Fakta sosial: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 4:
Kata ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh sosiolog Perancis [[Émile Durkheim]] dan banyak mempengaruhi analisa Durkheim (dan para pengikutnya) ketika meneliti masyarakat.
 
Sementara [[Auguste Comte]] bermimpi untuk menjadikan ilmu sosiologi sebagai disiplin ilmu yang luas, yang berisi semua—'the queen of sciences', adalah istilah yang digunakannya— Durkheim tidak seambisius itu. Durkheim bertujuan agar sosiologi memiliki dasar [[positivisme]] yang kuat, sebagai [[ilmu]] di antara ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara [[empiris]]. Keragaman dalam fenomena yang sedang diteliti, menurut Durkheim, harus dapat dijelaskan oleh sebab-sebab yang juga tercakup dalam bidang ilmu tersebut. Sebagai konsekuensinya, Durkheim menyatakan bahwa sosiologi harus menjadi 'ilmu dari fakta sosial'. "Metode sosiologis yang kita praktikkan bersandar sepenuhnya pada prinsip dasar bahwa fakta sosial harus dipelajari sebagai materi, yakni, sebagai realitas eksternal dari seorang individu.... ...jika tidak ada realitas di luar kesadaran seorang individu, sosiologi sepenuhnya kekurangan materi." (''SuicideBunuh Diri'', phal. 37-8, quoteddikutip dari inbuku Hoult, phal. 298)
 
InDalam buku ''Rules of Sociological Method'', Durkheim wrotemenulis: "AFakta socialsosial factadalah issetiap everycara way of actingbertindak, fixedtetap oratau nottidak, capableyang ofbisa exercisingmenjadi onpengaruh theatau individual an influence,hambatan oreksternal anbagi externalseorang constraintindividu."
 
Dalam sudut pandang Durkheim, sosiologi sederhananya adalah 'ilmu dari fakta sosial'. Oleh karena itu, tugas dari para ahli sosiologi adalah mencari hubungan antara fakta-fakta sosial dan menyingkapkan hukum yang berlaku. Setelah hukum dalam struktur sosial ditemukan, baru kemudian para ahli sosiologi dapat menentukan apakah suatu masyarakat dalam keadaan 'sehat' or 'patologis' dan kemudian menyarankan perbaikan yang sesuai.
In Durkheim's view, sociology was simply 'the science of social facts'. The task of the sociologist, then, was to search for correlations between social facts and thus reveal laws. Having discovered the laws of social structure, the sociologist is then able to determine if any given society is 'healthy' or 'pathological' and prescribe appropriate remedies.
 
Penelitian Durkheim's dalam 'fakta sosial' mengenai tingkat bunuh diri ini terkenal. Dengan mempelajari [[statistik]] bunuh diri pihak [[polisi]] di berbagai wilayah, Durkheim mampu 'mendemonstrasikan' bahwa masyarakat agama [[Katolik Roma|Katolik]] memiliki tingkat bunuh diri yang lebih rendah dari masyarakat agama [[Protestan]], dan menganggap ini terjadi karena penyebab ''sosial'' (dan bukan individual). Ini adalah penelitian pertama di bidangnya dan tetap banyak disebut bahkan sekarang-sekarang ini. Awalnya, 'penemuan fakta sosial' Durkheim dipandang signifikan karena menjanjikan kemungkinan untuk bisa mempelajari perilaku dari seluruh masyarakat, dan bukan hanya individu tertentu saja. Para ahli sosiologi moderen merujuk ke penelitian Durkheim untuk dua tujuan yang cukup berbeda :
Durkheim's work on the 'social fact' of suicide rates is famous. By carefully examining [[police]] suicide [[statistics]] in different districts, Durkheim was able to 'demonstrate' that [[Roman Catholic|Catholic]] communities have a lower suicide rate than [[Protestant]]s, and ascribe this to a ''social'' (as opposed to individual) cause. This was groundbreaking work and remains much-cited even today. Initially, Durkheim's 'discovery of social facts' was seen as significant because it promised to make it possible to study the behaviour of entire societies, rather than just of particular individuals. Modern sociologists refer to Durkheim's studies for two quite different purposes, however:
 
* Sebagai demonstrasi grafis tentang seberapa hati-hati seharusnya periset sosial untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan untuk analisis akurat. Tingkat bunuh diri yang dilaporkan dalam penelitian Durkheim's, sekarang menjadi jelas bahwa, sebagian besar merupakan artefak dari cara suatu kematian diklasifikasikan sebagai 'bunuh diri' atau 'bukan bunuh diri', di dalam masyarakat yang berbeda. Apa yang sebenarnya ia temukan bukanlah "tingkat bunuh diri" yang berbeda sama sekali—di dalam penelitian itu terdapat cara berbeda untuk ''memikirkan tentang bunuh diri''.
* As graphic demonstrations of how careful the social researcher must be to ensure that data gathered for analysis is accurate. Durkheim's reported suicide rates were, it is now clear, largely an artifact of the way in which particular deaths were classified as 'suicide' or 'non-suicide' by different communities. What he had actually discovered was not different ''suicide rates'' at all—it was different ways of ''thinking about suicide''.
 
* AsSebagai antitik entryawal pointuntuk intomasuk theke studydalam ofstudi tentang social meaning, and the way in which apparently identical individual acts often cannot be classified empirically. Social ''acts'' (even such an apparently private and individual act as suicide), in this modern view, are always seen (and classified) by social ''actors''. Discovering the 'social facts', it follows, is generally neither possible nor desirable, but discovering the way in which individuals perceive and classify particular acts offers a great deal of insight.
 
A '''total social fact''' [fait social total] is "an activity that has implications throughout society, in the economic, legal, political, and religious spheres." (Sedgewick 2002: 95) "Diverse strands of social and psychological life are woven together through what he [Mauss] comes to call 'total social facts'. A total social fact is such that it informs and organises seemingly quite distinct practices and institutions." (Edgar 2002:157) The term was popularized by [[Marcel Mauss]] in his ''The Gift'' and coined by his student [[Maurice Leenhardt]] after Durkheim.