Beras Tekad: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Erik Evrest (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Erik Evrest (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 3:
== Latar Belakang ==
 
Setelah Indonesia berhasil membebaskan Irian Barat, Indonesia pun mulai mengganyang Malaysia. Situasi politik dan ekonomi ketika itu menjadi sangat memprihatinkan. Harga-harga naik tak terkendali. Harga beras sangat mahal hingga rakyat pun terpaksa menggantinya dengan jagung, ketela, dan hasil tanaman umbi lainnya. Sementara orang yang dapat membeli beras merupakan suatu kebanggaan bagi mereka sendiri. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, orang Indonesia bertekad mencanangkan strategi "berdikari" (berdiri di kaki sendiri). Orang Indonesia bertekad untuk makan dan berpakaian dari hasil bumi sendiri. DalamSebenarnya, keadaanSoeharto serbapernah sulitmelansir itulah,Inpres pemerintahNo. kemudian14 menciptakantahun beras1974 TeKaDdan Inpres No. Namun20 dengantahun terciptanya1979 berastentang TeKaDDiversifikasi Pangan untuk Mengatasi Rawan Pangan yang mengkampanyekan tetaplahkeragaman tidakmakanan efektifpokok. PadaKala waktuitu sempat muncul istilah beras TeKaD yang bersamaanberbahan dasar singkong. Hanya pulasaja, bencanapemerintah hamaOrde tikusBaru melandatak dimana-manapernah menyiapkan cetak biru keragaman pangan. SampaiDesain pertanian terfokus untuk mengejar swasembada beras. Pemerintah juga terus memberi jatah beras kepada para pegawai negeri secara pukul rata tanpa melihat tradisi pangan di masing-sampaimasing kulittempat. batangSaat pohonswasembada kerasberas puntercapai pada 1984, kampenye redup begitu saja. Beras TeKaD seperti pohonmenjadi ketelasatir yang pahit bagi kampanye keragaman pangan yang terkelupasbutuh habislebih olehdari gigitansekadar tikustekad.
 
Pada 1954, pangsa beras di Indonesia hanya 53,5 persen, separuhnya merupakan para pemakan non-beras. Pada 1987, angka itu melonjak menjadi 81,1 persen. Dalam rentang 45 tahun, dari 1954-1999, pangsa singkong yang tadinya sebesar 22,6 persen menyusut menjadi hanya 8,83 persen.<ref>[http://nationalgeographic.co.id/featurepage/53/bukan-negeri-singkong/7 (Bukan) Negeri Singkong]</ref>
 
Kembalinya Soeharto menoleh tiwul saat krisis pangan pada awal 1990-an justru memperkokoh status tiwul dan singkong sebagai makanan kelas dua, pangan yang terpaksa digunakan dalam keadaan darurat. Tak aneh jika jarang terdengar masyarakat dengan tradisi panjang pangan non-beras yang mampu bertahan dari penetrasi padi dan beras. Namun dengan terciptanya beras TeKaD tetaplah tidak efektif. Pada waktu yang bersamaan pula, bencana hama tikus melanda dimana-mana. Sampai-sampai kulit batang pohon keras pun seperti pohon ketela terkelupas habis oleh gigitan tikus.
 
== Referensi ==
 
{{reflist|1}}