Si Pitung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
'''Sejarah'''
 
Pada dasarnya ada tiga versi yang tersebar di masyarakat mengenai si Pitung yaitu versi Indonesia, Belanda, dan Cina. Masing-masing penutur versi cerita tersebut memiliki versi yang berbeda dari cerita si Pitung itu sendiri. Apakah Si Pitung sebagai seorang pahlawan berdasasrkan versi cerita Indonesia, dan sebagai seorang penjahat jika dilihat dari versi Belanda. Cerita Si Pitung ini dituturkan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini dan menjadi bagian lengenda serta warisan budaya Betawi khususnya dan Indonesia umumnya. Kisah Legenda Si Pitung ini terkadang dituturkan menjadi rancak (sejenis balada), sair, atau cerita Lenong. Menurut versi <ref>Koesasi (1992)<1/ref> SI Pitung di identikan dengan tokoh Betawi yang membumi, muslim yang shaleh, dan menjadi contoh suatu keadilan sosial <ref>(Van Till, 1996)</ref>
 
 
Baris 19:
 
'''Awal Legenda'''
Menurut versi van Till(1996) Si Pitung merupakan seorang kriminal, yang diawali ketika Si Pitung menjual kambing di pasar Tanah Abang, kemudian dicuri oleh para “centeng” (Si Gomar menurut versi Film <ref>Si Pitung (1970)</ref>) tuan tanah. Sebagai tindakan balasan kemudian Pitung melakukan pencurian di tempat Haji Saipudin seorang kaya Juragan Tuan Tanah di Marunda pada waktu itu. Rumah Haji Saipudin (Rumah ini sekarang menjadi tempat <ref>{{tidak dikembangkan|d=3|m=01|y=2010|i=14|ket=}}Musium Si Pitung</ref>). Legenda maupun di kisahkan dalam film Si Pitung Banteng Betawi, Si Pitung dan Kawanan-nya menggunakan cara yang “pintar” dengan menyamar sebagai pegawai Pemerintah Belanda (Di Versi Film Si Pitung Banteng Betawi, Pitung sebagai Demang dan Jiih sebagai “Opas“{{tidak dikembangkan|d=3|m=01|y=2010|i=14|ket=}}Opas Kompeni”). Kemudian melakukan pnipuan dengan memberikan surat kepada Haji Saipudin untuk menyimpan uang Haji Saipudin ke tempat Demang. Pitung menyatakan bahwa uang tersebut dalam pengawasan pencurian. Haji Saipudin setuju kemudian Pitung dan Kelompoknya membawa lari uang tersebut.
 
Akibat dari hal ini kemudian Si Pitung dan Kawanannya menjadi buronan oleh “kompeni”. Hal ini menarik perhatian dari komisaris polisi yang bernama Heyne (“Schout Heyne, atau Heijna, Scothena, atau “tuan Sekotena”). Secara resmi nama petugas polisi pada saat ini bernama A.W.V. Hinne yang pernah bertugas di Batavia dari tahun 1888 - 1912. (Menurut catatan kepolisis Belanda. Hinne memulai karir sebagai pegawai klerikal Pemerintah Belnda, kemudian menjadi Deputi Kehutanan, dan Polisi di beragam tempat, di Indonesia. Hinne menderita sakit yang serius, sesudah dikembalikan ke Eropa untuk penyembuhan. Pada akhir tahun 1880 Hinne menjadi seorang Perwira Polisi di Batavia; Sumber: Stambock van Burgerlijke Ambtenaren in Nederlandsch-Indie en Gouvernements Marine, ARA (Aigemeen Rijksarchief), Den Haag, register T.f. 274). Hinne segera memburu Si Pitung dengan membabi buta. Akhirnya dia dapat menangkap Pitung, tetapi kemudian Si Pitung berhasil melarikan diri dari tahanan Demang <ref>Meester Cornelis</ref>. <ref>Till (1996)</ref> menyatakan bahwa Si Pitung mampu bebas dengan kekuatan “magic” tetapi menurut versi Film <ref>Si Pitung</ref>, Si Pitung lepas dengan menggunakan kekuatan tenaga dalam.
 
Kemudian Hinne menekan Haji Naipin (Guru Si Pitung) untuk membuka rahasia kesaktian si Pitung berupa “jimat” sehingga Hinne dapat menangkap Si Pitung secara lebih cepat. Versi lainya menyatakan bahwa Pitung dikhianati oleh temannya sendiri (kecuali Dji-ih) walaupun versi ini diiragukan. Tetapi menurut Versi Film <ref>Si Pitung Banteng Betawi</ref> dikhianati oleh Somad yang memberi tahukan kelemahan Pitung untuk emngambil “jimatnya”. Kisah lainnya menyatakan bahwa si Pitung diambil jimat “<ref>Keris</ref>” sehingga kesaktiannya menjadi lemah. Akhirnya Pitung meninggal karena peluru emas. Versi lainnya mengatakan bahwa kesaktian Pitung hilang setelah dipotong rambut karena sesorang melemparkan telur. Sesudah Si Pitung meninggal, makamnya dijaga oleh tentara karena percaya bahwa Si Pitung akan bangkit dari kubur berdasarkan <ref>Rancak</ref> Si Pitung.
Baris 58:
Pitung menjadi karakterr sebagai Robin Hood versi Betawi diekmbangkan oleh Lukman Karmani (Till, 1996).Karmani menulis novel Si Pitung, novel ini dikisahkan bahwa Si Pitung sebagai pahlawan sosial. Menurut <ref>Rahmat Ali (1993)</ref>.
 
'Pitung sebagai tokoh kisah Betawi masa lampau memang dikenal sebagai perampok, tetapi hasil rampokan itu digunakan untuk menolong orang-orang yang menderita. Dia adalah Robin Hood Indonesia. Walaupun demikian pihak yang berwenang tidak memberikan toleransi, orang yang bersalah harus tetap diberi hukuman yang setimpa.setimpal' <ref>(Rahmat Ali 1993:7)</ref>
 
 
'''Kisah Nyata Si Pitung'''
Menurut <ref>Hindia Olanda</ref> 22-11-1892 (Koran Terbitan Malaya pada saat itu. Pada tahun 1892 SI Pitung dikenal pada sebagai “one Bitoeng”, “Pitang: kemudian menjadi “SI Pitoeng” (Hindia Olanda 28-6-1892:3; 26-8-1892:2).
Laporan pertama dari surat kabar ini menunjukkan bahwa schout Tanah Abang mencari rumah “One Bitoeng” di Sukabumi. Dari hasil penemuannya ditemukan Jas Hitam dan Seragam Polisi serta Topi serta beberapa perlengkapan lainnya yang digunakan untuk mencuri kampung (<ref>Hindia Olanda</ref>, 28-6-1892:2).
Kemudian sebulan kemudian polisi menggeledah rumahnya kembali dan ditemukan 125 gulden. Hal ini diduga uang curian dari Nyonya De C dan Haji Saipudin seorang Bugis dari Marunda (Hindia Olanda 10-8-1892:2;2; 26-8-1892:2) Kemudian SI Pitung menggunakan senjata untuk mencuri pada tanggal 30 Juli 1892, ketika Si Pitung dan lima kawanannya (Abdoelrachman, Moedjeran, Merais, Dji-ih, dan Gering) menerobos rumah Haji Saipudin dengan mengancam bahwa Haji Saipudin akan ditembak.
 
Pada tahun 1892 Pitung dan kawanannya ditangkap oleh polisi sesudah adanya nasehat dari Kepada Kampung Kebayoran yang menerima 50 ringgit (Hindia Olanda 26-8-1892:2). Kurang dari setahun kemudian pada musim semi 1893), Pitung dan Dji-ih menrencanakan kabur dengan cara yang misterisu dari tahan <ref>Meester Cornelis</ref>. Sebuah investigasi kemudian dilakukan oleh Asisten Residen sendiri, tetapi tidak sukses. Kemudian kepala penjara dicurigai karena kemungkinan melepaskan si Pitung dan Dji-ih. Kemudian akhirnya seseorang petugas penjaran ternyata meminjamkan sebuah “<ref>belincong</ref>”. Kemudian digunakan untuk membongkar atap dan mendaki dinding (<ref>Hindia Olanda</ref>, 25-4-1893:3; <ref>Lokomotief</ref> 25-4 1893:2).
 
Si Pitung lepas lagi, dan rumor dari petualangan Pitung itu pernah dikatakan menampakkan diri ke seorang wanita di sebuath perahu dengan nama Prasman. Detektif mencoba mencari di kapal tesrebut (<ref>Hidia Olanda</ref>, 12-5-1893:3). Harga untuk SI Pitung menjadi meningkat sebesar 400 <ref>Gulden</ref>.
 
Sebagai tindakan balas dendam Pitung melakukan pencurian secara kekerasan termasuk dengan menggunakan sejata api. Akhirnya Pitung dan Dji-ih membunuh seorang polisi intel yang bernama Djeram Latip (Hindia Olanda 23-9-1893:2). Dia juga mencuri wanita pribumi, Mie dan termasuk pakaian laki-laki serta pistol revolver dengan pelurunya. Kemudian pernyataan ini didukung oleh Nyonya De C seorang wanita pedagang di Kali Besar bahwa Pitung mencuri sarung yang bernilai ratusan Gulden dari perahu-nya (<ref>Hindia Olanda</ref> 22-11-1892:2).
 
 
Selanjutnya Dji-ih ditangkap kembali di kampun halamannya, karena menderita sakit. Dji-ih pulang ke kampung halamannya untuk pengobatan. Kemudian dia pindah ke rumah orang tua yang dikenal. Kepala kampunga pada saat itu (Djoeragan) melaporkannya ke Demang kemudian memerintahkan tentara untuk menangkap Dji-ih dirumahnya. Karena dia terlalu sakit dia tidak dapat berdaya untuk melawan walaupun pistol dalam jangkauannya. (<ref>Hindia Olanda</ref> 19-8-1893:2). Dia menyerah tanpa perlawana. Untuk menutupi hal ini kemudian Pemerintah Belanda melansir di <ref>Java-Bode</ref> (15-8-1893:2) bahwa Dji-ih kabur ke Singapura. Informan yang bertanggungjawab melaporkan Dji-ih kemudian ditembak oleh Pitung di tempat yang susah dijangkau hanya beberapa minggu kemudian.
 
Pernyataan surat kabar Hindia Olanda yang menyatakan si informati dibunuh oleh Pitung,
 
“'Itoe djoeragan koetika ketemoe Si Pitoeng betoelan tempat sepi troes. Si djoeragan menjikip pada Si Pitoeng dan dari tjipetnja Si Pitoeng troes ambil pestolnja dari pinjang, lantas tembak si djoeragan itoe menjadi mati itoe tempat djoega.' (<ref>Hindia Olanda</ref> 1-9-1893:2.)
 
Beberapa bulan kemudian, di Bulan Oktober, Kepala Polisi Hinne mempelajari dari informasi bahwa Pitung terlihat di Kampung Bambu kampung diantara Tanjung Priok dan Meester Cornelis (Sekarang disebut sebagai Jatinegara, Jakarta Timur). Kemudian dalam perajalanannya Hinne dilaporkan bahwa Pitung terlah pindah ke arah pekuburan di Tanah Abang (<ref>Hindia Olanda</ref> 18-10-1893), kemudian Hinne menangkapnya dalan penyergapan itu. Pitung ditembak di tangan, kemudian Pitung membalasnya. Peluru ketiga mengenai dada dan membuatnya terjerembap di tanah. Sehari sesudah kematiannya yaitu hari Senin, jenazah dibawa ke pemakaman Kampung Baru pada jam 5 sore.
 
Setelah Hinne menangkap Pitung kemudian dipromosikan menjadi Kepala Polisi Distrik Tanah Abang untuk mengawasi seluruh <ref>Metropolitan</ref>{{tidak <ref>dikembangkan|d=3|m=01|y=2010|i=14|ket=}} {{tidak dikembangkan|d=3|m=01|y=2010|i=14|ket=}}Batavia-Weltevreden</ref>.
 
Kesaktian dan Kematian Si Pitung