Pondok Pesantren Tebuireng: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib) →Sistem pendidikan: rapikan, buang yang tidak relevan |
Naval Scene (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 45:
Dusun Tebuireng sempat dikenal sebagai sarang perjudian, perampokan, pencurian, pelacuran dan perilaku negatif lainnya. Namun sejak kedatangan K.H. Hasyim Asy’ari dan santri-santrinya, secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut berubah semakin baik dan perilaku negatif masyarakat di Tebuireng pun terkikis habis. Awal mula kegiatan dakwah K.H. Hasyim Asy’ari dipusatkan di sebuah bangunan yang terdiri dari dua buah ruangan kecil dari anyam-anyaman bambu ([[bahasa Jawa|Jawa]]: ''gedek''), bekas sebuah warung yang luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang dibelinya dari seorang dalang. Satu ruang digunakan untuk kegiatan pengajian, sementara yang lain sebagai tempat tinggal bersama istrinya, Nyai Khodijah. Saat ini, keberadaan Pondok Pesantren Tebuireng telah berkembang dengan baik dan semakin mendapat perhatian dari masyarakat luas.
== Sistem pendidikan ==▼
Seiring dengan perjalanan waktu, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam. Kenyataan tersebut telah mendorong Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal yang digunakan adalah metode ''sorogan'' (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di hadapan guru), serta metode ''[[weton]]'' atau ''bandongan'' atau ''halqah'' (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tersebut tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang ''khatam'' (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at dan bahasa Arab. ▼
Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1919, yaitu dengan penerapan sistem ''madrasi'' (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni ''Shifir Awal'' dan ''Shifir Tsani''.▼
Tahun 1929, kembali dilakukan pembaharuan, yaitu dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Hal tersebut adalah suatu tindakan yang belum pernah ditempuh oleh pesantren lain pada waktu itu. Sempat muncul reaksi dari para wali santri, bahkan para ulama dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemunkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga terdapat wali santri yang sampai memindahkan putranya ke pondok lain. Namun, madrasah ini berjalan terus karena Pondok Pesantren Tebuireng beranggapan bahwa ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.▼
== Daftar pengurus ==
Baris 57 ⟶ 65:
# [[Yusuf Hasyim|KH. Muhammad Yusuf Hasyim]] : 1965 – 2006
# [[Solahuddin Wahid|KH. Solahuddin Wahid]] : 2006 - sekarang
▲== Sistem pendidikan ==
▲Seiring dengan perjalanan waktu, santri yang berdatangan menimba ilmu semakin banyak dan beragam. Kenyataan tersebut telah mendorong Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal yang digunakan adalah metode ''sorogan'' (santri membaca sendiri materi pelajaran kitab kuning di hadapan guru), serta metode ''[[weton]]'' atau ''bandongan'' atau ''halqah'' (kyai membaca kitab dan santri memberi makna). Semua bentuk pengajaran tersebut tidak dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan dengan bergantinya kitab yang ''khatam'' (selesai) dikaji dan diikuti santri. Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama Islam, ilmu syari’at dan bahasa Arab.
▲Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali diadakan Kyai Hasyim Asy’ari pada tahun 1919, yaitu dengan penerapan sistem ''madrasi'' (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah Syafi’iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua tingkat, yakni ''Shifir Awal'' dan ''Shifir Tsani''.
▲Tahun 1929, kembali dilakukan pembaharuan, yaitu dengan dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran. Hal tersebut adalah suatu tindakan yang belum pernah ditempuh oleh pesantren lain pada waktu itu. Sempat muncul reaksi dari para wali santri, bahkan para ulama dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemunkaran, budaya Belanda dan semacamnya. Hingga terdapat wali santri yang sampai memindahkan putranya ke pondok lain. Namun, madrasah ini berjalan terus karena Pondok Pesantren Tebuireng beranggapan bahwa ilmu umum akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.
== Pranala luar ==
|