN BREBES
 
 
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Abad Ke-18
 
Dosen Pengampu: M. Nur Rochman, M.Pd.
 
 
Disusun Oleh:
 
Kuswono (06406244028)
 
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
 
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
 
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
 
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
 
 
 
 
 
BAB I
 
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
 
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, memiliki banyak Suku, Ras, budaya serta kepercayaan. Hal-hal tersebut saling mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat seperti halnya sifat tradisi Indonesia penuh diliputi oleh mitos dan upacara yang mempengaruhi dalam ajaran agama yang dipeluk oleh masyarakat. Pendapat tersebut dikemukakan oleh John yang berarti bahwa tradisi ini masih kuat dipegang oleh masyarakat bahkan sulit untuk ditinggalkan. Agama yang ada atau pun agama yang pernah eksis dalam kehidupan masyarakat akan mempengaruhi watak dan pribadi masyarakat. Seperti halnya masyarakat Jawa yang masih terdapat unsur-unsur agama Hindu, Budha, dan Islam, Animisme dan Dinamisme yang menyatu dalam sebuah kepercayaan orang Jawa..[1]
 
Geert adalah sarjana pertama yang memperkenalkan istilah Santri dan Abangan. Menurut Geert dalam masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam dapat dilasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu kelompok Santri, Priayi dan Abangan[2]. Terjadi hal tersebut karena masyarakat Jawa sangat menghargai dan menjunjung nilai, norma, etika dan budaya yang telah dipegang sejak lama. Kelompok tersebut masih eksis sampai sekarang terutama didaerah yang masih belum begitu tersentuh dengan gaya kehidupan modern.
 
Seperti halnya masyarakat di Desa Bentar Kecamatan Salem Kabupaten Brebes yang letaknya masih relatif jauh dengan kehidupan kota, sehingga dalam kehidupan masyarakat masih kental dalam suasana budaya asli yang masih belum tersentuh dengan kebudayaan luar. Di bentar masih terdapat kebudayaan yang bersifat religi yang sepertinya terdapat dua unsur agama yang mempengaruhi kebudayaan itu. Kedua unsur yang mempengaruhi hal itu adalah unsur Hindu dan Islam. Apabila kita melihat sejarah maka bisa jadi kebudayaan ini merupakan media para wali ataupun ulama terdahulu untuk menyebarkan agama islam. Namun kebudayaan terseburt masih terjaga keeksis tensianya di Desa Bentar. Selain dari itu, mayoritas masyarakat Desa Bentar adalah petani. Biasanya kaum petani mempunyai kepercayaan mistis yang kuat. Sehingga dalam kehidupanya banyak yang dianggap unik dan menarik untuk di teliti lebih jauh.
 
B. Rumusan Masalah
 
Dari rumusan latar belakang di atas, maka terdapat pertanyaan yang dijadikan sebagai rumusan masalah. Yaitu :
 
1. Bagaimana Gambaran Umum Desa Bentar?
2. Bagaimana Kehidupan Beragama Pada Masyarakat Desa Bentar?
3. Seperti Apa Bentuk Sinkretisme Hindu-Islam Yang Terdapat Di Desa Bentar?
 
 
 
 
BAB II
 
PEMBAHASAN
 
A. Gambaran Umum Desa Bentar
 
Desa Bentar merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Desa Bentar terletak di bagian utara Kecamatan Salem , Desa Bentar disebelah utara berbatasan dengan Pegunungan Barisan, sebelah timur berbatasan dengan Desa Bentarsari, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Salem, dan bagian barat berbatasan dengan Desa Pabuaran, Desa Tegal Gede dan Desa Tembong Raja.
 
Kecamatan Salem termasuk kedalam Kabupaten Brebes. Kecamatan Salem berada di daerah Brebes bagian selatan, di utara kecamatan Salem berbatasan dengan kecamatan Banjarharjo, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan yang dibatasi dengan pegunungan yang disebut Gunung Tilu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Cilacap tepatnya berbatasan dengan Kecamatan Majenang. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Bantarkawung.
 
Pada masa lampau, daerah Salem termasuk dalam wilayah Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pajajaran. Ada sementara cerita lisan yang mengatakan bahwa penduduk Salem ada keterkaitan dengan Kejadian Perang Bubat jaman Majapahit.[3]
 
Kecamatan Salem merupakan daerah pegunungan (400-900 mdpl), dimana Salem sendiri berada di lembah yang dikelilingi hutan dan deretan pegunungan di sekitarnya, berhawa sejuk (16-22° C) dan memiliki panorama yang indah. Lanskape kecamatan Salem mirip mangkok bakso. di kiri kanan adalah daerah pegunungan- pebukitan yang cukup tinggi.
 
Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah petani padi dan berladang, pedagang, pengrajin anyaman, dll. Namun apabila sedang musim tidak menggarap tanah pertanian maka penduduk biasanya merantau ke kota besar untuk mencari mafkah. Gotong royong dalam kehidupan masyarakat masih tertanam kukuh dan merupakan suatu hal yang sangat di pentingkan. Yang masih melekat kuat adalah gotong royong dalam membuat rumah. Penduduk saling membantu baik berupa tenaga, pikiran dan materi untuk kesuksesan pembangunan rumah.
 
Kawasan Brebes Selatan termasuk kecamatan salem merupakan daerah perbukitan dan pegunungan, sehingga berpotensi untuk aktifitas ekonomi berupa perkebunan, pertanian dan kehutanan. Dalam konteks hidrologis, kawasan ini adalah daerah resapan air yang sangat penting bagi penyediaan air baku dan air tanah baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan pertanian, perikanan dan peternakan.
 
Salem dapat diakses dengan jalan darat melalui tiga jalur utama yaitu: dari BumiayuGunung Lio utara (sekitar 30 km). Akses menuju Salem dari jalur manapun harus melalui jalan yang terjal dan sempit dengan kualitas aspal yang asal ada (kualitas rendah). Akhir-akhir ini tampaknya cukup bagus dengan aspal kualitas hotmik untuk jalur Sindangheula (utara) dan jalur Majenang (selatan) serta jalur Bumiayu (2006). Untuk dilalui kendaraan roda empat cuma ketiga jalur tersebut. Akan tetapi harus ekstra hati-hati karena terjal, terutama dari arah Sindangheula (utara). Ada satu lagi jalur alternatif, yaitu jalur barat Kuningan melalui desa Capar - Ciwaru, tetapi harus jalan kaki.[4] (timur) sekitar 40 km, dari Majenang (selatan) sekitar 20 km, atau dari Banjarharja melalui desa Sindangheula dan mendaki
 
Budaya dan kesenian banyak memiliki kesamaan dengan kesenian yang berkembang di daerah Priangan Timur, seperti kiliningan, wayang golek, reog, calung, dsb. Demikian juga untuk kalangan santri terdapat kesenian terbang atau gembyung, dan seni tari rudat. Untuk budaya dan kesenian tertentu terpengaruh dari budaya & kesenian khas Cirebon seperti kesenian Tarlingan.
 
B. Kehidupan Keagamaan
 
Hampir seratus persen masyarakat di Desa Bentar beragama Islam. Namun dalam kehidupan beragama terdapat tiga tingkatan dalam pemelukan agama Islam. Yang pertama adalah kelompok yang benar-benar mengkaji Islam dan taat menjalankan ajarannya. Mereka sering disebut Santri. Yang kedua adalah orang yang taat menjalankan ajaran Islam namun nasih menjalankan ajaran-ajaran yang berbau Hindu. Mereka sering disebut sebagai Islam Kejewen atau Abangan. Yang ketiga adalah orang yang hanya mengaku beragama islam tapi tidak menjalankan ajarannya. Golongan ini disebut sebagai Islam KTP. Mereka lebih sering melakukan ritual upacara-upacara seperti halnya upacara yang dilakukan oleh orang Hindu.
 
Dari pernyataan diatas yang paling menarik adalah golongan kedua dan ketiga yaitu Abangan dan Islam KTP. Mereka beragama Islam namun masih berbau gaya kehidupan orang-orang Hindu. Hal ini terbukti dengan sering dilakukannya upacara-upacara atau sesaji atau selamatan pada waktu-waktu tertentu. Unsur-unsur tersebut masih terus dilakukan sampai sekarang. Bahkan dalam kehidupan bermasyarakat sepertinya masih terdapat pertentangan antara orang santri yang benar-benar menjalankan ajaran Islam murni dengan orang-orang abangan. Pertentangan terjadi karena terdapat hal yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang dilakukan oleh para Abangan tersebut.
 
Kehiduapan beragama yang kuat dan kebudayaan lama yang telah melekat pada masyarakat Bentar menjadikan keduanya saling mempengaruhi dalam kehidupan masyarakat. Tidak sedikit yang percaya terhadap mistis walaupun telah beragama Islam. Masyarakat percaya dengan adanya kekuatan-kekuatan gaib yang ada di sekeliling mereka.
 
Banyak dari penduduk yang masih pergi kemakam-makam yang dianggap keramat sebagai tanda kaul atau menyampaikan permohonan atau ijin sebelum melakukan suatu hal yang dianggap penting, seperti akan diadaknnya pesta, mendirikan rumah, dan melukakan usaha lainnya. Dalam kehidupannya dikenal tahap-tahap upacara dalam lingkaran hidupnya dari mulai kelahiran[5], menikah, memasuki rumah untuk menetap, sampai kepada upacara meninggalnya seseorang. Tidak mengherankan jika nilai-nilai keagamaan itu masih melekat dalam kehidupan masyarakat Desa Bentar. Kebudayaan di Desa Bentar terpengaruh oleh dua kebudayaan yait kebudayaan Jawa dan kebudayaan Sunda. Pengaruh ini disebabkan karena Desa Bentar merupakan daerah perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, sehingga tidak mengherankan terjadi banyak akulturasi antara kebudayaan jawa dengan Sunda. Bahasa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari adalah bahsa Sunda. Namun uniknya bahasa Sunda yang dipakai orang kecamatan Salem tidak begitu dimengerti oleh orang sunda asli (orang-orang parahyangan) tapi orang Salem Sendiri mengerti Bahasa Sunda Parahyangan. Orang Jawa Barat menganggap bahwa bahasa Sunda yang dipakai di Kecamatan Salem mirip dengan bahasa Sunda orang Baduy. Penulis juga pernah mendengar cerita dari seorang kokolot desa bahwa masyarakat Kecamatan Salem masih mempunyai kaitan dengan suku Baduy di Banten.
 
Walaupun hampir semua penduduk asli desa bentar beragama islam namun masih banyak terdapat unsure-unsur yang tidak bernafaskan islam. Masyarakatnya masih percaya dengan dongeng-dongeng yang bersifat turun temurun. Seperti halnya dongeng tentang dewi sri yang dikaitkan dengan tanaman padi. Menurut kepercayaan masyarakat bentar dewi sri merupakan dewi padi yang memberkati para petani. Dengan kepercayaan itu maka banyak dilakukan upacara (selamatan) yang dilakukan dari mulai pembukaan lahan pertanian, penggarapan, sampai pada pemanenan padi.
 
C. Akulturasi Hindu-Islam Di Bentar
 
1. Proses Sesaji pada Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha
 
Hampir sebagian besar masyarakat desa bentar melakukan sasajen (sasaji) ketika malam Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Mereka percaya bahwa sesaji atau selametan dapat menambah keberkahan (ngalap berkah), kesuskesan, rejeki, dan untuk keselamatan.[6] Kepercayaan itu sangat melekat kuat terutama bagi orang yang masih beranggapan kolot.
 
Dalam pelaksanaan sasajen pada waktu terdapat menu sesaji yang harus ada dalam sesaji tersebut yaitu :[7]
 
1. Nasi tumpeng, tumpeng adalah gunungan nasi yang berbentuk seperti kerucut. Diatas puncak tumpeng ada yang memakai telur ayam kampung dan ada yang tidak tergantung selamatannya. Apabila upacara atau selamatan tersebut tidak begitu disakaralkan biasanya tumpeng tidak memakai telur dan selamatannya pun dilakukan secara sederhana. Namun jika upacara tersebut dianggap sakral maka menu sesaji harus lengkap.
2. Bubur merah dan bubur putih
3. Sorabi merah dan sorabi putih
4. Ketupat, leupeut, dan tantang angin. Leupeut sama seperti ketupat namun terbuat dari beras ketan dan memakai santen atau kelapa yang diparut, dibungkus dengan daun kelapa dengan bentuk memanjang. Sedangkan tantang angin terbuat dari beras biasa dan bungkusnya memakai daun dibuat berbentuk segitiga.
5. Wedang kopi (kopi pahit dan kopi manis), teh manis dan pahit, air putih.
6. Pisang raja, pisang emas, serutu, rokok, gula batu.
7. Sirih, gambir, tembakau (bahan untuk nginang).
8. Bunga tujuh jenis. Bunga tersebut direndam dengan air biasanya pada air bunga tersebut diberi uang koin.
 
Setelah hal itu selesai di siapkan, maka ketika tepat waktu maghrib dimulailah ritual sesaji tersebut. Biasanya warga memanggil orang yang di anggap tua (orang pintar) untuk membacakan jampi-jampinya[8].
 
Dimulai dengan membakar kemenyan lalu membacakan jami-jami yang secara garis besar isi jampi-jampi tersebut adalah menyerahkan sesaji tersebut pada Wanga Tua ( nenek moyang keluarga yang bersangkutan). Setelah pembacaan jampi persebut setiap orang jangan dekat dengan sesaji tersebut. Menurut kepercayaan mereka, setelah sesaji dijampi-jampi maka para wanga tua akan berkumpul di sekitar sesaji tersebut.
 
Setelah keesokan harinya maka bunga yang tadi di rendam dengan air dibuang kejalan ketika matahari terbit.
 
2. Sedekah Bumi
 
Selain dari sesaji pada hari raya besar Islam, ada juga upacara yang dipersebahkan untuk bumi, masyarakat Bentar menamakannya Sedekah Bumi. Sedekah bumi dilaksanakan pada bulan sura sehingga sering disebut juga Sedekah Sura.
 
Dalam pelaksanaannya, biasanya masyarakat berkumpul di perempatan jalan atau tanah lapang dengan membawa hasil bumi dan masakan-masakan yang terbuat dari hasil bumi seperti sayuran dll. Terdapat pula sesaji seperti sesaji pada hari raya Islam. Namun perbedaannya dalam sedakah bumi terdapat tumpeng yang terbuat dari Nasi Kuning dan juga terdapat Bekakak/Ingkung ( ayam bakar tapi tidak dipotong-potong). Selain itu banyaknya hasil bumi. Selamatan tersebut di pimpin oleh dua tokoh ketua kampung (Kokolot) dan tokoh agama (Kiayi). Setelah seluruh warga berkumpul maka dimulailah ritual tersebut setiap orang duduk dengan membuat lingkaran besar mengeliling makanan yang tadi dibawa.
 
Yang pertama memimpin dalam ritual tersebut adalah ketua adat (kokolot). Dalam penyampaian mantra bersamaan dengan membakar kemenyan dan biasanya mantra/ jampi di ucapkan keras, sedangkan yang hadir disana menyelangi dengan kata (Nyakseni ) dengan serentak. Setelah ritual yang dilakukan oleh kokolot selesai dilanjutkan dengan berdoa sesuai dengan ajaran islam, dipimpin oleh pemuka agama (Kiayi). Setelah doa selesai maka masyarakat memakan makanan tadi bersama-sama. Ada orang yang percaya bahwa makanan tersebut dapat menambah umur dan awet muda.
 
3. Upacara Sesaji dan Keunikan yang Lainnya di Desa Bentar
 
Selain yang dibahas diatas masih banyak lagi hal-hal yang masih berbau Hindu-Islam. Hal itu tercermin dari seringnya upacara sesaji yang dilakukan masyarakat seperti sesaji pada setiap hari kelahiran, hari kematian, sesaji untuk keberhasilan yang sedang berusaha. Untuk orang yang sedang usaha (mencari nafkah) biasanya diberi sesaji yang cukup sederhana seperti nasi yang diletakan pada piring dan sesaji tersebut diterangi oleh lampu minyak atau lilin.
 
Dalam kehidupan masyarakat Bentar masih terdapat pula kepercayaan terhadap benda-benda ataupun tempat tempat yang dianggap mempunyai kekuatan gaib. Bahkan biasanya orang yang mempunyai benda yang mempunyai kekuatan gaib sangat disegani dan dihormati oleh masyarakat. Pada hari-hari tertentu[9] benda tersebut di beri sesajen. Menurut orang yang mempunyai benda tersebut sesaji itu diberikan atas dasar permintaan makhluk gaib yang menghuni benda tersebut. Banyak tempat yang dianggap sebagai tempat angker dan keramat, anggapan masyarakat terhadap roh jahat yang mengganggu pada kehidupan masyarakat masih melekat kuat.
 
Hal yang menarik adalah pada upacara pemakaman mayat. Apabila ada seseorang yang meninggal namun orang tersebut meninggal karena penyakit yang dianggap aneh, maka biasanya pada waktu mengiring mayat harus ada orang yang membawa kentongan bambu dan di pukul disepenjang jalan. Sedangkan apabila terdapat orang yang meninggal tapi mayat tersebut masih perjaka atau perawan maka disetiap perempatan yang dilewati harus menabur bunga dan puputrian.[10] Sedangkan dimakamnya dipasang bendera (bisanya bendera merah putih) dan janur yang terbuat dari daun kelapa muda. Hal tersebut dimaksudkan sebagai lambang pernikahan roh yang meninggal dengan puputrian tersebut.
 
Sedangkan hal yang dilakukan pada saat seorang isteri mengandung adalah melakukan ritual-ritual. Ritual tersebut seperti membacakan surat-surat yang terdapat dalam Al Kuran yang dibacakan oleh kiayi sebagai pemimpin dan para santri. Hal tersebut dimulai sejak usia kandungan berumur 4 bulan, dan 7 bulan. Ritual pada saat usia kandungan berusia 7 bulan disebut Tebus Weteng. Dalam proses ritualnya sama dengan waktu 4 bulanan, hal yang membedakan adalah dari segi makanan yang diberikan kepada santri terdapat Cowet.[11] Selanjutnya ritual tersebut dilakukan lagi pada saat anak tersebut berusia 7 hari dari hari kelahirannya, biasanya disebut sebagai sedekah Ngarupus[12].
 
 
BAB III
 
PENUTUP
 
Kesimpulan
 
Desa Bentar merupakan suatu desa yang terletak di Kecamatan Salem Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Masyarakat desa Bentar hampir seluruh memeluk agama Islam. Namun dalam kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan yang ada secara turun temerun. Pengaruh tersebut tergambarkan dalam kehidupan masyarakat desa Bentar.
 
Pengaruh kebudayaan Hindu ternyata masih melekat pada masyarakat islam di desa Bentar. Hal ini karena wujud dari kuatnya masyarakat menegang teguh hal yang dianggap adat istiadatnya. Pada hari raya islam selalu di barengi dengan upacara sesaji, begitu pula pada waktu-waktu tertentu yang dianggap penting selalu diadakan sesaji (sasajen). Selain itu masih banyak yang lainnya.
 
 
Daftar pustaka
 
Aman. 1999. Kebudayaan Sunda Di Desa Bentar, Kecamatan Salem , Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Makalah Ditulis Sebagai Ujian Mata Kuliah Pluralisme Masyarakat Indonesia.
 
Masroer Ch. Jb.2004. The History of Java. Sejarah Perjumpaan Agama-Agama di Jawa. Yogyakarta. Ar-Ruzz Yogyakarta.
 
Mohamad Damami. 2002. Makna Agama Dalam Masyarakat Jawa. Yogyakarta. LIFI.
 
________. 2001. Islam Dalam Konteks Kejawen. Yogyakarta. Majalah Basis.
 
Soelaiman, M. Munandar. 1998. Dinamika Masyarakat Transisi. Mencari Alterlatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan. Yogyakarta. Pustaka pelajar.
 
Sofwan, Ridin. 2004. Merumuskan Kembali Interpretasi Islam-Jawa. Yogyakarta. Gama Media.
 
Sumber Lisan. Wawancara dengan Bapak Suwanto pada Tanggal 26 Desamber 2007 di Desa Bentar Kampung Bulaklega)
 
Sumber lisan. Wawancara Dengan Ibu Ratmi pada Tanggal 26 Desamber 2007 di Desa Bentar Kampung Bulaklega)
 
Suripan Sadi Hutomo. 2001. Sinkretisme Jawa-Islam. Studi Kasus Seni Kentrung Suara Seniman Rakyat. Yogyakarta. Yayasan Bentang Budaya.
[1] Soelaiman, M. Munandar. Dinamika Masyarakat Transisi. Mencari Alterlatif Teori Sosiologi dan Arah Perubahan. Yogyakarta. Pustaka pelajar. 1998.Hlm. 87.
[2] Suripan Sadi Hutomo. 2001. Sinkretisme Jawa-Islam. Studi Kasus Seni Kentrung Suara Seniman Rakyat. Yogyakarta. Yayasan Bentang Budaya. Hal. 9.
Abangan adalah orang yang beragama islam tetapi tidak begitu taat menjalankan ajaran islam. Sedangkan santri adalah orang yang taat terhadap ajaran islam. Kata abangan juga berarti orang yang masih baru dalam memeluk agama islam.
[3] http// wikimapia org//Masyarakat Salem.
[4] http// wikimapia org//Op.Cit.
[5] Selamatan ini dilakuakan Dari mulai lahir, masa pertumbuhan gigi, berjalan, khitanan atau gusaran, menikah, sampai kepada meninggalnya dst.
[6] Sofwan, Ridin. Merumuskan Kembali Interpretasi Islam-Jawa. Yogyakarta. Gama Media. 2004. hlm. 13.
[7] (Sumber : Wawancara dengan Ibu Ratmi pada tanggal 26 Desamber 2007 di Desa Bentar Kampung Bulaklega)
[8] Jami-jami tersebut sangat panjang, namun ada katakata seperti ini: “…. Kuring Rek Ngabaktian Ka Karuhun jeng Sadulur Kuring Kaopat Kalmia Pancer….”. Kalau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah “…Saya Mau Berbakti Kepada Leluhur/Nenek Moyang dan Saudara Saya Keempat Kelima Pancer…”. Menurut Bapak Suwanto seorang kokolot Desa Bentar Kaopat kalima pancer berarti, Kaompat artinya bahwa manusia mempunya empat saudara yaitu saudara cikal (sulung), penengah, pangais bungsu (saudara kedua dari terakhir), bungsu. Sedangkan Kalima Pancer maksudnya diri orang/ keluarga yang melakukan sesaji. (Sumber : Wawancara dengan Bapak Suwanto pada tanggal 26 Desamber 2007 di Desa Bentar Kampung Bulaklega)
 
[9] Hari tertentu yang dianggap hari baik, seperti hari Senin Wage, Kamis Wage dll. Petanggalan yang dipakai oleh masyarakat desa Bentar untuk menentukan hari tersebut baik atau tidak adalah petanggalan Jawa.
 
[10] Puputrian merupakan benda yang mirip seperti boneka manusia yang terbaut dari kain yang digulung menyerupai manusia. Puputrian tersebut sebagai simbol isteri atau suami dari orang yang meninggal.
 
[11] Sebuah alat yang terbuat dari gerabah (tanah liat) yang dipakai untuk menghaluskan bumbu dapur. Pada jaman dulu dipakai sebagai tempat untuk makan (pengganti piring).
 
[12] Sedekah ngarupus sama dengan Mitoni di Jawa.
 
== Perekonomian ==