Ludwig Ingwer Nommensen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Oscartobing (bicara | kontrib) |
|||
Baris 2:
== Biografi sebagai penginjil ==
Ayah Ingwer Ludwig sangat miskin dan sakit-sakitan. Sejak kecil Nommensen terbiasa hidup dalam penderitaan. Pada umur 8 tahun ia sudah mulai mencari nafkah untuk membantu orang tuanya, dengan menggembalakan [[domba]] milik orang lain pada [[musim panas]]. Lalu pada [[musim dingin]] ia bersekolah. Pada usia 10 tahun ia menjadi buruh [[tani]] sehingga pekerjaan itu menjadi tidak asing lagi baginya. Semuanya ini nampaknya merupakan persiapan bagi pekerjaannya sebagai pekabar [[Injil]] yang tangguh di kemudian hari.
Pada 1846, saat berusia 12 tahun, Nommensen mengalami kecelakaan parah. Sewaktu ia bermain kejar-kejaran dengan temannya, ia ditabrak kereta kuda. Kereta itu menggilas kakinya sampai patah. Terpaksa ia berbaring di tempat tidur berbulan-bulan lamanya. Teman-temannya biasanya datang menceritakan pengajaran dan cerita dari guru di sekolahnya, termasuk cerita pengalaman para [[pendeta]] yang pergi memberitakan [[Injil]] kepada orang yang belum mengenal. Nommensen pun sangat tertarik dengan cerita-cerita itu. Sementara lukanya makin parah sehingga ia tidak dapat berjalan sama sekali. Tapi, sekalipun sakit, Nommensen belajar merajut kaos, menjahit dan menambal sendiri pakaiannya yang robek.
Namun janjinya pada [[Tuhan]] selalu mendesaknya agar segera memenuhinya. Maka ia melamar menjadi penginjil. Beberapa tahun ia belajar sebagai calon penginjil. Sesudah lulus, ia berangkat ke [[Sumatra]] dan tiba pada [[Mei]] [[1862]] di [[Padang]]. Ia memulai misinya di [[Barus]]. Ia belajar [[bahasa Batak]] dan [[bahasa Melayu]], dan ternyata dengan cepat bahasa-bahasa itu dikuasainya. Ia lalu mulai mengadakan kontak dengan orang [[Batak]], terutama dengan raja-raja. Ia mempelajari adat-istiadat Batak dan mempergunakannya dalam mempererat pergaulan.
Nommensen meminta izin masuk ke pedalaman, tapi dilarang pemerintah, karena sangat berbahaya bagi orang asing, Nommensen tidak takut. Ia memilih [[Silindung]] sebagai tempat tinggalnya yang baru. Ia mendapat gangguan yang hebat, tapi ia tak putus asa. Ia berhasil mengumpulkan jemaatnya yang pertama di Huta Dame (Kampung Damai). Tahun 1873 ia mendirikan gedung [[gereja]], [[sekolah]] dan rumahnya di [[Pearaja]]. Sampai kini Pearaja menjadi pusat [[Gereja HKBP]].
Pekerjaan Nommensen diberkati Tuhan sehingga Injil makin meluas. Sekali lagi ia memindahkan tempat tinggalnya ke kampung [[Sigumpar]] pada tahun [[1891]], dan ia tinggal di sini sampai wafat. Nommensen menerjemahkan kitab [[Perjanjian Baru]] ke dalam [[bahasa Batak]] (Silindung - Samosir - Humbang - Toba)
Nommensen meninggal pada usia sangat tua, 84 tahun, pada tanggal [[23 Mei]] [[1918]]. Nommensen kemudian dimakamkan di [[Sigumpar]], di tengah suku Batak, setelah bekerja demi suku ini selama 57 tahun.
== Ahli bahasa ==
|